Kalimat tinggalkanlah jual-beli tentu maksudnya adalah larangan, hukumnya haram dan pelakunya berdosa. Namun yang jadi pertanyaan, kalau seandainya ada orang yang nekat melanggar larangan dengan tetap melakukan jual-beli saat Jumatan, apakah jualbeli itu sah? Dalam pandangan jumhur ulama, jual-beli itu tidak sah. Sebaliknya dalam pandangan Al-Hanafiyah, jualbeli itu sah hukumnya meski pelakunya berdosa. Lalu apa konsekuensinya?Kalau kita menggunakan pendapat jumhur ulama, karena hukum dasarnya tidak sah, maka uangnya harus dikembalikan keapda pembeli dan barangnya harus dikembalikan kepada pedagang. Sebaliknya, kalau kita pakai pendapat mazhab AlHanafiyah, tidak perlu ada yang dikembalikan lantaran jual-beli itu sudah dianggap sah, meski pelakunya berdosa. Itulah perbedaan akad jual-beli batil dengan fasid dalam pandangan mazhab AlHanafiyah.Dalam jual-beli batil, akad jual-belinya sejak dasarnya memang sudah tidak sah. Sedangkan jualbeli fasid, akad dasarnya sudah sah, namun pelakunya berdosa. Jual beli di hukumi makruh, apabila transaksi dilakukan pada saat selesai.
Allah swt. mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah terputus dan tak henti-henti selama manusia masih hidup. Tak seorangpun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu ia dituntut berhubungan dengan lainnya. Dalam hubungan ini tak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pertukaran, di mana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna bagi orang lain sesuai kebutuhan masing-masing.
Disadari bahwa manusia sebagai subjek hukum tidak mungkin hidup di alam ini sendiri saja tanpa berhubungan sama sekali dengan manusia lainnya. Eksistensi manusia sebagai makhluk sosial sudah merupakan fitrah yang ditetapkan Allah swt. bagi mereka. Suatu hal yang paling mendesak dalam memenuhi kebutuhan seorang manusia adalah adanya interaksi sosial dengan manusia lain. Dalam kaitan dengan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan-persoalan muamalah yang akan dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka.
Alasan Mengapa Memilih Judul Tersebut
Orang melakukan syirkah, atau kemitraan bisnis, bisa disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: a) Modal Terbatas: Ketika seseorang tidak memiliki modal yang cukup untuk memulai atau mengembangkan bisnis sendiri, mereka mungkin mencari mitra untuk berbagi modal dan risiko. b) Kepakaran yang Berbeda: Orang-orang dengan keahlian atau keterampilan yang berbeda sering kali ingin bekerja sama untuk menciptakan sinergi yang lebih besar dalam bisnis. Misalnya, seorang yang ahli dalam pemasaran dapat bermitra dengan seorang yang ahli dalam produksi untuk menciptakan produk yang sukses. C)Peningkatan Sumber Daya: Dengan bermitra, seseorang dapat mengakses sumber daya yang lebih besar, termasuk modal, koneksi, infrastruktur, dan pengetahuan. D) Membagi Risiko: Dalam bisnis, risiko selalu ada. Dengan bermitra, seseorang dapat membagi risiko tersebut dengan orang lain, sehingga meminimalkan dampaknya pada keuangan dan keberlangsungan bisnis. E) Penyatuan Visi dan Tujuan: Orang-orang yang memiliki visi dan tujuan yang serupa dalam bisnis mungkin ingin bermitra untuk mencapai tujuan tersebut secara bersama-sama dengan lebih efisien. F) Dukungan Emosional dan Moral: Bermitra juga bisa memberikan dukungan emosional dan moral. Dalam menghadapi tantangan dan kesulitan, memiliki mitra bisa menjadi sumber dukungan yang penting. G)Pengembangan Jaringan: Bermitra dapat membantu seseorang memperluas jaringan mereka. Melalui kemitraan, seseorang dapat terhubung dengan orang-orang dan peluang baru yang mungkin tidak mereka dapatkan jika bekerja sendiri.
Pembahasan Hasil Review
Jual beli merupakan suatu transaksi yang tidak mungkin terlepas dari kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dimanapun manusia berada dan kapanpun manusia berinteraksi terhadap sesama. Cara yang sangat praktis dan cara yang paling mudah untuk mendapatkan barang atau sesuatu yang ingin manusia butuhkan dari orang lain sangat banyak., seperti pinjam meminjam, hutang piutang, sewa menyewa, tukar menukar atau bahkan dengan cara mencuri sekalipun. Meskipun hal ini dilarang,tetapi  tetap dilakukan manusia hanya untuk mendapatkan materi. Kemudian bentuk jual beli ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi dua bentuk, yaitu: jual beli yang shahih yaitu suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan. Bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli seperti ini dikatakan juga beli sahih misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda dua. Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi. Kendaraan ada yang rusak tidak terjadi memanipulasi harga dan surat surat nya telah diserahkan, serta tidak ada lagi gak khiyar dalan jual beli itu, jua beli seperti ini hukum nyabsahih fa mengikat kedua belah pihak.
jual beli yang batal jual beli dikatakan sebagai jual beli batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan seperti jual beli yang dilakukan anak anak, orang gila, atau barang yang diperjualbelikan itu bukan barang barang yang haram hukumnya seperti bangkai, babi, dan khamar.
Kemudian adapula jual beli yang batil sebagai berikut: jual beli sesuatu yang tidak ada, ulama fiqh telah sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang yang tidak ada tidak sah, umpamanya, menjual buah buahan yang baru berkembang atau menjual anak sapi yang masih dalam perut ibunya. Namun, Ibnu qoyyim Al jauziyah menyatakan jual beli barang yang tidak ada waktu berlangsung akad dan diyakini akan ada pada masa yang akan datang, sesuai kebiasaan boleh diperjualbelikan dan hukumnya sah. Sebagi alasannya ialah bahwa dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah tidak ditemukan larangannya. Jual beli yang dilarang oleh Rasulullah adakah jual beli yang ada unsur tipuan. Kemudian menjual batang yang tidak dapat diserahkan yaitu menjual batang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli tidak sah umpamanya, menjual batang yang hilang atau burung peliharaan yang lepas dari sangkarnya hukumnya ini disepakati oleh ulama fiqh. salah satu prinsip pokok dalam transaksi jual beli adalah harus didasari oleh sikap saling suka atau saling ridha (Innamal bai’ ‘an taradin; hanya saja jual beli harus didasari saling meridhai) sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi. Atas dasar itulah, agama memberi kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu melangsungkan transaksi (akad) jual beli atau membatalkannya, atau yang sering disebut dengan khiyar.
 Jual beli yang mengandung unsur tipuan menjual batang yang mengandung unsur tipuan tidak sah batang yang kelihatannya baik sedangkan dibeliknya terlihat buruk sering ditemukan dalam masyarakat bahwa yang menjual buah buahan dalam keranjang yang bagian atasnya ditaruh yang baik baik. Dari yang bagian bawahnya yang jelek jelek yang pada intinya ada maksud penipuan dari pihak penjual dengan cara memperlihatkan hal yang baik baik dan menyembunyikan yang tidak baik.
Â