Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Hidup terus bergulir, kau bisa memilih diam atau mengikutinya, mengacuhkan atau mempelajarinya. Merelakan, atau meratapinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Djoko

16 April 2016   12:40 Diperbarui: 16 April 2016   12:46 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak kepada siapa Rindu menyanyikan pertanyaannya menoleh. Kacamata hitamnya seakan menatap ke arah mata Rindu, atau begitu setidaknya yang Rindu rasakan. Senyum si bapak mengembang bak roti kurang bahan, senyum setengah ditahan. Karena dia tak begitu bisa mengukur senyum seperti apa yang pas untuk dia umbar. Sedang istrinya pernah mengatakan senyum lepasnya terasa menyeramkan karena gigi palsunya yang tak mau dia pasang. Sementara bagi si bapak, dia hanya akan merasa lebih palsu dengan memasang gigi palsunya. Dia orang yang apa adanya. Sedangkan perihal kacamata hitam, tak lebih karena matanya yang di mata istrinya akan tidak nyaman bagi orang-orang yang melihatnya. Begitulah orang buta. Tak dapat melihat pandangan orang yang tak dapat melihat. Melihat lebih dari sekedar luaran belaka.

"Ya, Dik, sebentar ya," lalu kembali membalikkan badannya dan melanjutkan mengurut pasien yang sedang ia tangani. "Sedang ada tamu. Adik duduk dulu saja."

"Baik, Pak," lanjut Rindu sambil duduk di sebuah kursi yang menempel di dinding. Lalu menunggu.

"Ayo, Dik, silahkan," kata Pak Djoko, Tukang Urut Tuna Netra, sebagaimana yang tertulis di depan rumahnya, sambil menunjuk ke kasur yang ada di hadapannya. Rindu lalu beranjak bangkit dan berbaring di kasur tersebut. Tetiba dia merasa sedikit lelah, sehingga pertanyaan yang tadinya dia ingin ajukan sekarang, dia tunda dulu. Mungkin setelah diurut, barulah ia akan bertanya.

Pak Djoko lalu mempersiapkan segalanya dan mulai mengurut Rindu. Tak lama dia angkat bicara,

"Wah, kecapaian ya Dik? Terasa sekali lelahmu, otot-otot yang kaku, menegang. Keseringan berlari sepertinya."

Rindu mengangguk mengiyakan, lupa bahwa Pak Djoko tidak bisa melihat.

"Hidup itu jangan terlalu diburu, Dik, nanti juga dapat. Tak perlu cemburu, nanti juga lihat."

Kata-kata itu lalu mengantarkan pikiran Rindu mengawang, dan dibarengi dengan pijitan Pak Djoko yang nyaman, Rindu pun terlelap.

---

"Pak Djoko itu siapa, Pak?" bertanya Rindu kecil kepada ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun