"Lalu, untuk apa tali plastik?" tanya Fahmi lagi.
"Begini, kawan-kawan. Kita jebak pembuang sampah misterius itu dengan membuatnya terjatuh, saat berjalan menuju pinggiran sungai," Udin mulai menjelaskan rencananya.
"Jika dia datang pada malam hari, pasti gelap gulita. Dia tidak akan melihat kalau kita sudah memasang tali perangkap, yang kalau tersangkut di kakinya, akan membuatnya terjatuh. Tali itu kita sangkutkan di antara seng kiri dan seng kanan di jalan lorong sempit yang akan dilewati orang itu. Tapi kita perlu tali plastik yang kuat. Kalau beli, kita tidak punya uang. Sebaiknya kita cari di dapur rumah masing-masing. Biasanya emak kita suka menyimpan tali plastik itu, untuk dipakai kalau diperlukan," jelas Udin panjang lebar.
Fahmi dan Saipul manggut-manggut.
"Boleh juga, ide kamu, Din," ujar Fahmi.
"Iya, bisalah kita coba," kata Saipul.
Mereka pun mencari tali plastik di dapur rumah masing-masing. Udin mendapatkan tali plastik di dapur rumahnya, tapi tali plastik bekas yang sudah tercerai berai. Tidak akan kuat untuk menjebak kaki orang, dan menjatuhkannya jika tersangkut.Â
Begitu pula Fahmi, sudah letih dia membongkar isi dapur rumahnya, tapi tidak ditemukan tali plastik.Â
Sementara Saipul, kebetulan bertemu dengan ibunya yang lagi memanaskan sayur di dapur. Saat Saipul bertanya apakah ibunya ada menyimpan tali plastik yang bagus, ibunya sempat bertanya: "Untuk apa?"
"Ada yang mau dibuat bersama Udin dan Fahmi, Mak." Seperti Udin dan Fahmi, Saipul juga memanggil ibunya dengan panggilan "Emak". Umumnya, anak-anak bantaran sungai memanggil orang tuanya, ayah dan emak atau bapak dan emak.
"Yah, sudah. Ambil di rak piring bagian bawah," kata ibunya.