Mohon tunggu...
Asep SuhendiArifin
Asep SuhendiArifin Mohon Tunggu... Lainnya - Manajemen

Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Serba-serbi Model Problem Based Learning

18 Februari 2019   10:17 Diperbarui: 24 September 2020   13:48 6314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Problem Based Learning dalam Kurikulum 2013 (Sumber: www.pixabay.com)

Hakikat Model Problem Based Learning

Oleh Asep Suhendi Arifin

Widyaiswara LPMP Jawa Barat

 

Definisi Model Problem Based Learning

Dalam proses pembelajaran disekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau berperan serta dalam diskusi, tetapi guru harus kreatif menggunakan model atau metode pembelajaran untuk menarik perhatian siswa dalam menyampaikan sebuah materi di dalam kelas.

Sehingga siswa dapat aktif menggali informasi, pengalaman, dan pengetahuan yang dimilikinya, tugas guru hanya sebagai fasilitator saja.

Arends dalam Hosnan (2014, h.295) menyatakan:

Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkan kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.

Hosnan (2014, h.295) menyatakan juga tentang Model Problem Based Learning sebagai berikut:

Problem Based Learning meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antardisiplin, penyelidikan autentik, kerja sama  dan menghasilkan karya serta peragaan. Problem Based Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah, antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

Dalam model Problem Based Learning, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. 

Oleh karena itu, penilaian tidak cukup dengan tes. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model Problem Based Learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dengan digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut.

Menurut Hosnan (2014, h.298) Problem Based Learning  adalah "Pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstuktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta membangun pengetahuan baru". 

Dengan menyelesaikan masalah tersebut, peserta didik memperoleh atau membangun pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan menyelasaikan masalah.

Berdasarkan uraian diatas, maka dengan penggunaan model Problem Based Learning bisa menutur siswa aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Untuk memahami materi yang sedang disampaikan guru, siswa diminta memecahkan sebuah masalah yang dihadapi, dan dengan menerapkan model ini terhadap siswa membangun siswa untuk memperoleh pengetahuan tertentu sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan dalam menyelasaikan masalah.

Karakteristik Model Problem Based Learning

Penggunaan model pembelajaran di dalam kelas, menuntut guru untuk memahami keadaan siswa sepenuhnya, guru harus peka terhadapa masalah yang dihadapi tersebut maupun yang dihadapi siswanya. Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki karakteristik yang terlihat saat model pembelajaran ini diterapkan di dalam kelas.

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda begitupun dengan Rusman (2012, h.232) yang mengemukakan karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

  1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
  2. Permasalahan yang digunakan merupakan masalah yang ada di dunia yang tidak terstuktur.
  3. Permasalahan membutuhkan prespektif ganda (multiple perspective).
  4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
  5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
  6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses esensial dalam PBL.
  7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
  8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnyadengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencapai solusi dari sebuah permasalahan.
  9. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
  10. PBL meliputi evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Menurut Hosnan (2014, h.300) karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning adalah:

  1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
  2. Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria auntentik, jelas, mudah dipahami, luas dan bermanfaat.
  3. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu
  4. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
  5. Penyelidikan yang Autentik
  6. Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.
  7. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
  8. Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitian dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
  9. Kolaborasi
  10. Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antarsiswa denga siswa, baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antarsiswa dengan guru.

Berdasarkan uraian diatas, maka karakteristik dari model Problem Based Learning adalah menuntut siswa agar bisa mengembangkan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah untuk mencapai dari sebuah permasalahan. Memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berfikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan. Memberikan rasa tanggung jawab kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung dalam proses pembelajaran, menuntut siswa juga untuk bisa memberikan contoh suatu permasalahan agar bisa didiskusikan bersama-sama dalam bentuk kelompok kecil untuk menemukan hasil pemecahan masalah secara bersama-sama.

Langkah-langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

Menurut Hosnan (2014, h.301) lima langkah utama, sebagai berikut:

  1. Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
  2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
  3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya.
  5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

Secara ringkas, kegiatan pembelajaran melalui model Problem Based Learning diawali dengan aktivitas siswa untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. 

Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru.

langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasi pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. 

Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru.

Keunggulan Model Problem Based Learning

Penggunaan model pembelajaran memiliki beberapa kelebihan. Menurut Rizema (2013, h.82) beberapa kelebihan model PBL sebagai berikut:

  1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut.
  2. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi.
  3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
  4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya.
  5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi asprasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya.
  6. Pengkondisikan siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
  7. Problem Based Learning diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

Adapun kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Sanjaya. W. (2007, h.219) yaitu sebagai berikut:

(1) Menantang kemampuan peserta didik serta memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik; 

(2) Meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik; 

(3) Membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata; serta (4) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara cepat.

Berdasarkan uraian diatas bahwa kelebihan dari model Problem Based Learning siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran siswa yang menemukan konsep tersebut, melbatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi, pegetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehinnga pembelajaran lebih bermakana.

Kelemahan Model Problem Based Learning

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning  juga memiliki kelemahan. Menurut Rizema (2013, h.84) model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki kekurangan, di antaranya: 

(1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan meresa enggan untuk mencoba; 

(2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan;

(3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang meraka ingin pelajari.

Adapun kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Sanjaya (2007, h.220) yaitu sebagai berikut: 

(1) membutuhkan persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; 

(2) sulitnya mencari problem yang relevan;

 (3) sering terjadi miss-konsepsi; serta 

(4) memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka kelemahan dari model pembelajaran Problem Based Learning  manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka enggan untuk mencoba dam melalui model pembelajaran Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial

Pengertian Pembelajaran IPS

Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975. 

Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya.

Menurut Sapriya (2009, h.11) mengemukakan Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis tujuan pendidikan.

Pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisir secara ilmiah dan psikologis. Untuk mencapai tujuan Pendidikan IPS haruslah dapat membantu para peserta didik mengembangkan kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga mereka dapat memecahkan masalah-masalah pribadi (individual).

Menurut Sapriya (2009, h.21) menyatakan:

Pendidikan IPS harus mampu mengembangkan dan mempelopori pembaharuan dalam IPS, karena dengan berkembangkanya Pendidikan IPS yang berpotensi untuk mengembangkan diri ke arah peningkatan mutu lewat berbagai pembeharuannya. Pendidikan IPS yang selama ini masih belum dapat mendapatkan posisi yang membanggakan di arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan globalisai.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa Pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan subtansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. 

Pendidikan IPS mempunyai peran oenting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan peserta didik yang kreatif, mampu memcahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga yang baik dan bermoral.

Karakteristik pembelajaran IPS

Mata pelajaran IPS disekolah dasar bersifat integratif, karena materi yang diajarkan merupakan akumulasi sejumlah disiplin ilmu sosial. Pembelajaran IPS lebih menekankan aspek pendidikan dari transfer konsep, karena melalui pembelajaran IPS siswa diharapkan memahami konsep, dan melatih sikap, nilai, norma, moral dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.

Menurut Sapriya (2006, h.8) mengemukakan karakteristik mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut:

  1. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari segi ilmu).
  2. Penelahaan dan pembelajaran IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat kooperhensif (meluas/dari berbagai ilmu sosial lainnya, sehingga berbagai konsep ilmu secara terintegrasi/terpadu). Digunakan untuk menelaah satu masalah/tema/topik.
  3. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inkuiri agar siswa mampu mengembangkan berfikir kritis, rasional, dan analisis.
  4. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan/menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata si masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan, memproyeksikan kepada kehidupan di masa depan baik dari lingkungan fisik/alam maupun budayanya.
  5. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosialyang sangat labil, sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadi proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakat.
  6. IPS mengutamakan hal-hal arti dari penghayatan hubungan antar manusia yang bersifat manusiawi.
  7. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata juga nilai dan keterampilannya.
  8. Berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.
  9. Dalam pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan IPS itu sendiri.

Sedangkan Menurut Sapriya (2009, h. 7) mengatakan salah satu karakteristik definisi social study adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Perubahan dapat dalam aspek materi, pendekatan, bahkan tujuan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka karateristik IPS berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya.

Tujuan Pembelajaran IPS

Setiap mata pembelajaran yang disajikan di sekolah tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai secara umum. Tetapi secara khususnya setiap mata pelajaran memiki tujuan yang berbeda, seperti pada mata pembelajaran IPS.

Menurut Rachmah (20014, h.83) mengatakan bahwa tujuan Pendidikan IPS adalah "membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta Masyarakat dan Negara". 

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses mengajar dan membelajarakannya, tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam mengahayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan, dan persaingan ini.

Tujuan Pendidikan IPS tidak bisa lepas dari tujuan Pendidikan Nasional tahun 2003 yang menjelaskan:

Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945 (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).

Melalui Pendidikan IPS, siswa dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya menjadi Warga Negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pancasila.

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan pembelajaran IPS untuk bisa mempersiapkan para siswa yang bisa mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat agar menjadi warga Negara yang baik.

Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi, ataukah itu politik, bersumber dari masyarakat.

Menurut Rachmah (2014, h.82) menjelaskan Visi Pendidikan IPS sebagai program pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan individu peserta didik sebagai "actor social" yang mampu mengambil keputusan yang bernalar dan sebagai "warga negara" yang cerdas, memiiki komitmen, bertanggung jawab dan partisipatif.

Pendidikan IPS berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dalam memenuhi aspek kebutuhan hidupnya sebagai bahan pengembangan materi. Berkaitan dengan ruang lingkup ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai suatu bidang studi, hal ini sama dengan ruang lingkup ilmu sosial, yaitu manusia dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut Rachmah (2014, h.84) menjelaskan ada 5 (lima) macam sumber materi IPS antara lain:

  1. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi disekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
  2. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagaman, produksi, komunikasi, dan transportasi.
  3. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai terjauh.
  4. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjaih, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
  5. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, dan keluarga.

Berdasarkan uraian diatas, maka ruang lingkup pembelajaran IPS dapat membuat siswa berkembang dalam mengambil keputusan di dalam aspek kehidupannya.

Kreativitas

Pengertian Kreativitas

Salah satu cara untuk meningkatkan suasana belajar yang tidak membosankan, baik bagi guru maupun siswa adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan dapat membangkitkan minat siswa untuk belajar. Disinilah seorang guru dituntut untuk kreatif dalam menyajikan pembelajaran.

Guilford dalam Ngalimun (2013, h.44) menyatakan:

Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seseorang kreatif. Ada dua cara berfikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dala memikirkan sesuatu dengan pemandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencariberbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.

Hal itu menjadikan setiap individu berbeda dalam kemampuan berpikirnya, sehingga setiap pemikiran yang dibuat setiap individu akan berbeda jawabannya, karena setiap individu memilki kemampuan berpikir yang berbeda-beda.

Utami Munandar (2012, h. 45) mendefinisikan sebagai berikut. "Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatau gagasan". Menekan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, bahwa kreativitas dapat diterapkan dalam berbagai aktivitas dan kegiatan manusia, sesuai dengan kebutuhan dalam berpikir serta mengolaborasikan suatu gagasan. Kreativitas sebagai ungkapan dan perwujudan diri individu, merupakan kebutuhan pokok manusia dalam lingkungan dan pendidikan, bila terwujud memberikan rasa keberhasilan yang mendalam.

Utami Munandar (2012, h.46) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya.

Demikian Dreavdahl dalam Ngalimun (2013, h. 45) mendefinisikan:

Kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.

Hasil-hasil baru itu muncul dari setiap individu yang berinteraksi dengan individu lainnya, dan individu juga menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang memilki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka kreativitas adalah ciri-ciri khas yang dimilki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk mengahadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara divergen.

Karakteristik Kreativitas

Setiap individu memiliki kreativitas dalam dirinya, bahkan setiap individu juga harus memiliki kreativitas dalam menyampaikan segala sesuatu pendapat atau jawaban yang ingin disampaikan terhadap individu lainnya.

Piers dalam Ngalimun (2013, h. 53) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.

  1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
  2. Memilki ketertiban yang tinggi.
  3. Memilki rasa ingin tahu yang besar.
  4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
  5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
  6. Penuh percaya diri.
  7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
  8. Bebas dalam mengambil keputusan.
  9. Menerima diri sendiri.
  10. Senang humor.
  11. Memiliki intuisi yang tinggi.
  12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
  13. Toleran terhadap ambiguitas.
  14. Bersifat sensitif.

Menurut Utami Munandar (2012, h.54) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai berikut.

  1. Dorongan ingin tahu besar.
  2. Sering mengajukan pertayaan yang baik.
  3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah.
  4. Bebas dalam menyatakan pendapat.
  5. Mempunyai rasa keindahan.
  6. Menonjol dalam salah satu bidang seni.
  7. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkanny, tidak mudah terpengaruh orang lain.
  8. Rasa humor tinggi.
  9. Daya imajinasi kuat.
  10. Keaslian (orisinalitas) tinggi, nampak dalam ungkapan gagasan, karangan dan sebagainya. Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinil yang jarang diperlihatkan orang lain.
  11. Dapat bekerja sendiri.
  12. Sering mencoba hal-hal baru.
  13. Kemampuan mengembangkan atau memperinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).

Berdasarkan uraian diatas, maka karakteristik kreativitas tersebut merupakan ciri-ciri yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang, semakin kreatif seseorang semakin banyak ide baruyang muncul dalam pemikirannya.

Faktor-faktor Kreativitas

Pada mulanya kreativitas dipandang sebagai faktor bawaan yang hanya dimilki oleh individu. Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi dalam kreativitas belajar siswa adalah sikap orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak dan tidal terlalu membatasi kegiatan anak, percaya akan kemampuan anak dan menghargai keunikan anak, menghargai prestasi anak memperoleh dorongan untuk melakukan hal-hal yang kreatif.

Miller dalam Ngalimun (2013, h.57) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut.

  1. Orang tua yang memeberikan rasa aman.
  2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan di dalam dan di luar rumah.
  3. Orang tua memberikan kepercayaan dan mengahargai kemampuan anaknya.
  4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
  5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah, interaksi anatara orang tua dengan anak atau remaja yangdapat mendorong kreativitas, bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar kehidupan dan saling tukar pengalaman.

Daftar Pustaka:

  1. Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press.
  2. Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu. Bandung: Ghalia Indonesia.
  3. Sanjaya. W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  4. Sapriya. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKn Universitas Pendidikan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun