Painem menatap tajam Paijo. Membuat Paijo salah tingkah. Lelaki tua itu menatap jauh ke langit. Mengepulkan asap dari rokok yang dihisapnya dalam-dalam.
“Kunti. Ada yang ingin kau sampaikan?”
“Tidak ada, Mbok” Jawab Kunti singkat dan kembali mulutnya rapat terkunci.
Painem kini ikut terdiam. Masih lekat di ingatan. Bagaimana Kunti dulu mati, sehari setelah melahirkan.
Di beranda ini pula, Painem dan Paijo menyaksikan Kunti meregang nyawa dengan perut membuncit. Membesar tidak wajar. Hingga orang-orang bergunjing, matinya Kunti karena santet.
Sedangkan Kunti, masih dapat merasakan kesakitan sangat. Hawa panas dan nyeri di perut yang luar biasa, memaksa Kunti minta tidur di beranda. Dan…., saat bulan bulat sempurna, Kunti meregang dan melepas nyawa.
***
Kunti. Sosok gadis bersahaja. Tinggi semampai. Bunga desa nan cantik mempesona. Banyak laki-laki yang berusaha merebut hatinya. Termasuk Hendra, anak Pak Kades.
Hanya seorang pemuda yang mampu meluluhkan hati Kunti. Zibran, pemuda desa sebelah. Teman SMA Kunti. Pemuda yang sukses merantau ke Jakarta.
Setelah menikah, Zibran memboyong Kunti ke Jakarta. Sewaktu Kunti hamil dan hampir melahirkan, Kunti minta pulang ke desa.
Rupanya, Hendra dan keluarganya menaruh sakit hati. Terutama ibunya Hendra. Sosok Bu Kades yang ketus dan pendendam. Bahkan bukan rahasia lagi, akan membalas sakit hati dengan cara apapun, kepada Kunti.