Suara Firza membubarkan percakapanku dengan Ammar, dia pun langsung pergi gitu saja setelah si Firza memanggilnya. Baru pertama kali sejak SMP satu sekolah dengannya, dia ngobrol denganku. Semuanya bubar karena Firza. Mungkinkah Firza menyukainya? Atau Ammar menyukainya?
Tiap kali seusai sholat, jika Ammar memang benar dia bukan jodohku, tapi kenapa perasaan ini masih tetap menaruh hati untuknya? Entahlah…Fema pun tak terdengar kabarnya sejak kami beda kelas, meskipun dalam satu atap sekolah. Sekarang ia sudah mmepunyai kakasih baru, untuk Ammar mungkin sudah hilang.
“Ayo belajar bareng Dhea, tak terasa loh kita sudah kelas XII ini, sebentar lagi UN. Kamu ingin ke universitas mana Dhe?” tanya Beno yang sangat bersemangat.
“Yang jelas ke PTN lah Ben, kamu juga kan?” jawabku.
“Yah bener, yukk mari kita belajar yang serius demi masa depan”. Membuka buku khusus UN.
***
Pengumuman UN…
Aku sangat terkejut ternyata nilaiku tertinggi disusul dengan Ammar, kemudian Beno. Jelas yang pertama si Firza Maharani. Tak sia-sia aku belajar dengannya tiap hari. Dan hebatnya lagi aku di terima di UGM, Universitas Gadja Mada Jogjakarta. Beno diterima di universitas ternama di Jakarta di bidang kedokteran. Sedangkan aku hanya jurusan Design Grafis. Sedangkan Fema, Ammar, dan Firza tak ada kabar tentang mereka.
Dua tahun kemudian…
Selama itu aku sudah di asrama UGM, dan satu asrama terisi 2 orang saja. Namanya Yanti Cahyani, orangnya super humble, penghibur dalam satu asrama.
Saat sepulang dari kampus, tiba-tiba Yanti membuka percakapannya,