Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bakar!

8 Desember 2011   09:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:41 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sagrip menghentikan langkahnya. Kata-kata Margono biarpun dikeluarkan oleh orang yang otaknya 'setrip' karena kebanyakan mabuk, terasa seperti menyalakan lampu merkuri di kepalanya. Tiba-tiba dia ingat anaknya, Teguh, yang biasa dipanggil Themel karena tubuhnya yang montok, bapuh dan lembut kaya adonan donat jika dicubit. Themel bercerita bahwa ruang kelasnya hampir ambruk dan kepalanya sering kejatuhan serpihan-serpihan kayu usuk yang keropos dari lubang-lubang eternit. Mulut yang cerewet itu pasti menguncup jika bercerita dan kini mendengar kata-kata Margono, secara ma'jleger ingatannya melayang dan membuatnya rindu bercampur khawatir. Bagaimana jika atap kelas Themel benar-benar rubuh dan menimpanya?

Sagrip menggigil lalu mempercepat langkahnya.

Di depan rumah Pak Lurah, Sagrip langsung duduk bersila dan menyuruh Margono berteriak-teriak memanggil si empunya rumah. Teman semabuknya yang setia itu tanpa malu-malu patuh saja. Bahkan sampai Pak Lurah keluar dia masih saja berteriak-teriak memanggil Pak Lurah.

"Ya, saya sudah dengar!" teriak Pak Lurah, tergopoh-gopoh dia keluar dengan hanya berkaus singlet dan bersarung. Bu Lurah mengejar di belakangnya lalu memakaikan kemeja dengan tergesa-gesa pula. Orang-orang sekitar yang mendengar ribut-ribut teriakan Margono berdatangan, tapi semua disuruh mundur oleh Sagrip. Pak Lurah mengernyitkan dahi melihat Sagrip yang dengan gagah membuka tutup jeriken lalu mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya.

"Siapa itu?" tanya Pak Lurah.

"Margono, Pak!" sahut Margono dengan posisi tegak seperti sedang baris di upacara bendera.

"Bukan kamu. Itu yang bawa-bawa kerijen!"

"Jeriken, Pak! Bukan kerijen. Itu Sagrip. Katanya mau membakar diri untuk menggolkan tuntutannya. Laporan selesai!" jawab Margono.

Pak Lurah manggut-manggut. Pandangannya berkeliling. Banyak orang sudah berkumpul ingin melihat keributan yang terjadi. Malam-malam begini mereka dijadikan tontonan. Asu tenan.

"Apa maksudmu mau bunuh diri?" tanya Pak Lurah hati-hati. Orang seperti ini bisa nekat, karena itu harus dihadapi dengan kelembutan. Pak Lurah tidak mau halaman rumahnya ternoda dengan kematian seekor coro pun.

"Tuanku, Baginda Pak Lurah," kata Sagrip, "Sebagai warga desa yang baik saya hendak menggugat keputusan warga RT saya untuk merubuhkan Pos Ronda dan membuat taman sebagai gantinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun