Merasa pundaknya di tepuk, Elsa menoleh dan mendapati seorang pria familiar tersenyum dengan tangan sibuk menggendong anjing Pomeranian bercorak hitam putih — menggemaskan.
Elsa berfikir sebentar, berusaha keras mengingat siapa pemuda itu, "lo Eden?" Akhirnya ia berucap ragu.
"Masa lupa temen sekelas sendiri? Padahal dulu kita di pasangin gitu di sekolah, masa lupa?"
"Habisnya lo sekarang kelihatan beda. Dulu Eden yang suka ngejar-ngejar aku, tiap hari lewat depan rumah aku kayak paparazi tuh kurus kering perasaan deh?"
Eden terkekeh pelan, "Yuk masuk cafe, aku traktir deh. Ngobrol bentar gak papa kan ya? Aku soalnya dah lama emang pengen ketemu kamu."
"Cieee ... jangan bilang lo masih suka sama gue," goda Elsa dengan nada bercanda.
Elsa mengikuti langkah Eden, lalu duduk berseberangan dengan pemuda itu. Keduanya hanya memesan minuman, tapi bahkan ketika minuman itu telah tersaji, keduanya masih sing bungkam.
"Umm ... tadi lu mau ngomong apa?" Elsa akhirnya membuka obrolan, ia begitu benci kecanggungan yang mendadak.
"Itu, tentang dulu yang gue suka diem-diem merhatiin kamu, sama sering lewat depan rumah kamu itu sebenernya aku gak pernah ada perasaan sama kamu."
"Terus?" Elsa memiringkan kepala, penasaran, "Semua pasti ada alesannya, kan?"
"Iya," salah satu tangannya mengusap lembut bulu anjing, tersenyum tipis, pria itu menatap Elsa, "Permintaannya Abin."