PENDAHULUAN
Jual beli sistem arisan ke permukiman masyarakat disebabkan adanya perbedaan tingkat ekonomi seseorang dan keinginan untuk melakukan kegiatan kerja sama dalam rangka penghimpunan dana yang kemudian dana yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Sebagimana kita ketahui, bahwa banyak sekali masalah yang timbul di dalam masyrakat pada zaman sekarang ini dan kita yakin dimasa mendatang lebih banyak yang muncul ke permukiman dan mengikuti perkembangan zaman.
Seperti yang terjadi di kalijambe, sragen disana pembelian sepeda motor dilakukan dengan cara sistem arisan dengan cara penghimpunan dana dari beberapa orang oleh penyelenggara kegiatan tersebut melalui kerjasama dengan pihak dealer sepeda motor. Karena anggota arisan tersebut hanya dibatasi minimal enam puluh orang dan membayar iuran sebesar Rp.150.000,00 perbulan maka jumlah keseluruhandana yang terkumpul sebesar Rp.9.000.000,00. Padahal harga standar sepeda motor misal Supra X adalah Rp.12.000.000,00, maka jumlah keseluruhan dana yang terhimpun itu masih kurang untuk memenuhi harga standar stu unit sepeda motor.
Di antara peristiwa yang terjadi pada zaman sekarang ini yang  belum ada ketentuan dasar hukumnya dalam nash kebanyakan adalah di bidang muamalah. Seperti yang kita lihat sekarang yang merebak ke berbagai masyarakat adalah jual beli dengan sistem arisan dan yang paling banyak terjadi di masyarakat adalah arisan sepeda motor seperti telah dijelaskan di awal.
Untuk mengatasi kejadian kejadian seperti ini kita dituntut untuk peka dan tanggap sehingga tidak terjadi kevakumaan hukum dan tanggap juga berwawasan luas sehingga hasil penetapan hukumnya juga tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan jiwa alquran dan sunnah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan jual bali yang dilakukan oleh masayarakat dengan menggunakan sistem arisan. Disamping itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengkaji lebih jauh bagaimana status hukum jual beli dengan sistem arisan menurut pandangan islam.
Diharapkan dapat bermanfaat dan berfaedah baik bagi penulis maupun bagi pembaca atau khalayak umum. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya sekedar sebaga pelengkap sebuah literatur saja tetapi juga diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, pengalaman dan informasi yang lebih jelas dan konkrit tentang adanya suatu kegiatan jual beli dapat dilakukan dengan menggunakan sistem arisan sehingga diharapkan masyarakat mengetahui status hukumnya pandangan islam. Kemudian penelitian ini berfungsi sebagai langkah penyusunan skripsi guna memenuhi salah saty syarat memperoleh gelar sarjana hukun dalam bidang ilmu syariah. Dalam harian umum Republika edisi 26 Mei 2003, bicara bersama Syafi’I Antonio, bisnis cara rosul dijelaskan bahwa arisan merupakan kegiatan muamalah dan bermuamalah sesuai syariah islam harus dihindarkan dari unsur gharar, maisir, dan riba dan itu termasuk transaksi yang haram hukumnya karena identik dengan riba an nasi’ah atau uang tambahan yang merupakan fungsi dari waktu tanpa adanya bentuk kerja sama ataupun berbagai resiko.
Jika ditinjau secara kepustakaan memang belum ada yang membahas secara khusus tentang jual beli sistem arisan tersebut.walaupun ini telah membudaya di masyarkat dan seringkali orang bertanya tanyatentang kehujjahan dari transaksi tersebut. apakah kegiatan tersebut tidak boleh atau tidak memang belum ada yang membahasnya secara khusus dan jelas.
Kata muamalah berasal dari bahasa Arab yang secara langsung secara etimologi sama dan semakna dengan almufalah atau saling berbuat. Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing masing. Sedangkan fiqh muamalah adalah sebagai hukum yang berkaitan dengan tndakan hukum manusia dalam lersiala keduniaan. Misalnya dalam jual beli utang piutang, pinjam menmmnja, kerja sama, dagang perserikatan kerja sama dalam penggarapan tanah dan sewa menyewa Manusia di dunia dalam mencari rezeki diharapkan memilih atau mencari barang yang halal seruan seperti ini merupakan kewajiban pada setiap muslim. Agar manusia bisa melakukan mencari rezeki dengan lebih berhati hati mana barang halal dan mana barang yang bathil. Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari Muamalat sejinggal tak peduli kalau mereka memakan harya atau barang haram. Sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan keuntungan semakin banyak. Sikap semacam ini merupakan kesalahan yang besar yang harus diupayakan pencegahananya agar semua orang yang terjun ke dunia ini dapat membedakan mana yang lebih dan baik dan menjauhikan diri dari segala hal yang syubhat sedapat mungkin.
Jual beli sistem arisan dilakukan dengan bersama mereka melakukan kegiatan ini karena tuntutan kebutuhan terhadap suatu barang yang harganya relatif mahal jika dilakukan secara pribadi maka orang mengambil cara alternatif ini untuk mendapatkan barang kebutuhannya secara mudah dengan adanya bantuan peminjaman dari orang lain. Dalam Islam kegiatan jual beli sangat diperhatikan apakah dilakukan sesuai dengan rukun dan syaratnya atau tidak, apakah tercampur barang yang bathil atau tidak apakah barang itu termasuk hasil riba atau bukan. Hal ini sangat diperhatikan sekali oleh Islam, agar semua bisa terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan. Walaupun dalam jual beli sistem arisan dapat juga sistem lelang.
Pembagian akad menjadi shahih dan fasid dalam pandangan jumhur ulama sama saja dengan pembagian akad mun’aqid dan batil. Sedangkan dalam pandangan Al-Hanafiyah, akad shahih dan fasid dibedakan, keduanya punya pengertian tersendiri yang berbeda dengan pembagian akad mun’aqid dan batil. Definisi akad yang shahih menurut mazhab AlHanafiyah adalah : Akad yang sejalan dengan syariat, baik pada asalnya maupun pada sifatnya, dimana akad itu berfaidah hukum atas dirinya, selama tidak ada pencegah. Sedangkan, Dengan pengertian akad fasid ini, dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, akad itu cuma sampai hukum haram, namun secara hukum tetap sah sebagai transaksi. Maka kalau ada dua pihak melakukan akad jualbeli yang fasid, keduanya berdosa karena melanggar syariah, namun hukum jual-belinya tetap sah. Konsekuensinya si penjual berhak memiliki uang pembayaran dan si pembeli berhak memiliki barang yang telah dibelinya. Contoh akad yang fasid adalah jual-beli yang sah, tetapi dilakukan pada saat imam berkhutbah Jumat. Sebagaimana kita tahu bahwa Al-Quran melarang kita berjual-beli saat khutbah disampaikan :
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.(QS. Al-Jumuah : 9)Â