Dua orang tua itu beranjak ke dalam rumah. Meninggalkan Kunti. Sendiri di beranda. Menikmati sunyi. Di bawah sinaran bulan bulat sempurna.
Perlahan wajah Kunti yang cantik, berubah. Kembali pucat memutih. Seperti kapas. Matanya yang cekung menghitam. Menatap tajam rembulan. Teman pengharapan Kunti di kesunyian malam.
“Mas Zibran. Kunti kangen Mas…., kangen kamu dan anak kita”
Tidak ada suara. Hening cukup lama. Hingga, sayup-sayup, hanya terdengar tangisan pilu. Menyenandungkan kesedihan. Kepiluan suasana yang selalu hadir di beranda rumah Pak Paijo. Saat purnama. Saat Kunti merindukan suami dan anaknya.
Rumah joglo. Di tengah kebun kopi yang cukup luas. Berpagar batu bata merah. Tempat Kunti menumpahkan segala rasa. Saat bulan bulat sempurna, penduduk sekitar membingkai cerita. Tutur dan titah tentang warna kehidupan. Mahfum pada keadaan.
Di sebuah jembatan lepas arah laut, seorang lelaki berdiri tegar. Seperti batu karang. Lelaki itu mengambil bungkusan dari dalam tas. Bungkusan berisi sarung tangan. Lantas, sigap dibuang ke laut.
Lelaki itu segera berlalu. Senyum sinis menghias bibirnya. Yah… sinis dalam arti kemenangan. Hanya dalam hatinya seorang.
Kademangan, 03 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H