Mohon tunggu...
Assyifa Firdaus
Assyifa Firdaus Mohon Tunggu... -

Surya Boarding School Scholarship - writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasih Diujung Taring

30 Oktober 2014   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perpustakaan ini adalah saksi, sekaligus tempat persembunyianku. Sejak kejadian itu, aku menjadi lebih pendiam. Aku masih belum dapat beradaptasi secara langsung dengan lingkungan sekitar. Sehingga teman-temanku kali ini menganggap bahwa aku misterius, susah dicari dan susah untuk ditebak jalan fikirannya.

Aku berlari secepat angin menuju lantai delapan tanpa menggunakan lift. Mr.Vito mungkin sudah ada didalam kelas. Artinya, untuk pertama kali aku terlambat. Hanya dalam hitungan detik, aku sudah sampai didepan kelas. Selamat untuk hari ini, dosen yang bertitel dokter itu masuk kedalam kelas satu menit setelah aku duduk. Hingga akhir pelajaran, aku disibukkan karena sulit sekali membaca fikirannya, bukan oleh pelajaran yang ia ajarkan.

“ Pelajarannya terlalu mudah bagiku. Pandai sekali dia mampu mengacak-acak fikiranku karena tak dapat kuterka fikirannya. Ini aneh sekali “

Perkataannya datar, tampangnya dingin seperti ayahku. Mungkinkah dia juga seorang vampir? Aku sama sekali tak mencium aroma vampir. Didalam tubuhnya ada darah yang mengalir, seperti manusia biasa. Dia membuatku semakin penasaran.

Seperti biasa, jazz merah kukendarai hingga sampai didepan rumah. Masuk kedalam tanpa kode. Kulihat ibuku sedang masak sesuatu, setelah matang ia memberikan bumbu cair tambahan berwarna merah dari sebuah botol. Aromanya semakin memikat, aku pun langsung mendekatinya.

Ibu seperti grogi melihatku sedang memperhatikannya. Tutup botol itu terjatuh diiringi isinya yang tetes demi tetes menyentuh lantai. Aku mencolek benda cair berwarna merah itu, baunya sangat khas dan ketika kucicipi rasanya manis. Ini darah.

“ Bunda. Apakah setiap makanan yang kau buat terdapat benda merah ini? “

“ Iya sayang. Kita dari bangsa vampir. Walaupun tak seutuhnya. Namun, masakan tanpa darah tak ada gunanya bagi seorang vampir. Kita tak dapat hidup jika tak memakan darah ini. Maafkan bunda karena selama ini tak memberitahumu. Bunda hanya takut jika kamu belum siap menerima kenyataan. “

Aku tertegun. Nampaknya selama ini secara tidak langsung aku memakan darah. Fikiranku melayang. Hal-hal menakutkan tiba-tiba hadir. Aku takut jika suatu saat kehausan, aku akan menghisap darah temanku sendiri. Sedangkan aku tidak ingin dikatakan sebagai pembunuh, walaupun sebenarnya aku memang terlahir dari keluarga pembunuh.

Ayah datang dan langsung memeluk ibu. Bertanya menu apa yang ia siapkan hari ini. Namun ketika melihat tetesan darah yang belum dilap, ayah menarik tanganku dan masuk kedalam kamar.

“ Lucia. Jam dua belas malam ini, kamu harus ikut bersama ayah “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun