Sigit masih tidak habis pikir mendengar penjelasan panjang Mamat. Ia yang pertama kali menemukan jenazah Evha di kebun miliknya, tapi tidak lapor polisi, malah memindahkan jenazah tersebut, bahkan kalung milik jenazah ditemukan di rumahnya. Semua hal-hal yang memberatkan dilakukan oleh Mamat. Tetapi ia yakin, Mamat bukan pelakunya tapi ia juga yakin, Mamat adalah sosok penting dalam kasus ini.
"Coba sekarang Pak Mamat ceritain, gimana ketemu sama Evha hari itu?" tanya Sigit mencoba sabar.
"Jadi pas saya sama istri lagi siap-siap mau ke pasar, the Evha dateng sama temennya. Buat istirahat sama beli Aqua. Abis itu, sambil nunggu istri siap-siap, saya kasih makan ayam-ayam sama soang di belakang terus...".
"Sebentar sebentar... Evha dateng ke warung Pak Mamat gak sendiri?" potong Sigit sebelum Mamat menyelesaikan ceritanya. "Gak pak, sama temenya, cowok, pake kaca mata, rambutnya teh agak gondrong. Tapi saya teh lupa namanya siapa" jawab Mamat.
Lagi-lagi Sigit menghela nafas panjang, sambil mengambil foto pria dan menaruhnya di depan Mamat. "Cowok ini yang dateng ke warung Pak Mamat bareng Evha?" tanya Sigit. Pak Mamat pun mengangguk. "Itu Rifky" kata Sigit. "Oh iya, Kang Rifky" kata Mamat.
"Tapi ndan, Kang Rifky balik ke Bojong Koneng, gak lanjutin hiking" kata Mamat. "Maksudnya?" tanya Sigit.
"Jadi pas warung sudah saya tutup dan mau pergi, Kang Rifky juga ikut pergi. Dia nebeng truck pick up yang kebetulan lewat depan warung, gak lanjutin hiking, balik ke Bojong Koneng" terang Mamat.
"Trus Evha?" tanya Sigit.
"Pas saya sama istri pergi, Evha masih di warung, masih mau istirahat dulu katanya. Ya udah saya tinggal aja" jawab Mamat.
Sigit terlihat begitu mengernyitkan dahinya mendengar keterangan Mamat. "Waktu Rifky sama Evha di warung Pak Mamat, ada pembicaraan mereka yang Pak Mamat denger?" tanya Sigit
"Gak ndan, pas itu saya teh lagi di belakang, kasih makan ayam sama soang sambil nungguin istri siap-siap" jawab Mamat.