Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Maret 1943
Bedanya mungkin aku lirik Chairil itu terasa keras, sedangkan aku lirik Rendra itu terasa hangat dalam menyadari keengganan diri mengikuti bisikan tujuan. Mungkin salah satu sebabnya karena Chairil jauh lebih muda saat itu, puisi ini ditulis ketika ia berumur 21 tahun.
Puisi, kalau saya boleh berharap, seharusnya memang berkaitan dengan umur penyair. Tapi pada kenyataannya saya banyak temukan puisi-puisi pelajar dan mahasiswa, juga puisi-puisi dari para penyair kelahiran pertengahan 90-an (30 tahun pun belum) yang ketuaan dan kehilangan jalang sehingga mereka tampak seperti musim gugur atau pohon-pohon tua yang Rendra gambarkan tadi.
Sebagai pembaca saya hanya boleh berharap dan selanjutnya berkata: meskipun tahu/itu tak perlu. []
Sumber puisi
- “Mancuria” WS Rendra dalam Sajak-sajak Sepatu Tua, cet. IV 1995, hal. 11, Jakarta: Pustaka Jaya
- “Hotel Internasional, Pyongyang”, ibid., hal. 12-13.
- “Penerimaan” Chairil Anwar dari Derai-derai Cemara, Jakarta: Yayasan Indonesia, hal. 17.
Arip Senjaya, dosen filsafat Untirta. Menulis esai, puisi, cerpen, karya ilmiah, dan sejumlah buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H