“Ayolah, buyung!
Kau toh bukan kakek yang tua!
Lalu aku pun tersipu
meskipun tahu
itu tak perlu
Bagian tersebut mengandung unsur kau toh bukan kakek tua yang sebenarnya berelasi dengan musim gugur (l.4) serta pohon-pohon seperti janda yang tua (l.6). Ketidaktuaan atau kemasihmudaan tentu seharusnya bukan waktu untuk tak punya tujuan, kira-kira demikian, tetapi aku lirik tahu bahwa kesadaran tersebut tidak diperlukan. Ia meletakkan dirinya sama dengan alam: malam musim gugur dan tuanya pohonan.
Artinya, puisi ini menambal kegagalan Rendra dalam puisi sebelumnya. Rindu tak mungkin tanpa tujuan, dan aku lirik sendirilah yang jadi tujuan. Ia kehilangan dan menemukan diri sendiri (“Mancuria”), ia guyah, ia gelisah, tapi ia menemukan kesadaran untuk tidak mengikuti bisikan kesepian yang bagai cermin itu sehingga memilih tetap dengan eksistensi diri yang sadar. Sadar diri masih muda, tersipu, tapi untuk apa juga.
Kesadaran macam yang dirumuskan Rendra tersebut saya pernah digagas Chairil Anwar dalam puisi “Penerimaan”. Kita tahu dalam puisi tersebut diucapkan sedang kepada cermin aku enggan berbagi. Puisi tersebut ditulis pada tahun 1943. Mari kita kenangkan lagi puisi tersebut dengan membacanya lagi.
PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri