"Nuwun inggih, Bapa", ujar Guntur Geni.Â
Angin berhembus perlahan di Ndalem Mangiran. Sejenak sunyi di dalam pendopo alit. Namun sayup-sayup di kejauhan bunyi tetabuhan gamelan perayaan pesta rakyat di Kotapraja Mangir masih terdengar dari tempat itu.Â
Bapak dan anak itu telah memikirkan hal lebih besar tentang keselamatan Mangir. Sedangkan tentang kehadiran Baruklinting sebagai anggota baru di kerabat inti, Guntur Geni menerimanya dengan lapang dada. Bagi Guntur Geni, Baruklinting adalah saudaranya sendiri, satu bapa lain ibu.Â
Ndalem Kalitan, Keraton Mataram
Di tempat lain, di sebuah pendopo Ndalem Kalitan Mataram, Ki Juru Martani sedang mengumpulkan beberapa petinggi keraton untuk suatu rembug ageng secara terbatas. Pertemuan itu terbatas sebab tidak melibatkan kehadiran Panembahan Senopati Mataram di tempat itu. Rembug ageng itu membahas soal Mangir. Sebab kabar tentang perayaan besar di Mangir akhirnya telah sampai di telinga petinggi keraton Mataram itu. Ki Juru Martani ingin mengetahui lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi di Mangir.Â
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi di Mangir, menurut pandanganmu dimas Ki Pamungkas?" tanya Ki Juru Martani. Ki Pamungkas adalah pimpinan divisi telik sandi, dinas intelijen Mataram.
"Nyuwun pangapunten, Ki. Menurut penglihatan saya yang menyusup ke Mangir, saat ini Mangir tengah mengadakan suatu pesta hajatan besar, selama beberapa hari terakhir ini. Bahkan pertunjukan wayang kulit oleh dalang kondang Sanggabuana diadakan sangat meriah di alun-alun Kotapraja. Makaten, Ki", jawab Ki Pamungkas.Â
"Ini suatu di luar nalar kebiasaan tanah perdikan itu. Belum pernah mereka mengadakan suatu pesta hajatan semeriah saat ini. Karena hajatan itu melibatkan hampir semua penduduk Mangir, terutama mereka yang berada di Kotapraja, Ki. Demikian menurut pandangan saya", ujarnya kemudian. Ki Juru Martani dan beberapa orang di ruangan pendopo itu menyimak baik-baik pelaporan Ki Pamungkas.Â
"Menurutmu, pesta hajatan besar itu diadakan untuk maksud dan tujuan apa?", tanya Ki Juru Martani lagi.Â
"Saya telah melihat sendiri. Saya berada di antara kerumunan orang banyak. Di suatu panggung besar di tengah alun-alun Kotapraja dan dihadapan penduduk Mangir yang hadir di perayaan itu, Ki Ageng Wanabaya sendiri mengatakan bahwa pesta kesenian ageng di Mangir untuk tujuan syukuran atas kembalinya orang nomor satu di Mangir itu setelah lama pergi bertapa di Gunung Merapi", jawab Ki Pamungkas.Â
"Oo, jadi hanya untuk merayakan orang pulang kembali ke rumah, rupanya", kata orang yang berjuluk Patih Mataram itu. Dia tersenyum tipis.Â
"Bukan hanya sekedar demikian, Ki Juru Martani".Â