Kitab "Al-Isra' wal-Mi'raj" disusun dengan pendekatan yang sangat sistematis dan metodologis. Ibn Hajar mengacu pada sumber-sumber utama hadis yang sahih, seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, tetapi juga mencantumkan riwayat dari koleksi hadis lain yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti riwayat dari Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidhi, dan lainnya.
Sebagai seorang ulama hadis, Ibn Hajar memanfaatkan kitab-kitab hadis utama dan melakukan analisis mendalam terhadap sanad dan matan (asal-usul dan isi) hadis-hadis yang menceritakan Isra Mi'raj. Ia memeriksa keaslian dan otentisitas tiap-tiap riwayat, memperhatikan kualitas perawi (pernahkah mereka dikenal sebagai orang yang terpercaya?) dan mengaitkan riwayat satu sama lain untuk memperjelas kebenaran narasi.
Ibn Hajar juga menekankan pentingnya memahami konteks setiap hadis. Dalam kitab ini, ia tidak hanya menyajikan hadis-hadis Isra Mi'raj secara mentah, tetapi juga memberikan penjelasan rinci mengenai latar belakang sosial, politik, dan keagamaan saat itu, yang memungkinkan pembaca untuk memahami lebih dalam makna dari tiap riwayat tersebut.
Ibn Hajar tidak hanya mengumpulkan hadis-hadis yang berbicara tentang Isra Mi'raj, tetapi juga menyertakan pemikiran teologis yang dapat membantu menjelaskan peristiwa tersebut dalam konteks keyakinan Islam. Beberapa poin utama yang diulas dalam kitab ini meliputi:
Dalam menjelaskan perjalanan malam yang melibatkan unsur mistis ini, Ibn Hajar menekankan bahwa peristiwa Isra Mi'raj memiliki dimensi spiritual yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan logika manusiawi atau empiris. Oleh karena itu, penekanan pada dimensi transendental sangat penting untuk memahami kedalaman peristiwa ini.
Salah satu aspek utama dalam kitab ini adalah pembahasan mengenai status Nabi Muhammad SAW, sebagai penerima wahyu dan sebagai pemimpin umat Islam yang diberi kehormatan untuk melakukan perjalanan yang luar biasa ini. Ibn Hajar menjelaskan bahwa perjalanan Isra Mikraj menegaskan kedudukan Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir dan memperlihatkan kedekatannya dengan Tuhan.
Dalam menguraikan peristiwa ini, Ibn Hajar juga menjelaskan bagaimana kaum Quraisy yang kafir pada masa itu meragukan kebenaran cerita Isra Mi'raj. Ibn Hajar mengulas bagaimana Nabi menjelaskan ciri-ciri Masjid Al-Aqsa meskipun beliau belum pernah mengunjunginya sebelumnya, yang menunjukkan bahwa perjalanan tersebut adalah suatu peristiwa luar biasa yang hanya bisa diketahui melalui wahyu ilahi.
Ibn Hajar menyajikan deskripsi rinci tentang perjalanan pertama Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Ia menggabungkan berbagai riwayat yang menggambarkan kecepatan dan cara perjalanan ini, serta memperjelas bahwa ini adalah perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad secara fisik dan bukan hanya melalui mimpi atau ilusi.
Selanjutnya, Ibn Hajar menguraikan perjalanan kedua, yaitu Mikraj, di mana Nabi Muhammad diangkat ke langit dan berinteraksi dengan para nabi lainnya, serta bertemu dengan Allah SWT. Hadis-hadis yang menggambarkan Sidratul Muntaha, penglihatan tentang surga dan neraka, serta pertemuan dengan para nabi lainnya diceritakan secara mendalam.
Salah satu bagian yang sangat penting dalam kitab ini adalah pembahasan mengenai dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT, khususnya mengenai kewajiban shalat yang diperintahkan kepada umat Islam. Ibn Hajar menganalisis makna dari kewajiban ini dan bagaimana peristiwa Isra Mi'raj membentuk dasar ajaran Islam.
Ibn Hajar memberikan penjelasan mengenai berbagai keraguan dan penolakan yang mungkin muncul dari peristiwa Isra Mi'raj. Ia menggunakan pendekatan ilmiah dan teologis untuk menjelaskan mengapa peristiwa ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam dan mengapa peristiwa ini harus diterima sebagai bagian dari mukjizat Nabi Muhammad SAW.