Mohon tunggu...
Assyifa Firdaus
Assyifa Firdaus Mohon Tunggu... -

Surya Boarding School Scholarship - writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasih Diujung Taring

30 Oktober 2014   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bingung. Apa maksud dari pertanyaan ayah? Aku mencoba duduk, namun tubuhku masih terasa lemas. Ayah menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu, ia duduk kembali disampingku. Memang seperti itu, ayah hanya berbicara ketika ia butuh untuk bicara. Ia lebih banyak bertindak. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya, tak berbeda jauh dengan ibu. Namun aku lebih menyukai ibu dibandingkan ayah.

“ Dengarkan ayah. Akhirnya, untuk yang pertama kalinya kau merasakan kelemahan itu. Saat ini kau beranjak seratus delapan belas tahun, untuk itu tadi malam ayah mengajakmu mencari darah. Karena seperti inilah akibatnya, ayah tidak tahu apa yang akan kau lakukan jika hal seperti ini terjadi di sekolahmu. Mulai saat ini, tiap empat puluh hari kau harus menghisap darah manusia secara langsung. Jika tidak, rasa sakit itu akan hadir lagi. Kau paham? “

Ayah berlalu. Aku terdiam disudut kamar. Masalahku bertambah lagi. Aku masih seorang manusia, mana mungkin jika harus mengorbankan teman sesamaku. Berlian dari mataku terjatuh lagi. Masih dalam keadaan hening, hingga semuanya terasa gelap. Aku terlelap.

Ibu membangunkanku. Raja siang mulai menyorot. Suasana kamar berubah menjadi dingin, terdapat lilin kecil disalah satu sudut, menjadi lebih cerah ketika tersadar bahwa catnya telah berganti menjadi warna merah muda. Alisku berkerut, senyuman bibir kanan terlempar. Semua ini pasti karena ayah.

Waktu terus berputar. Kehadiran Vito semakin berkesan dikehidupanku. Tak dirasa, hari ini adalah empat puluh hariku yang pertama. Artinya, malam ini akan ada satu jiwa yang melayang. Ketakutanku semakin melanda. Tubuh ini mulai terasa antara panas dan dingin. Karena mengetahui hal itu, ayah langsung menarik tanganku dan membawa kedalam sebuah hutan. Kali ini, manusia yang tengah berjalan adalah seorang wanita.

Wajahku dingin pucat. Rasa sakit dikepalaku mulai terasa lagi. Aku berlari mendekati wanita itu, mencium aroma darah yang sebentar lagi menjadi milikku. Seketika aku terdiam, ragaku tidak sampai hati untuk membunuhnya. Aku kembali kesamping ayah.

“ Untuk yang kedua kalinya, apa yang kau lakukan Lucia! “

“ A-aaa aku tidak bisaaa.. ayaah... aa-- “

Ayah berlari. Dengan gesit mencengkram wanita itu. Baru kali ini aku melihat ayah secara langsung menghisap darah manusia dengan garangnya. Giginya yang runcing bahkan baru aku ketahui. Setelah wanita itu sudah tak bernyawa, ayah kembali kepadaku. Ia mengalirkan darah yang baru saja ia ambil kedalam mulutku hingga tubuhku kembali kekeadaan semula. Sampai dirumah. Kulihat ibu sedang duduk diruang tengah menanti kami.

“ Ayah, jelaskan padaku. Jika memang seperti ini, mengapa kita tidak tinggal saja di dunia vampir?

Tak perlu campur dengan kehidupan manusia seperti ini! “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun