Suatu hari, Aluna mendapat kabar dari kampus bahwa dia terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar selama satu semester di luar negeri. Kesempatan ini adalah impian yang sudah lama dia nantikan, namun juga berarti dia harus berpisah dengan Amir untuk sementara waktu.
“Aku tidak tahu bagaimana harus memberitahumu Amir,” kata Aluna ketika mereka bertemu di sebuah kafe. Matanya berkaca-kaca, dan Amir bisa melihat kekhawatiran di wajahnya.
“Ada apa, Luna?” tanya Amir dengan lembut, menggenggam tangan Aluna.
“Aku… aku diterima dalam program pertukaran pelajar. Aku akan pergi selama enam bulan,” jawab Aluna pelan, menundukkan kepalanya.
Amir terdiam, mencoba mencerna kabar tersebut. Perasaan bahagia dan sedih bercampur dalam hatinya.
“Itu kabar yang luar biasa, Luna. Aku sangat bangga padamu,” katanya akhirnya, meski hatinya terasa berat.
“Tapi itu berarti kita harus berpisah lagi, kali ini lebih lama,” tambah Aluna dengan suara gemetar.
Amir menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.
“Kita sudah pernah melewati jarak, Luna. Aku yakin kita bisa melakukannya lagi. Aku akan mendukungmu, apapun yang terjadi.”
Perpisahan mereka di bandara penuh dengan air mata dan harapan. Amir menatap dalam Aluna, mencoba menahan kesedihannya.
“Jaga dirimu baik-baik di sana. Aku akan selalu menunggumu,” bisiknya.