"Aku seneng banget hari ini, ngopi ini aku yang traktir, masih Long Black Ice Coffee with 15 mill sugar?" tanya wanita itu. Bambang tersenyum mengiyakan, sudah lewat 3 bulan tapi dia masih ingat minuman yang aku pesan, pikir Bambang. Si wanita kembali membawa minuman, kemudian keduanya duduk di teras kafe menghadap pantai, memandang matahari terbenam. "L" panggil Bambang singkat. Wanita itu menoleh sambil tersenyum ke arah Bambang. "Sunrise or sunset?" tanya Bambang.
"Sunset, soalnya pas sunset, kebanyakan, kita bakal ketemu orang-orang yang real, hubungan real, bukan hubungan kerja. Kalo sunrise, waktunya kita siap-siap pasang topeng buat berhubungan dengan orang-orang tempat kerja" kata wanita itu panjang lebar. "Benci banget sama kerjaan?" tanya Bambang. Wanita itu mengangguk lemah. "Aku pengen banget ngelakuin sesuatu yang bisa buat diri sendiri bangga, kerjaanku sekarang, gak buat aku bangga, cuma buat bayar tagihan ini-itu" terang wanita itu.
Keduanya pun terdiam, menikmati matahari yang hampir tenggelam. "L?" kata Bambang, si wanita kembali menoleh, lagi-lagi sambil tersenyum. "Tiga bulan lalu, di kafe, kenapa kamu sapa aku?" tanya Bambang. Si Wanita tersenyum, sambil menunjuk handphone milik Bambang. Handphone itu sangat biasa, tapi dibalut oleh phone case bergambar female symbol dengan tangan mengepal dan tulisan 'equality' di bagian strip dari symbol.
"Aku pernah hidup dengan lingkungan yang sangat misoginis, orang tuaku, dengan terang-terangan lebih sayang kepada adik dan kakak laki-lakiku. Aku juga pernah menjalin hubungan lama dengan pria misoginis. Kalau dipikir-pikir, setelah hidup bertahun-tahun dengan orang tua yang terang-terangan lebih menyayangi anak laki-lakinya dibanding anak perempuannya, mestinya aku cepet sadar kalau pasanganku itu dulu seorang misoginis. Entahlah, terlalu bodoh kali aku" jelas si wanita panjang lebar.
"anyway, melihat symbol equality di phone case kamu, juga di gantungan kunci yang kamu bawa, buat aku tertarik buat ngobrol sama kamu" tutur wanita itu sambil memandang Bambang, tersenyum.
Entah karena suasana matahari terbenam yang begitu romantis atau keterusterangan wanita disampingnya mengenai dirinya atau hanya karena senyuman manis wanita itu, Bambang merasakan perasaannya membuncah. Perasaan ingin melindungi wanita di sampingnya, memeluk dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
"L" kata Bambang lirih, "Kayaknya, aku sayang sama kamu". Si Wanita kembali menoleh kearah Bambang, matanya terbelak kaget, kali ini tidak dengan tersenyum.
Logical, Logical Answer
Emma masih memandang terbelak laki-laki disampingnya, terkejut, tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Bagi mereka berdua, waktu seakan berhenti, tapi tidak di sekitarnya. Matahari tetap tenggelam dan lampu-lampu sudah dinyalakan. Mereka berdua terdiam, canggung.
"Kamu sayang aku G? tapi kita baru ketemu dua kali?" tanya Emma. "Gak, gak, gak, gak, gak bisa, gak G, kamu gak bisa bilang kalimat itu begitu aja" kata Emma panik. "Gak, gak, gak, enggak, kamu kayak nodong kepalaku dengan pistol G kalo kamu bilang gitu" lanjut Emma, masih terdengar panik. "Kamu bahkan gak tau nama asliku G, kita bahkan gak tau nama kita masing-masing" kata Emma. Laki-laki itu, sambil tertunduk, mengatakan lirih "Aku cuma ngutarain apa yang aku rasa". Emma memandang pria di sampingnya, pandangannya tajam.
"Kamu gak sayang aku G, kamu cuma suka ide kamu tentang aku, kamu belum kenal aku, aku yang rusak, aku yang messed up, aku yang pernah hancur sehancur-hancurnya. Kamu belum tahu itu, yang kamu suka cuma ide kamu, penggambaran kamu tentang aku, bukan aku".