Mohon tunggu...
apip budiantoSimamora
apip budiantoSimamora Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

saya seorang mahasiswa semester 5 yang memiliki kerinduan untuk berbagi cerita kehidupan dan gaya hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hambatan dan Tantangan dalam Upaya Berokumene

29 November 2019   22:10 Diperbarui: 29 November 2019   22:28 3495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Name: Apip Budianto Simamora

Makul: Oikumene

Dosen Pengampuh: Pdt. Sanip Surbakti, M. Th

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Pengertian Oikumene

Berbicara tentang pengertian Oikumene, ternyata memiliki arti yang sangat luas. Oikiumene selama ini sering kita pahami sebagai  sebuah gerakan  dari umat Kristiani untuk mempersatukan gereja-gereja yang terpisah-pisah karena perbedaan ajaran (doktrin,dogma), tradisi liturgis dan organisasi gereja, atau  gerakan  unifikasi  di antara gereja-gereja.

Hal itu memang tidak salah, tetapi pemahaman oikumene, apabila kita melihat dari pengertian istilahnya, ternyata lebih dari sekedar  upaya penyatuan gereja-gereja tersebut. Dr. Hope S. Antone, seorang teolog Asia yang terkenal,  yang saat ini bekerja  di CCA (Christian Conference of Asia), menjelaskan bahwa istilah oikumene berasal dari kata  Yunani "oikos", yang artinya rumah atau dunia; dan  kata "manein" , yang berarti  to live in, tinggal di dalam.

Jadi Oikumene berarti: Rumah atau Dunia yang didiami bersama. Siapa yang mendiami dunia ini,  tentu tidak hanya orang  Kristen, tetapi juga orang-orang dari bermacam agama, suku, bangsa, bahkan seluruh ciptaan lainnya, seperti: tumbuhan-tumbuhan, binatang dan benda-benda yang ada di sekitar kita, sungai, gunung, laut, dsb.

Karena itu Gerakan Oikumene memiliki makna yang luas, yaitu menunjuk kepada "sebuah gerakan untuk menjadikan dunia kita ini menjadi tempat hunian bersama", meminjam istilah Dr. Hope, yaitu menjadi sebuah "Keluarga Allah" (Household of God), baik antar sesama manusia, maupun di antara sesama makhluk hidup yang lain, termasuk alam di sekitar kita.

Manusia tidak lagi beranggapan bahwa hanya dia yang berhak hidup di dunia ini. Eksistensi dan keberlangsungan hidupnya  sangat terkait dengan kehidupan makhluk yang lain, bahkan dengan alam lingkungan dimana ia tinggal. Karena itu, ia harus berbagi kehidupan dengan "yang lain".

Dalam konteks pemahaman "keluarga Allah" (Household of God) itu, maka sesama kita atau alam di sekitar kita, tidak lagi dilihat sebagai "musuh", atau ancaman bagi diri kita sendiri, tetapi dilihat sebagai sesama keluarga Allah yang harus dijaga,lindungi dan dipelihara. Artinya kitapun harus belajar bagaimana menghargai, mencintai manusia dan alam lingkungan dimana  kita hidup, dengan tidak menindas atau merusak alam yang ada di sekitar kita.

Hal yang sama dikatakan oleh Josef Purnama Widyatmaja, seorang pendeta yang bekerja di tengah masyarakat "akar rumput" di Solo, Jawa Tengah. Beliau menjelaskan bahwa kita tidak lagi berbicara tentang pengertian "oikumene" dalam konteks Pax-Romana (wilayah dibawa kekuasaan Romawi), seperti yang dikatakan dalam kitab Wahyu 3:10; 12:9; 16:14, tetapi berbicara tentang "bumi" (Yunani: "Ge"), dimana  seperti dalam doa Bapa Kami yang diajarkan  oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya: "Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga" (Matius 6: 10). Dalam Perjanjian Baru, khususnya di dalam Kitab-kitab Injil, berbicara tentang kedatangan Kerajaan Allah di Bumi, dimana Kerajaan Allah diberitakan maka di sana  ada keadilan, kebenaran dan perdamaian. Jadi gerakan oikumene adalah gerakan bersama dari Gereja-gereja dengan sikap terbuka  melibatkan agama-agama dan kepercayaan lain, serta semua elemen masyarakat, dengan tujuan menghadirkan "tanda-tanda Kerajaan Allah" di Bumi. Dengan pengertian ini, maka menjadi jelas kepada kita bahwa Gereja-gereja harus belajar terbuka dengan orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan yang lain (Islam, Hindhu, Budha, Konghucu, Agama Suku,dsb), untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik di bumi ciptaan Tuhan  ini.

BAB II

PEMBAHASAN

Hambatan dalam Gerakan Oikumene

 

 

Umumnya kesatuan gereja terhalang oleh watak manusia yang tidak mau melepaskan dan mencurigai sesuatu yang asing hal ini terlihat, dari semakin kaburnya kepastian-kepastian yang telah ditetapak pada awal Gerakan oikumene sehingga banyak Gereja-gereja yang memandang sebelah mata terhadap aliran baru

Adanya perbedaan-perbedaan tradisional diantara konfesi-konfesi Gereja dan didalam teologi, contohnya masalah babtis, sifat Jabatan gereja dll.

Faktor pekabaran Injil bekerja menurut garis-garis suku. Unsure sukuisma sangat mempengaruhi. Identits Gereja menjadi sama dengan identitas suku sehingga sulit untuk ditinggalkan demi keesaan Gereja.[1]

 

 

 

BAB IV

 

ISI

 

B. Tantangan Oikumene diluar dan didalam

 

 

 

1. Tantangan Internal

 

A.    Marturia (Bersaksi)

 

          Bersaksi bukan harus berkotbah, menceritakan isi firman Tuhan dan sebagainya. Bersaksi itu menceritakan pengetahuan dan pengalaman kita tentang kristus.  Bersaksi dapat dilakukan melalui perbuatan maupun perkataan agar orang bisa  bertobat melalu kesaksian kita namun itu bukan karena usaha kita melainkan karena roh kudus yang bekerja melalui kita. Kita hanya digunakan sebagai alat Tuhan orang percaya bertanggungjawab untuk menyaksikan kebaikan dan kebenaran Tuhan. Juga merupakan salah satu dari three panggilan gereja (Bersekutu, Bersaksi dan melayani) yang mengajarkan kita untuk bisa jadi saksi kristus atas segala keajaiban dan mujizat-mujizatnya.

 

          Kita harus bersaksi agar mereka yang sebagai domba yang terhilang dihadapan Allah (Mereka yang belum percaya) dapat kembali kehadapan Allah (Menjadi Percaya).

 

Di dalam gereja saya hal ini terlaksana tapi tidak sepenuhnya, ada sebagian jemaat yang bersaksi dengan mengikuti penginjilan-penginjilan yang di laksanaan di daerah-daerah terpencil dimana masyarakat disana sebagian besar belum memiliki agama sedangkan yang lain merasa enggan untuk bersaksi karena mereka merasa  untuk melalukan itu.

 

       

 

B.     Koinonia (Persekutuan)

 

          Gereja merupakan kumpulan anggota gereja yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang lazim diantara mereka yakni hidup bersekutu dan mempelajari Firman Tuhan. Dalam persekutuan kita harus menerapkan rasa saling mengasihi, saling membantu menanggung beban, saling mengampuni, saling mengakui dosa, saling mendoakan dan saling menghiburkan. Hal ini penting karena dalam persekutuan inilah tempat kita untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain.

 

Melalui persekutuan inilah kita bisa sharing dan berbagi pengalaman rohani dengan anggota persekuan yang lain.

 

          Di dalam gereja saya hal ini terjadi jika ada anggota jemaat yang sakit atau mengalami duka cita maka jemaat dimana ia menjadi anggota akan mendoakan atau menghiburkan anggota jemaat tersebut.

 

 

C.     Sombong

 

Sombong adalah fikiran atau perbuatan yang tidak menyadari dan tidak mengakui bahwa semua orang yang ada padanya (Baik jasmani dan rohani) itu berasal dari Tuhan, ini melawan Allah dan menyakiti hati orang disekitarnya Kesombangan merupakan sikap yang muncul karena orang tersebut merasa lebih dari orang yang ada disekitarnya dan orang ini  juga cenderung tidak tahu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan Kepadanya.

 

          Didalam Gereja saya hal ini tidak terjadi karena pada umumnya warga jemaat selalu menyadari bahwa kita boleh ada hanya karena kemurahan Tuhan.

 

 

D.    Mengasihi

 

          Tuhan menciptakan manusia untuk saling mengasihi. Kita diajar bagaimana cara mengasihi Tuhan dan sesama kita. Sebagaimana dikatakan melalui hukum taurat "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" itulah hukum yang pertama dan yang utama serta hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah : "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hokum taurat dan kitab para nabi. Hidup tanpa kasih, mengasihi dan dikasihi adalah  hidup yang hampa. Namun secara alami kita cenderung suka membalas dendam, karena itu jika ada suka membalas dendam yang pasti akan menyakiti hati orang lain. Mengasihi dapat pula diwujudkan melalui membantu dan menolong sesama anggota jemaat.

 

          Didalam gereja saya hal ini terwujud dimana saat ada jemaat yang sedang sakit jemaat yang lain mengunjungi serta mendoakan jemaat tersebut dan jika ada pekerjaan jemaat yang berat maka akan dilakukan gotong royong dimana jemaat lain akan membantu jemaat tersebut.

 

 

E.     Pengajaran

 

          Sudah saatnya gereja Tuhan harus bangkit serta sadar bahwa pengajaran Firman Tuhan harus menjadi kebutuhan yang utama karena gereja Tuhan tidak akan disucikan apalagi disempurnakan hanya dengan pujian dan penyembahan saja, tetapi hanya dengan kuasa Firman Tuhan. Ini bukan berarti pujian dan penyembahan ditiadakan, tetapi pujian dan penyembahan yang benar dan yang dikehendaki Tuhan serta kita diajak untuk melayani sesama dan memberitakan injil.

 

          Didalam gereja saya hal ini diwujudkan saat adanya hut organisasi intra gerejawi sering mengadakan pengijilan kepelosok daerah  dan dalam ibadah pun kita diberi tugas untuk melayani.

 

 

 

Tantangan Eksternal.

 

 

 

A.      Aliran Sesat

 

          Berbagai macam bentuk aliran sesat yang hadir dan mencoba mempengaruhi kehidupan gereja. Ajaran sesat sudah ada sejak abad permulaan, hingga sekaarng ajaran tersebut tetap eksis namun dengan tampilan luar yang sama sekali baru. Ajarsn sesat menghadirkan kebenaran baru atau wahyu baru, yang mengganti kebenaran, menghadirkan penafsiran baru, menghasilkan sumber otoritas tertulis baru selain alkitab, menghadirkan pengakuan baru, membuat kepalsuan-kepalsuan dan tidak tahan lama. Oleh karena itu kita harus bersikap kritis dengan fenomena ini kita tidak boleh menerimanya saja tetapi kita harus membandingkannya dengan apa yang tertulis dalam kitab suci.

 

 

b.      Pola Hidup serba cepat

 

          Manusia cenderung memperoleh segala sesuatu secara cepat dan mudah (instant) Manusia tidak lagi berfikir bagaimana caranya, tetapi bagaimana mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. Mentalitas semacam ini, baik disadari maupun tidak, telah merasuk kedalam kehidupan gereja. Sebagai proses kehidupan yang serba cepat dan mudah misalnya saja mengenai kesembuhan, rezeki dan pemahaman iman.

 

 

c.       Materialisme

 

Pola hidup ini menciptakan mentalitas yang mengagung-agungkan materi atau benda. Segala sesuatu diukur atas dasar materi. Hal ini juga sering terjadi dalam gereja. Misalnya segala sesuatu di fokuskan pada pembangunan gereja secara fisik saja.[2]

 

Tawuran. Pertikaian yang  melibatkan  kelompok (pelajar atau masyarakat) marak  terjadi  akhir-akhir  ini. Sebuah  fenomena social yang  sebenarnya  bukan  baru,  tetapi  eskalasi  yang meningkat sepantasnya  membuat  kita  prihatin. Masyarakat  kita menjadi  sensitive  dan  sangat  reaktif  terhadap  'perbedaan  nilai'  atau  apa pun.  Krisis  kearifan  dan  toleransi.

 

Kedua, Kekerasan Terhadap  Minoritas.  Kasus  kekerasan  terhadap Ahmadiyah, HKBP dan  GKI  Yasmin yang belum  tuntas  adalah  'bom  waktu'  yang  membahayakan harmoni  kebangsaan  kita  yang  selama  ini  bercirikan toleransi. Pemerintah  oleh  berbagai  kalangan  dianggap "mandul & cuek"  atas  penjajahan  modern  ini.

 

Tentu  masih  ada indicator-indikator  lain  yang  mungkin  lebih  ideal,  bisa  kita  jadikan ukuran. Resistensi  beberapa  elemen  masyarakat di  Indonesia  ketika  Presiden  SBY  menerima  penghargaan "World Statesman Award" dari  Appeal Of  Conscience  Foundations (ACF)  di  New  York  pada  tanggal  30  Mei  2013  menunjukkan ada "goresan luka"  atau  ketidakpuasan elemen masyarakat  atas  penanganan  penindasan  terhadap kemajemukan. Pemerintah  dianggap  'membiarkan' adanya  penindasan terhadap kaum minoritas  yang  berbeda  dengan  yang  merasa  berhak atas rumah  kebangsaan ini.

 

 

Kehidupan  kebangsaan  kita, akhir-akhir  ini agak  terganggu. Terorisme,  radikalisme  dan  intoleransi  bukan  saja  menjadi  ancaman  bagi  NKRI,  tetapi  juga  perkembangan  oikumene  di  Indonesia.

 

  • Penganiayaan

 

Sejarah  gereja  merekam  bahwa  penganiayaan  terhadap  gereja  nampaknya  menjadi  pasangan yang  serasi,  atau  sulit  diceraikan  dari  keberadaan  gereja. Ada  banyak  sebab  terjadinya  penganiayaan,[3]  mulai  dari  politik, ekonomi, SARA  dan  social. Pada awal  perkembangannya,  gereja  sudah  diwarnai  'faksi-faksi' (1 Kor. Ps. 1-3), perselisihan  Paulus  dengan  Barnabas  (Kis. 15:35-41);  Perselisihan  Paulus  dengan  Petrus (Kitab  Galatia),  termasuk  pelaksanaan  konsili gereja  pertama  kalinya  di  Yerusalem  (Kis.  15), menyiratkan  bahwa  gereja  rawan pecah,  dan  berat  untuk  padu. J. I. Packer  menyorot  kerawanan  ini  berakar  dari 'sitz  im  lebben'  para  murid  Kristus  mula-mula  yang  berlatar  Yahudi[4].  Pada  zaman  Kristus  sendiri,  Yudaisme  sangat  beragam faksinya,  ada  Yudaime  politis  (Kaum  Zelot),  ada  Yudasime  Konservatif  (Orang  Farisi  dan  ahli  Taurat),  namun  juga  ada  Yahudi  Moderat dan  Liberal  (Saduki).

 

            Penganiayaan  didesain  oleh  pembuatnya  untuk  memecah  belah  gereja,  membuat  gereja  tertekan  dan  hancur,  tapi  sebaliknya  gereja  justru  'bersehati  berdoa" (Kis. 4:23-37 dan  Yoh 20:19-29). Demikian  pula  dalam perjalanan  sejarah  ger eja  modern  di  Indonesia  pada  periode  1995-2000,  gereja  di  Indonesia  mengalam 'tekanan-tekanan'  besar  dari  Pemerintah  maupun oposisi  gereja,  namun  pada  era  ini  gereja  bersatu,  lahirlah  organisasi-organisasi  oikumenis  atau  organisasi-organisasi  gerejawi  yang  selama ini  sectarian  sempit,  menjadi  inklusif  dan  terbuka.[5]

 

Usaha-usaha okumene 

 

Personal  ini  tidak  dimaksudkan  untuk  menyanggah apa  yang  sudah  disajikan oleh penulis  buku. Secara  khusus  gereja-gereja  yang  beraliran  reformed,  seharusnya  berterima  kasih atas  terbitnya  buku MISIOLOGIA  KONTEMPORER yang  telah  memberikan kritik,  argumentasi  dan  rekomendasi  agar gereja  aliran  reformed  'bangkit'  untuk  bermisi  kembali.

 

Untuk  bermisi  di Indonesia, ada  beberapa  saran sebagai  tanggapan usaha dalam okumene setelah  membaca  buku  misiologia  kontemporer,  secara  khusus  bab VIII,  point B.

 

  • Gereja reformed dan non  reformed  perlu  bersinergi dalam  menjalankan  amanat  agung  Tuhan Yesus. Tidak mungkin misi diusung gereja  tertentu. Sinergi  sangat  penting,  karena  beberapa  alasan :
  •  
  • Desaign tubuh Kristus sudah  jelas,  bahwa  secara  anatomi  kita  didesaign saling  butuh,  saling  menunjang dan  saling  menghormati demi  terwuudnya unity, termasuk  unity dalam  bermisi.
  •  
  • Sinergi menghasilkan  energy / daya  yang  lebih  besar  atau  maksimal.
  •  
  • Sinergi  membuat  kita  lebih tangguh  dan  kuat.  Alam  sendiri  memberi  analogi  bahwa  berjejaring (jala) mampu menangkap  ikan  lebih banyak  dibanding  dengan 'model pancing' (satu pancing satu ikan).
  •  
  • Gereja reformed  di  Indonesia perlu belajar  dari  sejarah misi gereja reformed belanda di  Indonesia,  pada  intinya  mereka  giat dan taktis  dalam bermisi.  Walau pun sempat  ada  tuduhan  sejarah bahwa gereja  membonceng pihak  colonial. Jika gereja reformed  yang  merintis  misi  di Indonesia ada masalah di system teologinya,  pasti  misi  mereka  juga  stagnan. Dengan  demikian  kita  sudah diyakinkan  bahwa gereja  reformed  belanda  yang memulai  misi  di  Indonesia sudah 'menang  dan  dewasa'
  •  
  • dalam mengelola  perbedaan  internal alirannya  sehingga  energy  misi  tidak  tereduksi oleh  karena perdebatan.
  •  
  • Gereja reformed  dan  non  reformed perlu  membuka ruang  diskusi  yang  terbuka  dan  dewasa  dalam membicarakan paradigma misi  masing-masing. Dengan forum  diskusi seperti ini  akan  meminimalisir  semangat  saling  menghakimi,  merasa  paling  benar,  merasa  paling  missioner.  Dan  sangat  mungkin  akan  terjadi semangat  saling  koreksi dari  masing-masing  kelompok. Jika suasana  dan  semangat  saling  mengenal  dan  memahami  terwujud, maka sangat  mudah  merealisasikan kerjasama  dalam  bermisi.
  •  
  • Dalam  bermisi, masing-masing  kelompok  harus  menghargai  paradigma  masing-masing.  Orang  bijak  berkata  bahwa  UNITY IS NOT UNIFORMITY  (kesatuan bukalah  keseragaman). Keragaman model  bermisi penyebabnya  terlalu  sulit  diuraikan.  Paradigma  teologi  misi  yang berbeda, konstruksi  teologi nya,  SDM dan  tenaga-tenaga  misi yang variatif, bidang  minat  misi  termasuk  usia pelayanan  badan misi  sangat mempengaruhi pelayanannya.
  •  
  • Jangan pernah meninggalkan doa dalam bermisi. Yesus, Paulus sebagaimana dicatat oleh  Perjanjian  baru meyakini bahwa DOA merupakan factor penting. Semua pola dan metode misi atau pelayanan, tanpa  doa  hanya lah metode (Billy Graham, damai dengan Allah) yang  pengaruhnya  hanya  sebatas  wilayah akaliah / jasmaniah. Narrator Injil Lukas  mencatat sebuah kronologi tentang  DOA  dan dampaknya, "akan tetapi  Ia  mengundurkan  diri ke tempat-tempat  yang sunyi dan berdoa....Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat  menyembuhkan  orang sakit" (Lukas 5:16,17). Lukas di bagian  kitab  lain  yang ditulisnya  juga memberikan  catatan  yang  hampir  sama menekankan  tentang urgensinya doa, "dan ketika  mereka sedang  berdoa,  goyanglah  tempat  mereka  berkumpul  itu  dan  mereka  semua  penuh  dengan Roh Kudus,  lalu  mereka  memberitakan firman  Allah  dengan  berani" (Kis. 4:31). Dari   catatan Lukas,  kita diberi  gambaran  yang  jelas  tentang  makna  doa  bagi seorang  juru selamat kita bahwa,
  •  
  • Doa adalah  prioritas  utama di atas agenda  apa pun. Kristus  yang sedang popular (naik daun), dan  sibuk tidak  mau  kehilangan  'kesempatan indahnya' berelasi dan berkomunikasi (Intimacy)  dengan Bapa,  sang  empunya  pelayanan / ladang misi.
  •  
  • Doa  adalah sarana  menghadirkan  atau pun berada di zona  kehadiran  Allah.  Ungkapan  kuasa  Tuhan  menyertai  Yesus,  juga  menegaskan  bahwa  Kuasa  yang berasal  dari  Allah lah  yang  terpenting di atas metode, atau pun  sumber daya manusia.
  •  
  • Mukjizat,  tanda-tanda  ajaib, seperti kesembuhan  adalah  konfirmasi  bahwa Allah  yang  diberitakan  Kristus sebagai Pribadi  yang  omni potent.  Apa  yang  terjadi  di gereja  mula-mula  bahwa "keberanian dan  semangat" dalam  bermisi  bukan  berasal  dari  factor  yang  dari luar diri para  murid,  tapi  dari  sang Parakletos  yang bekerja  dari  dalam  hidup  para  murid  yang  sedang  berdoa.
  •  
  • Sedangkan Paulus, seorang misiolog dan teolog yang  lengkap  pada zamannya  pun meyakini kuasa Allah dalam doa, "dalam  segala doa  dan  permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan segala permohonan  yang  tak  putus-putusnya  untuk segala orang kudus, juga  untuk aku, supaya  kepadaku, jika  aku  membuka  mulutku, dikaruniakan perkataan  yang benar,  agar  dengan  keberanian  aku  memberitakan  rahasia Injil,..." (Efesus 6:18, 19).[6]

 

 

 

 

BAB V

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

 

istilah oikumene berasal dari kata  Yunani "oikos", yang artinya rumah atau dunia; dan  kata "manein" , yang berarti  to live in, tinggal di dalam. Jadi Oikumene berarti: Rumah atau Dunia yang didiami bersama. Siapa yang mendiami dunia ini,  tentu tidak hanya orang  Kristen, tetapi juga orang-orang dari bermacam agama, suku, bangsa, bahkan seluruh ciptaan lainnya, seperti: tumbuhan-tumbuhan, binatang dan benda-benda yang ada di sekitar kita, sungai, gunung, laut, dsb. Karena itu Gerakan Oikumene memiliki makna yang luas, yaitu menunjuk kepada "sebuah gerakan untuk menjadikan dunia kita ini menjadi tempat hunian bersama",

 

 

Salah satu contoh Hambatan yaitu Umumnya kesatuan gereja terhalang oleh watak manusia yang tidak mau melepaskan dan mencurigai sesuatu yang asing hal ini terlihat, dari semakin kaburnya kepastian-kepastian yang telah ditetapak pada awal Gerakan oikumene sehingga banyak Gereja-gereja yang memandang sebelah mata terhadap aliran baru

 

 

Bersikap Kritis dalam Gereja itu perlu karena kita pasti akan mendapat tantangan, tantangan tersebut adalah tantangan internal dan tantangan eksternal.

 

  • Tantangan internal seperti Marturia,Koinonia,Kesombongan Mengasihi dan Pengajaran Sedangkan tantangan eksternal yaitu Materialisme, gaya hidup cepat, aliran sesat, tawuran, penganiayaan.
  • Salah satu contoh usah okumene yaitu: Gereja reformed  dan  non  reformed perlu  membuka ruang  diskusi  yang  terbuka  dan  dewasa  dalam membicarakan paradigma misi  masing-masing. Dengan forum  diskusi seperti ini  akan  meminimalisir  semangat  saling  menghakimi,  merasa  paling  benar,  merasa  paling  missioner.  Dan  sangat  mungkin  akan  terjadi semangat  saling  koreksi dari  masing-masing  kelompok. Jika suasana  dan  semangat  saling  mengenal  dan  memahami  terwujud, maka sangat  mudah  merealisasikan kerjasama  dalam  bermisi.

 

 

Daftar Pustaka

 

Hooft, W. A. Visser't Gerakan Oikumene dan Masa depannya, (Jakarta, BPK-GM, 1985) hlm.27

 

http://serlibatoran.blogspot.com/2013/09/bersikap-kritis-dalam-gereja.html

buku MISIOLOGIA  KONTEMPORER yang  telah  memberikan kritik,  argumentasi  dan  rekomendasi  agar gereja  aliran  reformed  'bangkit'  untuk  bermisi  kembali.Untuk  bermisi  di Indonesia, ada  beberapa  saran sebagai  tanggapan dalam usaha okumene setelah  membaca  buku  misiologia  kontemporer,  secara  khusus  bab VIII,  point B

Bamag  Surabaya,  Seminar  Wawasan  kebangsaan

J.I. Packer &  Merril C. Tenney,  Dunia  Perjanjian  Baru  (Surabaya : Penerbit  YAKIN)

Yongky  Karman,  Bunga  Rampai  Teologi  Perjanjian  Lama  ( Jakarta : BPK.  Gunung  Mulia,  2012); band.  DIETRICH Kuhl,  Sejarah  Gereja  (Batuu : Penerbit  YPPII).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun