Brakk…
Krakk-krak… bummm…
“Hoiii, apa-apaan kalian…?!”
“Ada seseorang yang mengganggu, Pak!” teriak seorang pekerja.
Satu bagian dari kerangka yang sudah didirikan berderak tumbang, menyusul satu bagian lainnya. Sontak beberapa orang yang bertugas membabat pepohonan sama menghentikan kegiatan mereka.
“Itu dia! Kejar…!” teriak seorang lainnya.
Berpikir jika yang mengganggu pekerjaan mereka lebih dari satu—dan belum mengetahui jika sosok itu ternyata seorang bocah belasan tahun—semua pekerja sama waspada. Tidak ada lagi bunyi gergaji mesin yang terdengar. Berganti hiruk pikuk dari teriakan sejumlah mulut, mengejar Aryan.
“Hutan ini, rumahku. Tanah ini, jalanku. Kejar aku jika kalian sanggup…!” tawa Aryan seorang diri.
Terbukti, para pekerja dan sejumlah preman berpakaian ala aparat negeri cukup kesulitan menyusul Aryan. Alih-alih untuk menangkap bocah tersebut.
Bagi Aryan, kelebatan hutan bukan penghalang lincahnya langkah kaki meski gelap malam menyelubungi sekalipun. Berlari memasuki kegelapan, menghindar, dan muncul lagi dari sisi yang lain. Memutus ikatan simpul dari kerangka-kerangka bangunan, merobohkannya, dan kembali menghilang ke dalam gelapnya malam.