(One week later)
....
Siapa itu, berhenti depan kosku. Astaga seikat bunga mawar pink itu menandakan seseorang. Tapi, sepeda motor hitam, helm hitam, jaket hitam, celana panjang hitam dan sepatunya pun hitam. Ah siapa dia?
Aku tak beranjak dari tempat dudukku sore itu. Tempat yang menjadi favoritku akhir-akhir ini sambil mengamati adik kosku berkebun. Pot-pot tanaman bunga yang tadinya kupikir hanya berisi tanah, sudah mulai muncul tunas-tunas tanaman baru. Belum kutanyakan padanya apa saja tanamannya.Â
Kembali ku amati pengendara motor itu. Dia tak segera turun dari sepeda motor yang sudah diparkirnya di halaman depan kos. Tak juga dilepaskan helmnya. Membuatku semakin penasaran dan heran tapi kudiamkan.
Kesal juga akhirnya dia. Dilepaskannya helm hitamnya. "Hai Bunga, kau tak mengenali ksatria baja hitammu dan belalang tempur lagi?"Â
Aku tertawa ketika ku lihat ternyata Andi si pengendara motor hutam itu.
"Tumben naik sepeda motor. Belalang tempur kan hijau. Ini hitam semua sepwda motormu."
Andi turun dari belalang tempurnya, memberikan seikat mawar pink.Â
"Aku mengatur kecepatan laju belalang tempurku, agar tak membuat mahkota bunga mawar ini rusak."
Aku menerima dengan senang bunga mawar pink itu. Dibanding mawar merah, aku memang lebih suka yang pink.Â