Mohon tunggu...
annisa nur afifah
annisa nur afifah Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa, yang berusaha ada dimana saja

contact me : IG : @annisa.naff e-mail : annisanurafifah36@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Embun Senja Bab II

20 September 2022   11:00 Diperbarui: 20 September 2022   13:59 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HARI BAHAGIAKU

Terdengar suara mobil masuk pekarangan rumah, bersaama rintik hujan malam ini. Aku segera meraih kerudungku, lalu berlari bergegas membuka pintu. Karena tak akan salah lagi, mas Indra ku yang datang.

“Kok ga ngomong sih mau kesini?” Tanyaku saat ia baru menginjakkan kaki di teras rumah.

“Kalo engga ngomong, ga boleh kesini nih?” Ledeknya sambil menyodorkan plastik berisi martabak telor.

“Habis, udah lama ndak kesini, senja pikir nyasar ke rumah siapa” Jawabku membuka candaan, dia hanya geleng-geleng kepala, lalu mengikuti ku masuk ke ruang tamu.

Mas Indra sudah dekat dengan keluargaku, begitupun aku, juga sudah sering bertamu ke rumahnya, sudah kenal dengan ibu dan adik-adiknya. Hubungan kami sudah masuk tahun ke-5. Jadi seharusnya jika tidak ada halangan, pertengahan tahun depan kami berencana untuk menikah. Awal tahun menjadi rencana acara lamaran kami.

“Gimana kerjaan, aman Ndra?” Tanya Bapak yang baru selesai sholat isya

“Alhamdulillah Pak, lagi dikasih banyak rejeki untuk lembur” Mas Indra menjawab sembari mencium tangan bapak.

“Alhamdulillah, tapi inget, tetep jaga kesehatan Ndra, kalo kamu sakit anak Ibu sedih, Ibu jadi ikut sedih” Guyon ibu yang datang membawa teh hangat dan martabak yang dibeli mas Indra.

“Jadi gimana, kalian sudah persiapa apa saja?” Ibu memulai pembicaraan tentang rencana cara lamaran kami, yang kurang lebih satu bulan lagi.

Aku tersenyum sambil menatap mas Indra. “Pelan-pelan kita siapin semunya bu” Jawabku, disambut anggukan mas Indra.

“Rencana Indra sih, pengennya cari EO untuk lamaran dan nikahan sama bu, jadi biar ga repot cari-cari lagi” Mas Indra menjelaskan “Indra yang tugas cari EO nya, nanti gimana-gimananya dilanjutin sama senja.” Sambungnya.

Obrolan malam ini pun berlanjut dan terasa hangat dan manis seperti teh buatan ibu.

***

Sabtu ini, aku kembali ke indomaret untuk mencari ice cream, setelah lelah membantu ibu membereskan rumah. Aku mulai sedikit gugup, karena tanggal lamaran pun semakin dekat.

Tak lama-lama, aku langsung menuju box ice cream untuk memilih ice cream yang cocok dengan moodku hari ini. Minggu ini seharusnya aku sudah menerima daftar EO yang telah dipilih oleh Mas Indra. Namun, hari ini mas Indra masih ada kegiatan lembur.

Aku tersenyum saat melakukan pembayaran dikasir, ku lihat mba Embun sedang duduk sendiri di teras indomaret poin, dengan kopi dan bukunya. Karena aku sedang tidak ada urusan, maka ku putuskan untuk menyapanya.

“Kayaknya kita jodoh ya mba” Kataku sambil duduk didepannya.

Mba Embun tersenyum. Senyum yang selalu membuatku kagum. Entah kenapa, aku hanya merasa , dia adalah orang yang sudah banyak melalui kejadian dan pembelajaran dalam hidupnya, sehingga menjadikan dirinya seperti yang sekarang.

Kami banyak membahas keadaan lingkungan sekitar, membahas kopi, ice cream dan tentang biodata diri masing-masing. Dan ternyata Mba Embun tiga tahun lebih tua dariku, seumuran dengan Mas Indra. Dalam percakapan singkat ini, aku merasa sangat nyaman berbicara dengannya dan sepertinya dia pun merasakan hal yang sama. Kemudian kami pun bertukar nomor WA. 

Baik aku dan Mba Embun pun saling mengomentari satus WA satu sama lain. Kadang, kami membahas hal-hal ringan hingga larut malam, dan aku pun semakin ingin mengenalnya, aku merasa memiliki sahabat sekaligus kakak perempuan, betapa menyenangkan.

Kami pun memutuskan untuk bertemu pada sabtu ini di Indomaret poin. Aku berencana mengajak Mba Embun untuk berdiskusi, membantuku menentukan tema acara dan dekorasi untuk cara lamaranku. Kebetulan Mas Indra sudah memberiku kontak EO yang telah dipilihnya. 

Namun, minggu ini dia masih harus lembur untuk menyelesaikan proyek akhir tahunnya. Jadi aku merasa Mba Embun adalah teman diskusi yang tepat. Dan dia pun sangat antusias dengan ajakanku untuk bertemu kembali.

Begitupun mas Indra, aku menceritakan tentang bagaimana pertemuanku dengan seseorang yang spesial yang bernama Embun dan selalu membuatku bersemangat. Mas Indra pun tak berkeberatan dengan rencanaku mendiskusikan konsep lamaran kami dengan Mba Embun, dia pun menyampaikan permintaan maafnya padaku, karena jarang memiliki waktu luang dengan ku untuk membahas persiapan lamaran kami. Aku pun tak mengapa, aku memaklumi.

***

“ Jadi kamu mau diskusi apa Sen? “ Tanya Mba Embun setelah meletakkan gelas kopinya. Kali ini kami ngobrol di bangku dalam Indomaret poin, karena diluar banyak yang merokok.

“Gini Mba, aku mau minta pendapat Mba Embun tentang konsep persiapan acara lamaranku.” Jawabku Malu-malu.

“Masyaallah, selamat ya, aku ikut berbahagia, kapan rencananya ?”

“Tiga minggu lagi mba. Akhir bulan Januari.” Jawabku sambil mengaduk ice mokaku.

“Pantes ya, status WA nya jodoh melulu.” Goda mba Embun dengan senyum khas nya.

Setelah satu jam kami berdiskusi, akhirnya aku sudah menentukan pilihan untuk tema acara lamarannya, yang akan digelar di kediamanku. Bedasarkan saran mba Embun, acaranya dibuat sederhana namun tetap formal. Dengan tema rustic yang dipenuhi bunga baby breath yang cantik yang kata mba Embun melambangkan cinta sejati, kemurnian dan ketulusan dari cinta abadi. 

Otomatis aku langsung menyetujuinya. Tak ku sangka, mba Embun sungguh menginspirasi. Rasanya aku benar-benar menemukan partner yang tepat. Rasanya kami sudah seperti sahabat lama.

Setelah diskusi selesai, aku akhirnya memberanikan diri menanyakan sebuah pertanyaan kepada mba Embun. Pertanyaan yang sebenarnya sudah ingin ku tanyakan dipertemuan kami sebelumnya.

“Mba, aku boleh nanya sesuatu?” Kataku memulai, dengan nada agak ragu-ragu.

“Tanya apa? Kok ragu begitu? Tanya aja, aku akan jawab jika memang aku tahu jawabanya.” Katanya ceria sambil memotong sosis bakar yang baru dipesannya dikasir Indomaret.

“Emmm, Mba Embun hari ini sudah banyak bantu aku tentang persiapan lamaran. Aku penasaran, apa Mba Embun juga sudah punya calon ? Karena sebelumnya kita saling tahu bahwa kita sama-sama belum menikah. Tapi, aku lihat, mba Embun selalu memakai cincin di jari manis kiri?” Jujur, aku gugup saat mengakhiri pertanyaan ini.

Dan benar, aku semakin gugup saat mba Embun menghentikan suapan sosisnya, dan kemudian menatapku beberapa saat. Aku bisa merasakan keheningan diantara kami. Tercipta jeda disana. Lebih tepatnya, aku yang menciptakan jeda disana.

Beberapa saat kemudian mba Embun tersenyum tipis, sambil menatapku, dengan tatapan teduhnya. Kedua tangannya menggenggam cangkir kopi.

“Calon ya?” Seolah dia berbicara dengan dirinya sendiri. “Memang ada sesorang yang datang secara baik-baik meminta kepada orang tua ku, dan aku pun menerimanya dengan suka cita.”

“Wah, beruntung sekali pasti laki-laki itu mba.” Respon ku bersemangat, saat ekspresi mba Embun sudah mulai biasa kembali.

“Benar, Beliau memang beruntung.” Kali ini aku melihat mata mba Embun mulai berkaca-kaca dibalik lensa kaca matanya.

“Mba? Are you okay ? Aku mulai disergap kebingungan.

Mba Embun hanya mengagguk dan tersenyum menatap cincin yang melingkar di jari manisnya.

“ Senja, bersyukurlah saat doamu dikabulkan, berarti Allah meridhoi, berarti Allah sayang. Setelah ini, tugasmu dimulai, untuk memastikan bahwa kamu tidak akan pernah lupa bersyukur atas pemberian Allah.”

Aku hanya terdiam, mendengarkannya.

“Setahun yang lalu, aku juga di posisimu. Sangat berbunga menunggu hari bahagia. Namun, mungkin saat itu aku sedikit terlena akan kebahagiaan dunia. Hingga aku sedikit lupa bersyukur pada-Nya.” Dia memutar cangkir kopi di tangannya.

“Setelah dua tahun berdoa, akhirnya Allah tunjukkan jawaban. Datang seorang lelaki yang sholeh kepadaku dan memintaku secara terhormat kepada Bapak Ibu, untuk menjaga dan membahagiakanku. Yang kemudian aku terima niatnya dengan suka cita. Rasanya saat itu hanya ada bahagia, tak ada cacatnya hidup ini.” Dia menghela nafas sejenak.

“Namun ternyata Allah lebih sayang, padaku juga pada dia. Sebulan sebelum pernikahan kami, dia berpulang, sebelum sempat menunaikan janjinya padaku. Menjadikan aku istrinya.” Kini Air mata menetes di pipinya. Aku masih terdiam tak tahu harus bagaimana.

“Buku yang selalu ku bawa ini, hadiah terakhir dari nya.” Dia menunjukkan buku itu padaku. “Menjadi Istri Shalehah” Tulisan yang ku baca pada sampul nya.

“Semua itu kenangan yang mebahagiakan, sampai hari ini pun aku masih menghormatinya.” Dia tersenyum padaku, seolah sebelumnya seperti tidak menceritakan kesedihan.

“Mba, aku minta maaf ya Mba, aku ndak menyangka kalau ternyata…” Aku tak mampu meneruskan kalimatku.

“Nggak papa, memang itu faktanya. Sehingga aku sangat bahagia melihatmu saat ini. Sampai di titik ini. Aku berdoa semoga memang dia yg dijodohkan untuk mu hingga jannah-Nya nanti.” Kali ini Mba Embun yang meraih tanganku.

“Terimakasih Mba” Tak terasa air mataku menetes, rasanya aku sangat bersyukur untuk kebahagiaan hingga hari ini.

“Akhirnya aku tahu mba, apa yang membuatmu special dimataku.”

“Hemm, maksudnya ?” Tanya mba Embun dengan wajah heran.

“ Iya, akhirnya aku tahu, kenapa aku selalu terpesona oleh dirimu Mba, ternyata benar, kamu adalah wanita special yang sudah banyak melalui pelajaran dalam kehidupan ini. Aku kagum dengan dirimu dari pertama pertemuan kita. Aku yakin Mba bukan wanita biasa. Dan aku merasa beruntung Allah pertemukan kita. Semoga Mba mau menerimaku sebagai sahabat, sahabat hingga ke syurga.” Aku membalas genggaman tangannya.

“Masyaallah, tentu saja. Kita sahabat Sen.” Kami saling tertawa.

Kami mulai membahas bagaimana pandangan pertama saat kami bertemu. Kenapa bisa kami dipertemukan di Indomaret. Dan kami terus tertawa tak percaya bisa sampai di hari ini.

“Mba, Aku doakan Mba Embun segera bertemu jodoh yang baru. Aku ingin kita sama-sama merasakan hal yang sama. Lucu kan kalau kita jalan-jalan sambil bawa pasangan..hehe” Kataku diatas motor saat mengantar Mba Embun pulang.

“Aamiin, semoga bisa terlaksana segera ya.”

Kami pun sama-sama berdo’a untuk hal yang sama.

***

Malam harinya aku bercerita panjang tentang kejadian hari ini pada mas Indra. Dia pun antusias mendengarkan, dan tak hentinya bersyukur untuk kebahagian kami hingga hari ini. Mas Indra pun menyetujui bagaiman konsep yang sudah aku pilih.

“Semoga Allah lancarkan niat kita ya” Mas Indra berdoa.

“Aamiin” Jawabku penuh doa.

***

..............................................................................BERSAMBUNG......................................................

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun