Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Perempuan yang Takut Keramaian

21 Maret 2019   15:19 Diperbarui: 23 Maret 2019   11:51 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Keramaian ibukota (sumber: pixabay)

"Usia kandunganmu sudah berapa bulan, Maryam?" tanya Minah kepada Maryam saat tengah berkumpul.

Setiap hari minggu, beberapa wanita dewasa memang rutin mengadakan acara mengaji. Mereka bergilir membaca Al-Quran. Pun bergilir dari rumah ke rumah para anggota. Mereka saling berlomba mengkhatamkan. Kegiatan yang terlihat bagus. 

Namun, siapa menyangka di sela-sela itu beberapa kebiasaan buruk menyelinap. Salah satunya adalah bergunjing. Ya, kebiasaan itu seperti menjadi momok menakutkan bagi Maryam. Entah sejak kapan, ia selalu merasa mual ketika teman-temannya mulai ribut menggunjingkan orang. Baik menggunjingkan artis, salah satu teman atau siapa pun.

"Alhamdulillah sudah dua bulan, Mbak," balas Maryam sambil tersenyum.

Ia memegangi perutnya yang masih belum kentara. Bahagia, tentu saja. Maryam menikah tiga bulan yang lalu, beruntung sekali dengan cepat ia diberi kepercayaan untuk mengandung anak pertamanya itu.

"Kamu beruntung, Maryam. Coba lihat itu Marni, dia menikah sudah empat tahun tapi sampai sekarang masih belum juga dikasih anak sama gusti Allah. Mungkin dia memang mandul," ucap Minah, berbisik di bagian kalimat terakhir. Melirik Marni yang duduk agak jauh dari mereka. Tepat di samping pintu masuk.

"Tidak Mbak Minah, Marni mungkin memang belum diberi kepercayaan saja," balas Maryam menyanggah ucapan Minah.

"Dia itu memang mandul, Maryam. Kamu ini tidak percayaan," balas Minah memasang tampang kecut.

Tetiba Maryam merasa pusing. Perutnya pun mual. Wajahnya berubah pucat. Dia bosan mendapati keadaan seperti ini. Tidak, dia tidak perlu merasa bosan sebab ini bawaan bayi. Dia tengah mengidam.

"Kamu kenapa, Maryam? Mual lagi?" tanya Minah melihat keadaan Maryam.

Maryam hanya mengangguk. Tangan kirinya memegangi perut, sementara tangan kanannya menutup mulut. Pusing yang dirasa semakin hebat. Maryam merasa tidak kuat. Ingin beranjak dari tempat yang tetiba membuatnya merasa pengap.

"Orang kalau lagi hamil memang seperti itu, Maryam. Kalau tidak kuat sebaiknya kamu pulang saja tidak perlu ikut mengaji dulu," ucap Minah merangkul bahu Maryam.

Yang lain pun mulai mendatangi Maryam dan menanyakan keadaannya. Setelah lama berpikir akhirnya Maryam memutuskan untuk pulang saja.

***

Maryam meringkuk di kamarnya. Pusing dan mualnya sudah sedikit menghilang. Merasa jenuh hanya berbaringan, ia mencoba bangun.

"Sudah baikan?" tanya Adam suaminya.

Adam memang menunggui Maryam sejak tadi. Mendengar Maryam pusing dan mual, Adam memutuskan berdiam diri menjaga istrinya. Mempercayakan kedainya kepada beberapa orang kepercayaan.

Usaha yang dijalankan Adam memang semakin berkembang. Terlebih sejak menikah, usahanya kian berkembang pesat. Hanya kedai siomay memang, tapi berkat kegigihannya Adam kini bisa dikatakan telah menjadi seorang pengusaha yang sukses. 

Kedainya memiliki beberapa cabang, pun memiliki puluhan karyawan. Tuhan memang Maha Baik, bermula dari berkeliling kampung menjajakan siomay dengan motor, kini ia tumbuh menjadi seorang founder yang bergelimang penghasilan.

"Alhamdulillah sudah, Mas," balas Maryam.

Adam membantu Maryam bangun. Menuntunnya berjalan ke ruang depan.

"Maryam tidak tahu, kenapa Maryam sering sekali seperti ini. Terutama kalau sudah kumpul-kumpul sama orang," keluh Maryam.

"Itu bawaan dari bayi di perut kamu, Maryam. Kamu tidak perlu khawatir," balas Adam menghibur istrinya.

Adam mengelus kepala istrinya yang terbalut hijab, kemudian merebahkannya di pundak, dan merangkulnya dengan mesra.

"Tapi Mas, di rumah Maryam aman-aman saja. Tidak pernah merasa mual," ucap Maryam.

"Itu artinya kamu alergi keramaian," balas Adam sambil cekikikan. Maryam mencubit perut Adam. Semakin mengeratkan pelukan. Maryam merasa bersyukur sekali memiliki suami seperti Adam. Dia laki-laki baik dan perhatian.

"Maryam juga mulai suka mual-mual kalau buka facebook atau aplikasi sejenisnya, Mas," ucap Maryam. Adam merenggangkan pelukan. Menatap heran istrinya.

"Maryam merasa kesal sekali tiap orang-orang mulai menggunjingkan sesuatu. Kalau sudah seperti itu, Maryam pasti nanti pusing terus mual. Mas tahu kan beberapa hari ini Maryam tidak suka buka-buka Hp, ya karena itu," ucap Maryam manja. Ia sedikit memonyongkan bibirnya.

"Jadi kamu merasa itu yang membuat kamu pusing dan mual?" tanya Adam. Sebelah tangannya masih merangkul pundak Maryam.

"Iya," balas Maryam menatap mata suaminya itu.

"Kalau kamu merasa tidak nyaman dengan itu, sebaiknya kamu lebih banyak di rumah saja dulu, ya. Ini demi kesehatan kamu, juga bayi kita," balas Adam mencoba mengambil sebuah keputusan.

"Tapi Mas, nanti orang-orang menggunjingkan Maryam," sela Maryam.

"Tidak usah pedulikan apa kata mereka," balas Adam.

Maryam tersenyum mendengar tanggapan dari Adam. Merangkul kembali suaminya dengan mesra. Pun Adam, kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening Maryam.

***

Kehamilan Maryam sudah tampak besar. Usia kandungannya sudah memasuki bulan ke sembilan. Tinggal menunggu waktu sebentar saja Maryam akan melahirkan. Sejak kejadian itu, Maryam lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Ia pun sudah tidak ikut lagi acara ngaji mingguan bersama teman-teman tetangganya.

Maryam bukan berniat hendak memisah jarak dari mereka. Sesekali Maryam juga mengobrol dengan mereka jika bertemu saat belanja atau bertemu di jalan. Maryam melakukan itu hanya untuk kandungannya.  Awalnya Maryam mengira pusing dan mualnya hanya akan berlangsung selama hamil muda saja, tetapi ternyata sampai hamil tua pun tetap sama. Maka dari itu ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya dengan membaca, mengaji atau melakukan hal-hal lain yang bisa ia kerjakan di rumah.

"Mas, perut Maryam sakit sekali," rintih Maryam.

Ia memegangi perutnya yang sudah besar. Meletakkan buku yang tengah dibacanya di meja. Adam yang tengah mengopi di sebelah istrinya langsung bertindak. "Kamu pasti mau melahirkan, Maryam," ucapnya.

Dia kemudian memapah istrinya, membawanya masuk ke mobil untuk pergi ke rumah sakit.

"Istrimu mau melahirkan, Adam?" teriak Mbak Minah yang saat itu melihat Adam memapah istrinya masuk ke mobil.

"Iya nih, Mbak. Saya mau bawa Maryam ke rumah sakit," balas Adam.

"Lihat tuh Maryam, mentang-mentang sudah kaya, sudah enggan dia menyapa kita," ucap Minah kepada Ratna yang memang tengah bersamanya. Adam mendengar ucapan itu, tapi hanya mengabaikannya.

"Saya pergi dulu Mbak Minah, Mbak Ratna," pamit Adam sebelum menjalankan mobilnya.

"Mereka tadi membicarakan Maryam, Mas?" tanya Maryam ke suaminya.

"Tidak usah dipikirkan," balas Adam kemudian mulai menyalakan mobil dan menjalankannya.

***

Sudah sekian tahun, Maryam lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Dia masih ramah jika berpapasan atau bertemu tetangga, hanya saja ia tidak menyangka kalau rasa pusing dan mualnya masih tetap selalu dirasa. Bahkan meski waktu berlalu sudah cukup lama.

Maryam kini memiliki dua orang anak. Putra putri yang kini telah tumbuh dewasa. Usaha Adam semakin lama semakin bertumbuh pesat. Mereka pun kini dikenal sebagai orang paling kaya di kampung mereka. Semua berkat kegigihan Adam dalam berusaha. Selain gigih, Adam juga dikenal sebagai bos yang baik terhadap karyawannya. Katanya, dia sering memberi bonus kepada mereka.

Haikal, anak pertama mereka menempuh pendidikan di Madinah. Dia seorang anak kebanggaan, semasa kecilnya di usia yang masih 12 tahun dia mampu menghafal Al Quran 30 Juz. Semua berkat bimbingan sang ibu yang begitu telaten melatihnya.

Lalu Fatima, adik Haikal dia sudah dipinang oleh seorang anak dari pemilik pondok pesantren terkenal di Jawa.

Meski Maryam dikenal sebagai wanita yang sombong oleh teman-teman di sekelilingnya, tapi sebenarnya Maryam adalah seorang ibu yang sukses mendidik anak-anaknya menjadi manusia hebat.

Dia hanya takut keramaian. Bukan, lebih tepatnya, dia seperti memiliki phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan gunjingan. Setiap mendengar seseorang membicarakan hal-hal buruk, pusing dan mualnya akan kambuh. Itu terjadi berpuluh-puluh tahun, sejak ia hamil anaknya yang pertama. Ya, bukan sebab tengah mengidam alasan utamanya. Tapi entah.

"Umi, Abi." Haikal mencium tangan ibu dan ayahnya. Dia baru pulang dari Madinah. Maryam mendekapnya erat. Menciumi kepala Haikal berkali-kali. Wajar, sebab sudah lama sekali Haikal tak pulang.

"Anakmu sudah pulang, Maryam?" tanya Mbak Minah yang kebetulan lewat di depan rumahnya.

"Iya Mbak Minah, Alhamdulillah," balas Maryam sambil tersenyum dengan masih memeluk anak kesayangannya.

"Anaknya itu pasti deh sesombong ibunya."

Suara Mbak Minah terdengar di telinga Maryam. Seketika Maryam mual-mual. Ia melepas pelukannya. Memijit kepala yang juga mendadak terserang pusing.

"Bawa Umi masuk Haikal," ucap Adam. Kemudian mereka memapah Maryam masuk ke dalam rumah.

Kaohsiung, 21 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun