“Oh ia Ben, terima kasih”, melempar senyum padanya.
Sampai di rumah..
Lelah yang begitu lelah, dari kecipratan air, sampai di rumah ternyata tetangga, apa lagi besok, entahlah, ku nikmati rebahan di Kasur kamar yang amat nikmat hmm..
“Dhea…” Ibu memanggilku,
“Ia Bu, tunggu sebentar.”
“Ada apa bu? Butuh bantuan?” sahutku sambil meringis.
“Ini tadi ibu buat kue, coba anter ke tetangga baru kita ya nak, bukannya dia satu sekolah denganmu kan? Tadi mama nya cerita ke ibu Beno sekolah di SMA Bakti kan itu sekolah kamu Dhe, apa jangan-jangan satu kelas juga?” tanya ibu yang semangat kepadaku.
“Hmm, ia Bu, udah satu kelas, satu sekolah, eh tetangga. Hmm. Ibu tau tadi pagi, mana rokku basah kena motornya si Beno, kan bikin kesel juga bu.” Gerutuku tentang Beno.
“Tidak apa-apa nak, cobalah sapa tetangga baru kita, yang akrab ya, disini kan kamu sekolahnya lumayan jauh juga, Ibu tidak punya uang buat beliin Dhea motor, maafin ibu ya Dhe”. Terasa air matanya jatuh mengenai pipinya yang sudah mulai menua.
“Ibu, Dhea tidak apa-apa meskipun Dhea harus naik sepeda tiap berangkat sekolah, sejak SMP sampai SMA ini Bu. Sudah sangat bersyukur bisa jadi anak Ibu. Udah bu, jangan sedih, Dhea pasti bisa menjadi orang yang sukses nanti. Doa ibu buat Dhea selalu ya”. Akupun memeluknya, menghibungnya agar tidak terlalu meratapi kesedian kami.
Aku pun setelah bebersih dan berberes, pergi ke rumah Beno untuk mengantar kue padanya. Ternyata si Beno sedang mandi, yang nerima adalah mamanya. Sejak saat itu orangtua Beno sangat baik padaku dan keluargaku, dan sejak saat itupula hari-hariku bersama Beno.