“Daisy, kurasa ini bukan saat yang tep—ehh, apa? Dari mana kamu—ahh, shit aku lupa merapikan meja. Apa…?! Inisial katamu? Damn, benar juga. Thanks Hon, I’ll get you later. Bye—“
“Daan,” seru Dwipa saat akan keluar dari dalam kantornya. “Untung kau sudah di sini.”
“Eeh…?”
“Sanur. Hotel yang baru direnovasi tiga bulan yang lalu,” sahut Dwipa menjawab keanehan di wajah Daan.
“Biar saya tebak,” sahut Daan mengiringi langkah Dwipa. “Korban lainnya dengan inisial; D.” Daan bisa melihat tanya besar dari tatapan Dwipa kala memandang kepadanya, sebelum keduanya menghilang di pintu berikutnya.
“Hebat,” seru Dwipa menuruni anak tangga. “Tapi sudah tidak terlalu penting.”
“Maksud Anda, Ndan?”
“Kali ini korbannya tidak sampai kehilangan nyawa, dan—“ keduanya berada di dalam satu mobil yang sama. Dwipa yang mengemudi. “—Si korban berhasil menangkap pelakunya.”
Keterkejutan Daan sekaligus kelegaan akan tertangkapnya pelaku dijawab Dwipa dengan raungan mobil yang meluncur ke arah timur.
Daan masih berdiri bersidekap dada, menunggu dua perawat itu keluar dari kamar tersebut. Di atas ranjang, seorang pria tergolek lemah. Ia baru saja menjalani operasi darurat—beberapa jahitan di areal kemaluannya.