"Kadang, bekas luka bisa membuat kita terlihat keren di kemudian hari. Bahkan sekalipun itu terukir jauh di dalam hati."
Namanya Arya. Tentu saja bukan nama asli. Tapi mari sebut saja begitu biar tidak dituduh membeberkan rahasia seseorang. Arya itu sebenarnya cowok biasa saja. Baik tampang, otak, penampilan, isi dompet ... semuanya biasa.
Tapi jika ada kontes cowok paling peka dan paling mengerti cewek, maka saya berani jamin Arya juaranya. Saat hampir sebagian besar cowok menganggap PMS sang pacar adalah fase paling misterius sekaligus mengerikan tiap bulannya, tidak demikian dengan Arya.
Arya selalu mampu menghadapinya dengan luar biasa kalem. Dia bak sudah amat terlatih menghadapi mood swing cewek (baca : saya) separah apapun. Tak peduli walau kadang harus dimaki atau dibentak sedemikian rupa, ketenangannya tak sedikit pun luntur.
Saya ingat, dulu paket dalam bungkus kresek berisi pembalut, obat pereda nyeri haid, plus cokelat atau es krim selalu rutin sampai di pintu kosan saya setiap bulannya. Tanpa pernah saya minta. Tanpa pernah saya suruh. Sampai sekarang, saya tidak tahu bagaimana caranya dia bisa tahu jadwal tamu bulanan saya, padahal kami tidak pernah membahasnya.
Yang pasti -setidaknya di mata saya-, Arya adalah manusia yang dianugerahi Tuhan dengan kontrol emosi paling hebat, sumbu sabar paling panjang, serta perhatian dan kelembutan hati paling sempurna.
Saya tidak melebih-lebihkan lho. Sampai detik saya mengenalnya waktu itu, memang belum pernah ada seseorang yang memperlakukan saya dengan begitu manis dan penuh kasih seperti dia. Bahkan orang tua dan kerabat dekat pun masih kerap hilang sabar menghadapi kelabilan saya.
Arya tidak. Dia berbeda. Dia adalah ketenangan, yang mampu mendamaikan setiap sendi kehidupan seorang Ara yang begitu penuh gejolak di masa itu.
Witing Tresno Jalaran Soko Kulino ...
Saya dan Arya adalah teman sekaligus rekan kerja. Kami dipertemukan di satu perusahan yang sama. Dalam banyak hal, lelaki yang 5 setengah tahun lebih tua dari saya itu benar-benar seperti berada di kutub berbeda.
Saya pecicilan dan meledak-ledak, dia pendiam. Saya childish, dia dewasa. Saya benci dangdut, dia maniak dangdut. Saya mageran, dia senang sekali jalan kaki.