"Maksud panjenengan, pasukan bayaran Mataram, atau pasukan Bayangan Hitam Nogo Kemuning?", tanya Ki Pamungkas.Â
"Benar. Lebih baik nabok nyilih tangan. Jangan pakai pasukan Mataram untuk memasuki Mangir. Sebab hal itu akan menimbulkan kegentingan baru. Sebaiknya kita memakai pasukan bayaran itu untuk menggebug Mangir secara diam-diam", jawab Ki Juru Martani.
Kepala divisi telik sandi Mataram memahami maksud sesepuh Mataram itu. Sebab untuk beberapa kasus kecil, misalnya untuk menumpas pangacau wilayah Mataram di wilayah terpencil, seputar Merapi -- Merbabu, mereka sudah terbiasa memakai pasukan bayaran yang direkrut dari kelompok Nogo Kemuning dibawah pimpinan Pulanggeni itu.Â
"Apakah perkara ini perlu diketahui oleh Panembahan Senopati?", tanya Ki Prastowo.
"Sebaiknya jangan. Sebab Panembahan Senopati sudah cukup berat memikirkan soal hubungan Pajang dan Mataram yang sedang genting. Jangan sampai kita membebani pikiran beliau dengan persoalan Mangir yang belum tentu ujung pangkalnya ini", jawab Ki Juru Martani.Â
"Kuminta apa yang kita rembug dan rencana menggebug Mangir dan si Baruklinting itu, kita lakukan dalam senyap. Kudu kena iwake aja nganti buthek banyune: Jangan sampai menimbulkan kegaduhan. Jangan sampai ada berita menyebar keluar dari tempat ini", pungkas Ki Juru Martani kemudian.Â
Semua yang hadir dalam pendopo itu pun menyetujui apa yang dikatakan oleh sesepuh Mataram itu. Bumi perdikan Mangir benar-benar telah mengusik kewibawaan keraton Mataram. Mereka menganggap bahwa jika kekuatan Mangir telah berubah semakin tajam, maka akan dengan mudah Mangir menusuk jantung pertahanan Mataram.Â
Keadaan ini tak boleh dibiarkan! Maka Mangir harus dihabisi dari dalam, sebelum bumi perdikan itu berubah sebagai ancaman nyata bagi Mataram, yang sewaktu-waktu dipandang mampu menusuk Mataram dari belakang.Â
***Â
(BERSAMBUNG Ke Episode #12 )
(Sebelumnya, Di Episode #10 )