Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Ismail the Forgotten Arab [Bagian 23]

19 September 2017   07:17 Diperbarui: 19 September 2017   08:39 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dok.pribadi

Bosan

Meski aku mengagendakan beberapa kegiatan namun tetap saja di tempat ini bosan Mungkin kebosanan lebih tertutupi oleh serangan musuh yang ada setiap saat penyerangan musuh, Semua orang mungkin takut meninggalkan dunia ini. Jujur saja kau takut dengan meriam tersebut dan dengan peluru. Kadang kalau mereka menerjang ke arahku membuatku takut sehingga aku berusaha untuk menembak mereka.

Ada yang dengan mengobrol mereka mengurangi kepenatan mereka. Yah, mereka senang mendengar cerita dari kakek Bulgaria. Akupun senang mendengar ceritanya dan ia mengetahui sejarah mengenai Utsmaniyyah. Aku mengetahui hingga aku mendengarkannua  dan bahkan aku mencatat di catatan buku yang lain.   Aku  akan menceritakan hal ini. Ada juga yang menggaji di pinggir parit dengan suara yang syahdu. Aku kira itu Syuaib. Suaranya indah sekali dan menghibur hatiku. Kalau di desaku ada Paman Bintang yang bisa menggaji dengan suara yang merdu sekali. Katanya ia mendapatkan pendidikan di Koda, Malaysia . Ia memang setara dengan qori International dan ia juga setara kalau -aku tidak berlebihan- dengan Imam Masjidil Haram. Konon katanya ia pernah ditawari bekerja di Masjidil Haram namun ia lebih menyukai tinggal di negerinya sendiri sambil memelihara sapi dan mengajarkan ilmu-ilmu agama pada para orang yang awam.

Kalau aku tentu saja menulsi buku ini . Hal ini selain berguna untuk menjadi pengingat jika ada yang lupa dan juga berguna bagi aku nanti harinya. Aku mau setiap orang Arab tahu bahwa inilah perjuang leluhur mereka di tanah Khilafah. Seperti Abu Ayyub yang mempunyai kuburan di Konstatinopel.

Aku sengaja mendekat Syuaib yang mempunyai nama panggilan Abu Musa karena anakn tertunay bernama musa. Aku menyimak dengan penuh penghatan. Ia merasa seperti disimak dan mungkin ia pikir aku hendak berbciara dengannya sehingga ia menghentikan bacaannya.

"Aku sedang mendengarkan. Mengapa engkau menghentikan bacaanmu?"

"Aku pikir tuan mempunyai suatu perintah untukku"

"Ini waktunya istirahat dan kua sedang beristirahat dan biarlah teman yang lain turut berjaga. Aku senang mendengar lantunan suaramu"

Tidak ada rasa jumawa di wajahnya. Mungkin ia beristighfar karena mendapat pujian dariku.

"Aku juga sudah selesai dan aku akan mendengarkan apapun perintahmu"

Sepertinya ia merasa tidak enakkarena komanndanya sendiri sudah datang . Padahal aku ingin terus mendengarkan namun ia tampaknya merasa tidak enanka

"Baiklah, aku ingin tahu dimaan kau belajar membaca Al Qura'an aku ingin sekali membaca dengan suara yang bagus. Aku selalu tidak bisa menjelaskan dengan mahraj"

"Hal itu bisa kita lakukan selalu mengulang. Tuanku jangan putus asa jika sulit untuk mengucapkan mahraj tersebtu tetapi tuankahnjuga orang Arab pasti tidak sulitlah untuk mengucapkan mahraj"

"Ya, tapi aku sudah lama hidup di luar Arab. Lingkungan Arab yang akrab dengan panas tidak kudapatkan di negeriku yang jauh ke sana"

"Kalau boleh tahu dimana negeri tuan"

"Negeriku jauh di sana. Negeri tersebut dulu wilayah kesultanan Melayu dan kini dijajah oleh kolonial Belanda."

"Masya Allah, Aku belum pernah membayangkan pergi ke sana.Kalau keTangier, Eropa,atau Kaukasia ituish masih dalam jangakaunkita namun ini Timur Jauh. Sungguh luar bias. Aku pun tertarik ke sana",katanya menunjukkan kegaumannya

"Abu Musa. Pasti kau mengajarkan Al Qur'an pada anak-anakmu"

"Ya, aku mengajarkan anakku Alqur'an dan juga anak tetangga menjadi kenikmatan sendiri seorang pengajar. Kalau tuan apa aktivitas tuan ?"

"Aku seorang penggembala sapi di negeriku. Aku mempunyai ratusan sapi dan aku ke sini untuk membantu Turki"

"Kalau demikian kita mempunyai tujuan yang sama untuk membela negeri ini. Panggilan jihad di negeriku sangat disambut oleh orang --orang Syria dan mereka lebih bergabung ke sini daripada mengikuti hasutan orang Inggris atau Perancis",katanya mengenang.

"Aku mau kau mengajarkan para prajurit dan aku?"

"Tapi tuan. Aku ini fakir ilmu"

"Tetapi bukankah kau lebih berilmu dariku?"

Akhirnya ia setuju dengan memberikan pengajaran dariku dan aku sangat senang sekali.

 

Tembakan musuh

Belum lagi pasukanku genap menjadi tiga puluh kini ada seorang prajurit yang terkena tembakan . Tentara tersebut sedang berajaga dan ia tidak melihat yang menembaknya dan bahkan kawan yang disampingnya hanya segera menembakkan senapannnya beruntuntan, Dan senapan mesin mungkin menghalau orang tersebut. Kini kami hanya tiga belas plus dengan Mulazim 14 orang. Tentu saya sangat cemas dengan hal ini.

Mulazim juga tampaknya sudah khawatir dengan menurunnya pasukan nya. Ia bertanya padaku

"Mungkinkah penembak jitu yang menembaknya"

"Aku rasa tidak kalau penembak jitu pasti yang memegang senapan mesinpun terkena lebih dahulu. Mungkin orang tersebut cuma berlatih saja. Bukankah kita menembak mereka jika ad kesempatan"

"Aku mau kalian semua waspada karena sniper sudah ada. Kita harus memperhatikan gerak kita kalau lengah sedikit saja kita akan merasakan peluru mereka"

Semua yang ada mengangguk. Mereka segera kembali ke posnya masing-masing. Mereka bersiaga dan mendengar apa saja pergerakan musuh. Kalau ada saja sedikit gerakan mereka waspada. Terlebih lagi kalau bunyi peluit maka mereka harus lebih siaga lagi dengan itu.

Mereka sudah mendapatkan pelatihan dari seorang sniper Jerman yang bernama Baron Francis Frederich. Ia seorang sniper yang sangat mumpuni dan sudah menyerang sniper Inggris, Perancis dan Australia sekalipun. Reputasinya sangat berbahaya di berbagai medan perang baik di Somne maupun di Galipoli.

Selama dua jam penjagaan tidak ada pergerakan yang berarti dalam perang ini.  Aku melihat pohon yang tampaknya posisinya bukan di tempat yang tadi. Pohon tersebut bergerak atau saya yang lupa letak pohon tersebut. Aku mengamati pohon tersebut namun tampaknya pohon tersebut seolah diamati oleh diriku sehingga ia tidak mau bergerak. Aku hendak  membidik tanaman tersebut namun khawatir dengan  pasukan Australia yang mendengar tembakanku sehinga mereka akan mengetahui posisiku.

Aku berbisik pada Mulazim, siapa yang ada dalam pohon tersebut. Ia mengisyaratakan agar tidak menembak pohon tersebut. Aku patuh dan tidak mau untuk menembak orang tersebut. Aku berbisik kepada sampingku agar jangan menembakinya.

Dalam waktu tidak lebih dari satu menit dai pasukan Australia terdengan teriakan dan mereka membalas tembakan dengan senapan mesin. Suara gaduh muncul dari parit pasukan Australia. Mereka langsung menembakkan artileri ke arah kami. Kami menunduk di balik parut tersebut .

Aku melihat orang yang ada dalam pohon tersebut segera bergerak dengan cepat menghindari peluru yang menungkik. Ia meloncat dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menghindari tembakan artileri. Aku melihat ada seorang prajurit Australia yang keluar dari parit dan ia sudah membidik sniper Turki tersebut. Aku membidik orang Australia tersebut yang mengenakan bedil biasa.

Sebelum ia menarik telunjuk di picu senapan aku sedang menghempaskan sebuah peluru ke sana dan menghantam tubuhnya dan terhempas Sniper tersebut sempat melihat ke belakang melihat orang yang membunuhnya terhempas. Ia bahkan lari lagi diantara serangan bom.

Kami menjulurkan tangan pada orang tersebut yang nampaknya cemas dengan serangan artileri musuh. 10 meter lagi bahkan peluru menghujani kami sehingga kami merunduk kembali. Si sniper maju lagi dan berlari dengan kencang dan langkah lebarnya memasukkan dirinya kembali ke dalam parit. Setelah itu artileri mereka meluncurk kembali. Mulazim menyambut sniper tersebut dan menepuk-nepuk punggungnya tanda bahagia. Ia juga berterima kasih pada diriku karena ia tertolong oleh tembakanku.

Abdullah The Terrible

Aku berkenalan dengan seorang penembak jitu yang luar biasa. Ia memang membantu kami dalam perang ini karena tembakan tepatnya. Konon katanya ia berhasil membunuh seorang Jenderal Inggris. Operasi mereka sangat berbahaya dan menimbulkan ketakutan tersendiri di kalangan pasukan sekutu.

"Namaku Ismail, Tuan..?"

"Aku Abdullah"

"Masya Allah..Abdullah The Terrible" , aku berdecak kagum mendengar namanya yang menjadi momok yang menakutkan bagi pasukan musuh.

Wajah Abdullah  tidak terpengaruh oleh pujianku yang setinggi langit. Ia tetap tawadhu dan merendah kan hatinya.

"Itu pekerjaan pers Australia yang membuat julukan padaku. Aku sebenarnya bukan the terrible. Mereka hanya membuat suatu pengakuan yang terlalu berlebihan. Aku sama seperti sniper lainnya yang menembak tepat dan aku kira aku tidak istimewa dibandingkan yang lain"

"Tetapi reputasi tuan. Masya Allah", aku menjadi malu karena memujinya. Mungkin ia adalah orang yang sangat tawadhu untuk memperoleh kehormatan pujian.

"Aku hanya diberi tugas oleh komandan Batalion kalian agar menyerang komandan di sana. Aku yakin komandannya tadi tewas dan mereka tidak akan untuk menyerang kita lagi dalam waktu yang dekat ini"

"Syukur kalau begitu. Kami sementara bisa tenang menghadapi serangan mereka dan para sniper mereka yang telah membunuh seorang"

"Kau tahu di tempat lain mereka telah membunuh satu peleton dalam waktu 30 menit"

Tentu saja aku terkejut mendengar penuturan tersebut. Aku ingin mengetahui cerita yang lain

"Dimana mereka beroperasi?"

"Mereka beroperasi di sektor 17"

Bukankah sektor 17 tempat pamanku sendiri. Aku mengkhawatirkan keselamatan pamanku. Aku berdoa dalam hati bahwa tidak terjadi sesuatupun yang buruk bagi pamannya. 

"Mereka terdiri dari satu regu sniper dan pasukan infantri mereka. Ketika mereka kehilangan pimpinan. Pasukan Australia segera menghajar mereka hanya menyisakan lima orang peleton saja yang lari tunggang langgang. Aku menembak pimpinan mereka serta lima prajurit Australia sehingga mereka berlari terbirit-birit. "

"Aku kira penting sekali.Aku harus mendapatkan nasehat bagaimana dari penyerang sniper. Tadi seorang pasukan kami tewas dan kami sudah kehilangan banyak teman"

Si Abdullah menjadi prihatin.

"Sulit sekali untuk melawan mereka karena mereka pasti sembunyi dan mereka sudah mengantisipasi seluruhnya. Misalnya mereka mau menembak pasti mereka sudah mengetahui siapa saja yang akan bereaksi melihat tembakan mereka. Namun mereka tetap saja manusia kau bisa melihat kelemahan dari berbagai sniper ini"

Aku menggaruk kepala bagaimana aku tahu jika aku tidak melihat tiba-tiba ada orang yang menembakku di dada. Aku pikir ini sesuatu yang impossible. Belum isyu mengenai Gurkha pergi kini ada penembak jitu lagi perang ini semakin diramaikan oleh persenjataan yang sangat canggih dan modern.

"Esad Pasha sudah mendalamkan lubang pertahanan kami. Apakah lubang pertahanan cukup membantu kita dari serangan sniper"

"Ya, itu penting sekali sebab tidak semua pasukan dalam sekutu adalah pasukan khusus dan mudah-mudahan kita yang hadapi adalah pasukan reguler biasa yang bisa kita kalahkan seperti sebelumnya. Asalkan?", kata sniper tersebut mencoba menguji diriku

"Aku tidak tahu, asalkan apa?"

"Tuan harus disiplin dalam berperang sebab kesalahan sedikit sudah akan terlihat fatal sekali. Kita harus menunduk terus kecuali ada perintah yang datang. Asal mereka sabar saya maka semuanya akan terselematakan. Ia meminta komandan peleteon untuk memperkenankan mengenai  perlindungan untuk pasukan. Hal ini untuk agar  mereka dapat bertugas dalam waktu yang ringkas ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun