Mohon tunggu...
apip budiantoSimamora
apip budiantoSimamora Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

saya seorang mahasiswa semester 5 yang memiliki kerinduan untuk berbagi cerita kehidupan dan gaya hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hambatan dan Tantangan dalam Upaya Berokumene

29 November 2019   22:10 Diperbarui: 29 November 2019   22:28 3495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kehidupan  kebangsaan  kita, akhir-akhir  ini agak  terganggu. Terorisme,  radikalisme  dan  intoleransi  bukan  saja  menjadi  ancaman  bagi  NKRI,  tetapi  juga  perkembangan  oikumene  di  Indonesia.

 

  • Penganiayaan

 

Sejarah  gereja  merekam  bahwa  penganiayaan  terhadap  gereja  nampaknya  menjadi  pasangan yang  serasi,  atau  sulit  diceraikan  dari  keberadaan  gereja. Ada  banyak  sebab  terjadinya  penganiayaan,[3]  mulai  dari  politik, ekonomi, SARA  dan  social. Pada awal  perkembangannya,  gereja  sudah  diwarnai  'faksi-faksi' (1 Kor. Ps. 1-3), perselisihan  Paulus  dengan  Barnabas  (Kis. 15:35-41);  Perselisihan  Paulus  dengan  Petrus (Kitab  Galatia),  termasuk  pelaksanaan  konsili gereja  pertama  kalinya  di  Yerusalem  (Kis.  15), menyiratkan  bahwa  gereja  rawan pecah,  dan  berat  untuk  padu. J. I. Packer  menyorot  kerawanan  ini  berakar  dari 'sitz  im  lebben'  para  murid  Kristus  mula-mula  yang  berlatar  Yahudi[4].  Pada  zaman  Kristus  sendiri,  Yudaisme  sangat  beragam faksinya,  ada  Yudaime  politis  (Kaum  Zelot),  ada  Yudasime  Konservatif  (Orang  Farisi  dan  ahli  Taurat),  namun  juga  ada  Yahudi  Moderat dan  Liberal  (Saduki).

 

            Penganiayaan  didesain  oleh  pembuatnya  untuk  memecah  belah  gereja,  membuat  gereja  tertekan  dan  hancur,  tapi  sebaliknya  gereja  justru  'bersehati  berdoa" (Kis. 4:23-37 dan  Yoh 20:19-29). Demikian  pula  dalam perjalanan  sejarah  ger eja  modern  di  Indonesia  pada  periode  1995-2000,  gereja  di  Indonesia  mengalam 'tekanan-tekanan'  besar  dari  Pemerintah  maupun oposisi  gereja,  namun  pada  era  ini  gereja  bersatu,  lahirlah  organisasi-organisasi  oikumenis  atau  organisasi-organisasi  gerejawi  yang  selama ini  sectarian  sempit,  menjadi  inklusif  dan  terbuka.[5]

 

Usaha-usaha okumene 

 

Personal  ini  tidak  dimaksudkan  untuk  menyanggah apa  yang  sudah  disajikan oleh penulis  buku. Secara  khusus  gereja-gereja  yang  beraliran  reformed,  seharusnya  berterima  kasih atas  terbitnya  buku MISIOLOGIA  KONTEMPORER yang  telah  memberikan kritik,  argumentasi  dan  rekomendasi  agar gereja  aliran  reformed  'bangkit'  untuk  bermisi  kembali.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun