Penyesuaian Ritme dan Rima: Puisi sering kali menggunakan pola rima dan ritme tertentu yang perlu dipertahankan dalam terjemahan, atau setidaknya disesuaikan. Mencoba mempertahankan rima sambil tetap menjaga makna bisa menjadi tantangan, sehingga sering kali penerjemah harus memilih antara menjaga makna atau pola rima.
Penggunaan Kiasan dan Metafora yang Sejajar: Dalam penerjemahan puisi, penggunaan kiasan atau metafora yang sebanding sangat penting. Jika puisi asli menggunakan kiasan tertentu yang tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa target, penerjemah harus mencari alternatif yang memiliki dampak emosional atau makna yang serupa.
Penyesuaian dengan Budaya Bahasa Target: Elemen-elemen budaya yang ada dalam puisi perlu disesuaikan agar dapat dimengerti oleh pembaca bahasa target tanpa menghilangkan esensi budayanya. Misalnya, jika dalam puisi "Cahaya di Langit Pagaruyuang" ada referensi lokal seperti Pagaruyuang, penerjemah bisa memutuskan apakah tetap mempertahankan referensi tersebut atau menambahkan catatan agar pembaca bahasa Inggris memahami konteksnya.
Strategi Reduksi dan Amplifikasi: Jika ada istilah atau ungkapan dalam bahasa Indonesia yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris, penerjemah bisa menggunakan strategi reduksi (menghilangkan detail yang tidak esensial) atau amplifikasi (menambahkan penjelasan) untuk memastikan makna tetap tersampaikan.
Penerjemahan Kontekstual: Puisi tidak hanya menyampaikan makna melalui kata-kata, tetapi juga melalui konteks sosial, budaya, dan sejarah. Oleh karena itu, penerjemah perlu memahami konteks tersebut agar dapat memilih kata dan frasa yang sesuai dalam bahasa target.
C. Bait 1 Puisi "Cahaya di Langit Pagaruyuang" Karya Leni MarlinaÂ
Kala itu di langit Pagaruyuang,Â
Di bawah sayap senja yang tak mengenal lelah,Â
lahir seberkas cahaya dari Puti Reno,Â
mengalir dalam arteri Minangkabau,Â
ilmu dan seni berpadu,Â