Tri mencoba untuk tidak panik. Kalau cuma sejuta, dia bisa ngutang dulu sama bapaknya. Tidak apa-apa jika utangnya jadi 57 juta ke bapaknya itu.Yang penting Margono selamat. Tapi dia masih sedikit ragu-ragu dengan ancaman itu dan mencoba mengulur waktu sambil berusaha mengorek keterangan sedikit-sedikit.
"Situ kerjasama dengan Mas Sairin, kan?"
"Maaf, saya sama sekali tidak mengenal atau bahkan bekerjasama dengan Bumpet. Saya seorang pembunuh gratisan. Hanya dengan Rp. 999.900 sudah bisa mendapatkan jasa saya."
"Katanya gratisan, kok masih bayar?"
"Namanya juga promosi."
"Lha, terus kok situ tau namanya Mas Sairin itu Mas Bumpet?"
"Saya bilang begitu tadi? Bohong kamu, ah."
"Sumpah, tadi situ ngomong begitu."
"Eh ... anu, je ... eh ... " orang itu gelagepan. "Pokoknya bukan! Anda sengaja mau memancing saya, ya?! tidak akan bisa. Siapkan uangnya! Satu jam lagi saya telepon untuk menentukan prosedurnya!" Telepon langsung ditutup. Tinggal Tri yang tegang setengah mati menyaksikan kepolosan Margono bermain-main dengan maut. Otaknya berpikir bagaimana untuk menyampaikan ancaman itu tanpa Margono harus menjadi panik yang ujung-ujungnya malah bubrah. Akhirnya diputuskannya untuk mengatakan langsung tanpa Margono harus menghentikan sepeda. Berlari-larilah Tri di samping Margono.
"Lha, kenapa Mbakayu malah jadi opas?"
"Kepingin olah raga, udah lama nggak jogging."