"Itu kan asumsi lu aja Ma, dan berdasarkan fakta yang bener-bener kurang" kata Indah sambil menghela nafas. "Itu lagi, yang sebelum lu pergi, pake bilang see you there segala. Too flirty itu" tambah Indah. "Tenang aja seeh, dia gak tahu nama gua kok, gak tahu apapun tentang gua, kalau ada hal yang gua gak sreg, tinggal shut it down" kata Emma mencoba menenangkan Indah. "Dan lagi gua juga lagi gak pengen berhubungan romantis sama siapa pun, capek" tambah Emma.
"Trus kalo lu gak lagi berencana untuk punya pasangan atau pacar, ngapain ngerencanain ketemu lagi?" tanya Indah.
Sudah beberapa bulan sejak percakapannya dengan Indah. Tetapi sampai saat ini, dia belum bisa menjawab, untuk apa ia merencanakan bertemu lagi dengan pria itu padahal ia benar-benar sedang tidak ingin berpasangan?
Sampai kemarin malam Indah masih saja mewanti-wanti dirinya untuk berhati-hati, membawa kendaraan sendiri dan jangan masuk ke kendaraan laki-laki itu. Dan lagi, belum tentu juga kok laki-laki itu datang, pikir Emma sambil mematikan mesin mobil.
Emma pun berjalan meninggalkan parkiran mobil menuju pintu masuk Dufan. Dari kejauhan, Emma melihat seorang laki-laki ramping dengan tinggi sekitar 176 cm, berpakaian kaos bergaris horizontal lengan panjang, bercelana khaki dan berkaca mata sedang berdiri. Itu dia, batin Emma, setelah melihat laki-laki yang ia kenal tapi tidak tahu namanya itu sedang menunggu. Emma berusaha keras menyembunyikan senyumnya, "Don't look to excited Emma" kata Emma berulang-ulang dalam hati.
"Hey..." kata laki-laki itu menyapa, "rambut baru?..." tanya laki-laki itu. "Hey juga" jawab Emma, yang akhirnya tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Emma tidak merubah gaya rambutnya, hanya warna highlight rambutnya sedikit berubah, yang semula biru muda ia rubah menjadi biru turquoise. Entah kenapa pertanyaan simple 'rambut baru?' bisa meruntuhkan pertahanannya untuk tidak tersenyum.
"Kayaknya kita butuh panggilan. Bukan nama, hanya panggilan" kata si laki-laki. "Ok" jawab Emma yang masih saja tersenyum. "Aku panggil kamu 'G' dari gentleman karena kamu laki-laki, dan kamu bisa panggil aku 'L' dari Lady karena aku perempuan, Call me lady" lanjut Emma. "Ok, deal" jawab si laki-laki singkat, keduanya pun berjalan menuju pintu masuk Dufan.
Love, I Think I'm In Love with You
"Dia suka lu tau itu mas" Kata Mira kepada Bambang, kakaknya, sambil mengelus Koko, kucing peliharaan mereka. "Dan itu, senyum sambil bilang 'see you there' itu, itu flirting kelas 101 banget" kata Mira. "Ah kebanyakan nonton filmnya Sandra Bulock lu Ra" kata Bambang. Tapi memang, sudah hampir dua bulan yang lalu pertemuan Bambang dengan wanita yang tidak dia kenal itu dan senyuman wanita itu sebelum pergi, masih saja menjajah seluruh isi otak Bambang. "Mas Bembeng, seriusan neh, senyuman itu bisa jadi modal, mas harus ketemu dia lagi nanti" Kata Mira sambil pasang wajah serius. "Seriusan deh, don't fucked it up, Rio udah mulai ngomongin mau ketemu Babeh, jangan buat gua nikah ngelangkahin lu" kata Mira bercanda.
Tetapi candaan setengah serius adiknya itu sudah tidak lagi didengar Bambang. Pikirannya sudah kembali dijajah oleh senyuman wanita yang bahkan namanya tidak ia tahu.
Hari ini, senyuman yang sebelumnya hanya ada di pikirannya, kini bisa ia liat dengan mata kepalanya sendiri. Sudah kali ketiga mereka berdua menaiki roller coaster, dan senyuman wanita itu terlihat begitu bahagia. Setelah beberapa jam menaiki wahana-wahana lainnya, hari sudah mulai sore. Keduanya keluar dari Dufan dan menuju sebuah kafe di pinggir pantai Ancol.