***
Senyum itu menyapaku tepat pada pukul enam pagi. Meski kecut tapi ia berusaha untuk terlihat sebaik mungkin.
"Fahisya" Tangan ringkihnya menyentuh pipi bulatku
"Iya bu" Ku timpakan sentuhan itu dengan ujung jemariku
"Coba kau buka laci putih itu" Bola matanya menoleh kearah kotak persegi disebelah kiri.
"Lampion?" Kataku mengangkat benda indah itu diatas tangan
"Kau ingat tidak? Dulu suaktu kau kecil, kita selalu menerbangkan lampion kearah Timur?" Tanyanya dengan mata setengah terbuka
"Ingat bu"
"Kau mau tidak mengulang hal itu difajar hari ini?" Kepalanya sedikit mendongak, ada harapan yang sedang ia taruhkan kepada ku.
"Mau, mari bu" Aku memapah tubuh sempoyongannya, ku dorong dengan kursi roda lalu membawanya ke taman berbukit yang tak jauh dari kamar ia dirawat.
Merah dengan sisipan kuning disetiap tebal warnanya. Cahaya itu memancar dengan horizontal, menyentuh pipi kiri ku dengan hangat yang rasanya seperti sebuah pengharapan. Perlahan naik meninggalkan garis cakrawala, menyeringai seperti awan yang bertemu dengan langitnya.
"Ibu, lampionnya mulai menyala. Ayo kita terbangkan, ada cahaya merah yang sedang menunggu di ufuk Timur" Semangat ku terasa bangkit, ada sesuatu yang kembali setelah hilang selama beberapa tahun lamanya.