“Iya-iya.”
Tiba-tiba sang dosen akhirnya datang juga, ia mulai memberikan kuliah dan aku memperhatikan dengan seksama. Filsafat adalah salah satu mata kuliah yang membuat aku cukup tertarik. Karena banyak buku-buku yang aku baca soal filsafat juga. Saking asyiknya waktu berlalu dengan cepat and then mata kuliah pun selesai. Aku memberesken semua buku-buku ku dan Rio menghampiriku.
“Abis ini, mau kemana kamu Ti?” tanya Rio sambil berlalu dari kelas.
“Ke tempat tongkrongan dong,” jawabku sambil mengikutinya keluar dari kelas.
“Halahh nongkrong di ruang HIMA aja bangga, orang-orang itu nongkrongnya di Cafe. Ini paling di warung bu Iis sama di ruang HIMA.”
“Yaelah, kalo kamu mau nongkrong disono jangan ajak aku. Nongkrong sama yang lain aja. Aku ga diajarin jadi orang Hedonis yang ngasih makan para Kapitalis.”
“Widihhh mereka juga kan cari makan.”
“Mending beli kopi di warung bu Iis, selain hemat juga membantu para kaum Proletar dalam mencari rejeki.”
“Tapi, kan sama aja ngasih duit sama Kapitalis, wong yang bikin produknya mereka. Sama aja kan?”
“Iya deh, gimana kamu aja. Yang pasti penjualnya bukan kaum Proletar.”
“Yaudah ngalah deh, nanti malem ada rapat di taman kota. Diskusi perihal kegiatan yang bakalan kita adain.”