“Tenang, selepas kamu wisuda, orangnya baik, dokter sama seperti Beno, sopan juga, kenalan dulu dengannya.” Perkataannya lembut untuk membuat aku tak bisa berkata apa-apa lagi.
Lalu bagaimana tentang perasaanku pada Ammar, selama kuliah, banyak sekali laki-laki mendekat, tapi hanya ku anggap teman saja tak lebih daripada itu. Beda cerita tentang Ammar.
Haruskah aku melupakannya? Cinta pertama? First Love? What’s Love? Mungkin itu hanya cinta monyet sebatas menyukai sepihak, namun tak terbalas.
***
Sidang skripsipun di mulai, sudah ku lewati semuanya, sekian lama memang aku jarang pulang ke rumah, ku putuskan setelah wisuda nanti akan pulang, meskipun wisuda hanya sendiri, kasian ibu jauh-jauh ke jogja nantinya. Beliau pun mengiyakan.
Yanti juga bercerita bahwa Firza akan menikah dengan teman satu kelasnya dulu sewaktu SMA. Sontak aku terkejut, pikiranku tertuju pada Ammar, mungkinkah mereka menikah??
Mungkin ini sudah jawabannya, dan harus ku terima amanah dari Ibu dan juga pesan dari Ayah tentang perjodohan itu.
Aku kembali ke Sidoarjo, dan ternyata sudah ada Beno dan calonnya di ruang tamu.
“Loh Beno, sama siapa? Tadi pas turun dari grab, mamamu bilang kamu mau nikah, gitu ya ngga cerita? Hmmm”. Sedikit rasa kecewa padanya.
Seorang perempuan berkerudung coklat keluar dari dapur, menyapaku.
“Hallo Dhea, nanti dating ya, acara nikahanku dengan Beno’. Melempar senyum padaku.