"Ngger Guntur Geni. Sejak kecil kamu selalu tinggal bersamaku. Apasaja yang kumiliki di bumi perdikan kita ini, selalu bisa kamu nikmati dan kamu miliki pula. Memang tidak pernah ada suatu pesta semeriah ini yang kuadakan khusus buatmu. Akan tetapi kelimpahan berkah di Mangir, bukankah setiap hari sejak kamu kecil sudah bisa kamu nikmati sendiri", ujar Ki Ageng Wanabaya menjelaskan. Guntur Geni menyimak baik-baik ucapan bapanya itu.Â
"Dan sekarang, ngger. Bukankah sepantasnya kita rayakan secara meriah, bahkan kegembiraan syukur itu bisa dinikmati oleh semua penduduk Mangir. Sebab Baruklinting itu putraku yang sedari kecil belum pernah kutemui. Tetapi kini telah kembali, bersama kita di tempat ini. Baruklinting adalah ibarat anak yang hilang tetapi kini telah bapa temukan kembali. Mengertilah, ngger putraku. Kasih sayangku tak berubah kepadamu. Dan kini juga kulakukan kepada Baruklinting. Terimalah dia sebagai saudara tuamu, dari ibu yang lain".Â
Ki Ageng Wanabaya memeluk Guntur Geni sebentar. Dia tidak ingin melukai perasaan hati putra yang dikasihinya itu. Guntur Geni juga demikian, sebenarnya dia juga tidak mempersoalkan bergabungnya Baruklinting sebagai saudaranya satu ayah lain ibu. Tetapi dia khawatir bahwa pesta perayaan sedemikian meriah di Mangir justru akan memicu persoalan baru, yaitu mengusik perhatian orang-orang Mataram dan Pajang yang sedang saling berseteru.Â
"Maafkan kelancangan saya yang mungkin menyinggung perasaan panjenengan, Bapa. Saya senang mendapat saudara baru satu bapa lain ibu. Itu suatu berkah bagi kita sebab akan menambah kekuatan Sentana Mangir. Terimakasih atas penjelasan panjenengan yang melegakan hati saya", kata Guntur Geni.Â
"Tetapi, yang mengusik hati saya adalah bukan hal itu sebenarnya. Melainkan justru tentang keselamatan Mangir sendiri, Bapa". Â
"Keselamatan Mangir?"
"Benar Bapa. Seperti kita tahu bahwa bumi perdikan kita bukan suatu kerajaan, tetapi kita bebas mengelola pemerintahan sendiri, terutama di bidang ekonomi. Sehingga kita lemah dalam hal pertahanan dan keamanan. Padahal saat ini keraton Mataram dan Pajang sedang berseteru saling berebut wilayah kekuasaan", ujar Guntur Geni.Â
"Saya justru khawatir jika kita melakukan kegiatan yang besar-besaran di Mangir, pihak dua kerajaan itu akan terusik. Mangir dikira akan mendirikan sebuah kerajaan baru, Bapa. Mangir dikira memanfaatkan kondisi dua kerajaan yang sedang berseteru itu. Entah Pajang atau Mataram, dengan kekuatan prajurit kerajaan mereka akan dengan mudah melumpuhkan Mangir. Keselamatan Mangir akan terancam sewaktu-waktu, Bapa". Guntur Geni menjelaskan.
Ki Ageng Wanabaya terkesiap. Dia kagum pada pemikiran Guntur Geni yang sedemikian jauh ke depan itu. Dia menarik napas dalam dalam.Â
"Benar pemikiranmu yang demikian itu, ngger", kata Ki Ageng Wanabaya kemudian.Â
"Keselamatan Mangir adalah yang utama. Itu mengapa tak ada yang kita tutupi dari pihak asing, bahwa faktanya Mangir benar-benar sedang syukuran, bukan sedang menggalang kekuatan untuk mendirikan keraton baru. Dan semua orang penduduk Mangir tahu. Namun demikian benar seperti pandanganmu, jangan sampai kita dikira mengusik kekuasaan mereka. Kita harus tetap waspada, ngger", lanjut orang nomor satu di Mangir itu. Â