Â
- Contoh implementasi kepemimpinan berbasis nilai budaya lokal
- Kepemimpinan kepala sekolah berbasis nilai-nilai kebudayaan Lokal (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Enrekang).
Â
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Enrekang merupakan sekolah menengah pertama yang bertempat di pusat kota Enrekang kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Kepala sekolah sekolah ini menerapkan kepemimpinan berbasis nilai budaya lokal pada sistem kerjanya,serta Pada kenyataannya kepala SMP Negeri 1 Enrekang telah diakui masyarakat  yakni mengimplementasikan nilai-nilai budaya lokal dalam kepemimpinannya, hal tersebut teruji nyata mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat serta diterima baik oleh bawahannya. Beliau telah menangani SMP Negeri 1 Enrekang cukup lama yakni sekitar lima belas tahun sejak tahun 2002 hingga tahun 2017. Nilai- nilai budaya lokal yang terkandung dalam sekolah tersebut sangat dimuliakan dan dijunjung tinggi oleh orang-orang dari suku setempat yakni suku bugis. Tentu hal tersebut dilestarikan karena sebagai warisan budaya lokal yang sudah seharusnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga dalam hal terlibat dalam perdebatan dan saling mengeluarkan pendapat kepada orang lain, tidak saling menjatuhkan atau memandang rendah , saling menghargai, dan menasihati yang hikmahnya nanti akan mewujudkan perbedaan pendapat yang jauh lebih berarti. Apalah arti dalam berinteraksi berbeda argumentasi kalau nantinya hanya untuk saling mencaci dan menyakiti, saling menghina. [18]
Â
     Terdapat tiga persepsi pemikiran dasar yang telah dimuliakan serta dipelihara keutuhannya oleh suku Bugis (Enrekang) selama mereka bermasyarakat dan berinteraksi sosial dengan orang lain yakni sebagai berikut :
Â
- Sipakatau, yakni prinsip yang memandang manusia sebagai manusia. Pada kultur budaya orang Bugis, tiap tiap individu diharuskan untuk memandang serta memperlakukan orang lain sebagaimana manusia seutuhnya. Prinsip ini menekankan agar menghormati orang lain sebagai manusia dengan segala kehormatan dan penghargaan yang terdapat pada dirinya.
- Sipakallabi, yakni prinsip yang memandang manusia sebagai makhluk yang mempunyai martabat yang lebih tinggi sedangkan dengan makhluk ciptaan tuhan yag lain. Inilah keunggulan manusia yang harusnya dipuji dan dihormati. Lebih jelas lagi menurut konsep ini, apapun dan bagaimanapun keadaan manusia dengan segala keunggulan yang dimiliki, jelas manusia pastinya memiliki segi kekurangan .
- Sipakainga', yakni prinsip yang mengharuskan saling mengingatkan satu sama lain. Apabila terdapat diantara kita memiliki kesalahan atau berbuat kesalahan maka di haruskan untuk saling mengingatkan. Dengan kebiasaan untuk saling mengingatkan itu maka terhindar dari sifat-sifat tercela yang diharamkan oleh agama. Salah satu hal yang tidak dapat dihindari yakni bahwa manusia memiliki kekurangan. Tentunya manusia tidaklah sempurna, walaupun nyatanya manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna di bumi ini.Â
Â
     Lanjut pada penerapan yang dijalankan dalam pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah berbasis nilai- nilai lokal di SMP Negeri 1 Enrekang yaitu maka setiap pemimpin sebaiknya harus memahami tiga gaya kepemimpinan orang bugis yaitu "Rioloi napatiroang, Rintengngai naparaga-raga, dan Rimunri napampiri"yang artinya sesungguhnya pemimpin itu adalah orang yang senantiasa tidak emosional dan tidak diskriminatif, di depan ia menjadi teladan atau sumber inspirasi, di tengah ia membangkitkan semangat atau sebagai motivator, dan dibelakang ia mengawasi atau membimbing.  Hal ini diharapkan agar seorang pemimpin mampu mensinerjikan antara gaya kepemimpinan secara umum dengan gaya kepemimpinan orang bugis. Selain itu seorang pemimpin juga diharapkan dalam kepemimpinannya harus mampu menerapkan nilai-nilai budaya lokal yaitu "Sipakatau, Sipakalabbi, dan Sipakainga'.[19]
Â
     Kepala SMP Negeri 1 Enrekang sebagai pemimpin di sekolah tersebut dikenal sebagai sosok pemimpin yang demokratis. Jika dipantau dari segi  sipakatau, segala kebijakan yang dibuat maka senantiasa dimusyawarahkan  pada forum pertemuan atau rapat yang dihadiri oleh dewan guru dan staf pegawai. Saran serta masukan yang di peroleh dari bawahan langsung didengarkan dan diterima secara seksama lalu setelah itu barulah diambil keputusan. Akibatnya apa yang menjadi kebijakan serta keputusan kepala sekolah bisa disetujui dan diterima baik oleh seluruh bawahan.[20]
Â