Kasus yang menimpa seorang wanita lanjut usia (nenek ), Mbah Saeni (53) , pemilik warung makanan emperan di Kota Serang , Banten kini banyak menuai simpati. Kasus tersebut bermula dari berita yang ramai diperbincangkan di medsos dan media mainstream . Kompas.com tertanggal 12 Juni 2016 , memuat berita yang menjadikan hati ini terenyuh. Berita itu dilengkapi pula dengan photo seorang nenek dengan mimik sedang menangis sedih. Disebutkan nenek yang menangis tersebut adalah bernama Saeni , pemilik warung nasi emperan yang sehari harinya dipanggil “ mbah Eni “. Ia menangis dagangannya hari itu habis disita dengan sewenang wenang oleh Petugas Pol PP Pemkot Serang, Modalnya hanya pada dagangan makanannya yang disita itulah. Kini ia tak punya modal lagi.
POL PP LAKUKAN RAHAZIA RESTORAN DAN WARUNG MAKAN
Sebenarnya rahazia oleh petugas Pol PP Pemkot Serang terhadap restoran dan warung makanan yang buka pada siang hari pada bulan romodhon ini, sudah dimulai sejak hari puasa pertama.
Pol PP Rahazia Warung nasi emperan Mbah Eni
Siang itu selepas sholat jum’at , tibalah giliran warung makan Mbah Eni yang terkena rahazia . Petugas Pol PP marah marah kepada Mbah Eni. Mereka menyalahkan Mbah Eni. Kenapa warung Mbah Eni buka pada siang hari . Tanpa “ba bi bu “ para petugas Pol PP tersebut langsung meringkasi seluruh dagangan Mbah Eni dan mengangkutnya keatas kendraan yang akan diangkut ke Pemkot Serang.
Melihat dagangannya di ringkasi dan akan diangkut ke Pemkot Serang, sebagai orang desa , tentu mbah Eni ngak paham dan menjadi bingung. Ia menangis tersedu sedu.
Namun tangisan Mbah Eni tersebut tak dihiraukan. Aparat Pol PP Pemkot serang , keukeh dan tetap mengangkut barang dagangannya. Aparat Pol PP merasa tindakannya sudah benar. Mereka menjalankan perintah atasannya.
Melihat semua itu tentu saja sebagai orang desa dan berumur Mbah Eni tak berdaya.
Ia hanya bisa menyesali nasibnya.
Mbah Eni menyesali nasibnya hanya bisa menangis
Karena menyesali nasibnya itulah , Tak pelak saat itu juga pecahlah tangisan tersedu sedu Mbah Eni melihat dagangannya diangkut petugas Pol PP ke Pemkot Serang. Sebelum diangkut , Ia sempat memohon kiranya dagangannya itu jangan disita. Ia sudah memberitahu kepada aparat dikala itu, bahwa ia tak memiliki modal lagi. Namun Aparat abai , Aparat acuh dan bersikukuh menyita seluruh dagangannya.
Belakangan baru di ketahui modal dagangannya yang disita petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, siang itu tak kurang dari Rp.600 Ribu. Menurut ukuran pedagang seperti nenek Saeni, modal dagangannya yang disita tersebut sudah termasuk besar. Hanya itulah modal yang dimilikinya untuk menyambung hidup dari hari ke hari selama bulan Romdhon ini.
Kini modal tersebut lenyap di angkut Pol PP ke pemkot Serang. Ia hanya bisa menatap sayu dan sedih dagangannya di bawa pergi aparat Petugas.
Manalah mungkin Mbah Eni akan mengambil lagi dagangannya yang sudah yang diangkut ke Pemkot Serang. Ia hanyaiah seorang wanita desa yang lugu dan berusia lanjut . ia tak paham cara ngurusin barang sitaan di Pemkot Serang.
Mbah Eni sempat sakit dan Trauma
Setelah dagangannya disita aparat Pol PP, menurut wanita berusia lanjut dari salah satu desa di Tegal jawa Tengah itu, ia sempat sakit dan ketakutan. Ia sempat minum obat. Hingga kini ia masih trauma bila milihat seragam Pol PP.
Mbah Eni terpaksa ambil hutangan dari  Bank keliling
Namun Saeni berpikir, hidup harus terus berlanjut. Untuk melanjutkan usahanya kembali, kini ia tak punya modal lagi. Tiada pilihan Ia terpaksa pinjam uang dari bank keliling. Walau pun Saeni menyadari bunga bank keliling itu mencekik leher. “ apa boleh buat “. Inilah jalan terakhir untuk menyambung hidup.
"Kemarin itu pas disita saya masak habis Rp 600.000. Habis itu saya pinjam Rp 400.000 sama bank keliling. Habis sudah tidak punya apa-apa lagi, sih," kata Saeni.
Persoalan Mbah Eni tidak berhenti di Mbah Eni
Rupanya peristiwa tersebut tidak berhenti sampai kepada nenek Saeni pemilik warung nasi emperan di kota serang itu saja. Kini kisah penyitaan dagangan Mbah Saeni itu beredar dan mendapat perhatian luas dari masyarakat, khususnya pengguna media sosial. Banyak kecaman atas tindakan penertiban itu dan muncul gerakan untuk menyalurkan donasi bagi nenek pemilik warung yang dirazia tersebut.
Dari akun Twitter @dwikaputra atau Dwika Putra, seorang netizen yang menggalang dana untuk Mbah Eni tersebut, jumlah donasi yang terkumpul ditutup pada Minggu (12/6/2016) pukul 12 .00 WIB yaitu tak kurang sebesar Rp. 265 juta.
Bahkan Presiden Jokowi , melalaui 2 orang utusannya sempat memberikan langsung dana bantuan sebesar Rp. 10 Juta ke Mbah Eni.
Itulah secuplik kisah Saeni, sorang wanita lanjut usia, dari salah satu desa di Tegal Propinsi jawa tengah , yang mencoba mengadu nasib ditengah kerasnya rimba kehidupan kota Serang. Ia hanya mencoba untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya yang miskin. Ia terkejut dan sempat menderita sakit dan hingga kini deg deg an karena takut bila melihat kehadiran polisi Pamong praja di dekatnya.
Ia selaku orang desa , tak paham adanya larangan buka warung nasi disiang hari pada bulan romodhon ini. Ia juga tak paham alasan aparat menyita dagangannya hanya gara gara ia buka warung nasi disiang hari. Karena tak paham itulah, maka tanpa disadarinya , ia menangis tersedu sedu dikala dagangannya disita aparat Pol PP Pemkot Kota Serang.
Kisah sedih nenek Saeni pedagang nasi emperan yang kini banyak mendapat simpati warga. Tidak saja warga kota Serang ditempat Saeni berjualan , namun kini sudah merambah kota jakarta dan seluruh Indonesia.
PERDA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN, DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT.
Apa isi perda tersebut?
Penulis akan mengutif dari Sindo news.com (12/6) terkait Surat Edaran Nomor 451.13/555 - Kesra/2016 yang ditujukan kepada para pemilik restoran, kafe, rumah makan, warung nasi, atau warung makanan dan minuman di Kota Serang, disebutkan bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, yang berbunyi:
- Setiap orang dilarang merokok, makan, minum di tempat umum atau tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan Ramadhan.
- Setiap orang dilarang menjadi backing bagi tempat yang dilakukannya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Setiap pengusaha restoran, rumah makan, atau warung dan pedagang makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang yang menyantap makananan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadhan.
 Berdasarkan hal tersebut, diberitahukan dengan hormat, agar pemilik restoran, kafe, rumah makan, warung nasi, warung dan pedagang makanan/minuman dilarang melakukan kegiatan di atas pada bulan Ramadhan 1437 H, sejak pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
 Khusus untuk pemilik kafe dan sejenisnya yang menyediakan sarana hiburan diwajibkan tutup mulai awal Ramadhan 1437 H hingga akhir Ramadhan 1437 H.
 Apabila masih ada yang melakukan kegiatan tersebut dan tetap membuka usahanya, maka kami akan melakukan penertiban dan memberikan sanksi sesuai dengan pasal tersebut di atas dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000
Demikian pemberitahuan ini untuk diketahui dan dipatuhi, atas kerja samanya diucapkan terima kasih.
 Ditandatangani Wali Kota Serang, H. Tb. Haerul Jaman, B.Sc. SE.
Itulah bunyi inti Perda Pemkot Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Muatan Perda Pemkot Serang No 2 tahun 2010 tidak benar ? .
Secara umum Peraturan daerah ( Perda ) Pemkot Serang Nomor 2 Tahun 2010 tersebut sepertinya ngak ada yang salah. Karena pelarangan bagi warganya untuk makan minum di tempat umum pada bulan Romodhon secara etika adalah sudah benar, guna menghormati orang berpuasa.
Lalu melarang pemilik restoran, kafe, rumah makan, warung nasi, warung dan pedagang makanan/minuman dilarang melakukan kegiatan di atas pada bulan Ramadhan 1437 H, sejak pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Itu secara adab atau etika juga sudah benar !
Perda No 2 Tahun 2010 , mengatur yang bukan urusan daerah
Seharusnya Perda Perda No 2 Tahun 2010 berjudul tentang Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, muatannya atau isinya perda harus mengatur yakni tentang penyakit masyarakat sebagaimana judul perdanya.
Seperti diketahui yang dimaksud dengan persoalan penyakit masyarakat meliputi : seperti Prostitusi, miras, ganja, heroin , sabu sabu, perkelahian pelajar, perilaku sek diluar nikah, berjudi, dan kriminalitas. Seharusnya ruang lingkup urusan yang diatur Perda No 2 tahun 2010 tersebut itu saja. Hanya persoalan penyakit masyarakat yang menjadi kewenangan daerah.
Sementara Perda No 2 Tahun 2010 tersebut ruang lingkupnya melebar . Perda No 2 Tahun 2010 juga memasukan pasal yang bukan masuk urusan Penyakit masyarakat kedalam urusan Perda No 2 tahun 2010 yakni urusan agama kedalam Perda yang mengatur tentang penyakit masyarakat. Persoalan pelarangan orang makan atau tidak didepan umum pada bulan romodhon dan pelarangan warung buka pada sang hari selama bulan Romodhon itu lebih kepada urusan agama bukan urusan penyakit masyarakat sebagaimana yang dimaksud judul Perda No 2 tahun 2010
Latar belakang atau kajian akademik terbitnya pasal yang mengatur soal pelarangan makan atau tidak makan didepan umum atau pelarangan buka warung nasi disiang hari pada bulan Romodhon dalam perda No 2 tahun 2010 dimaksud, adalah lebih dilatar belakangi kepada persoalan menghormati orang berpuasa, persoalan pelarangan buka warung nasi pada siang hari pada bulan romodhon juga lebih dilatarbelakangi kepada persoalan menghormati orang berpuasa tegasnya dilatar belakangi “ urusan agama. “
Artinya Perda No 2 Tahun 2010 dimaksud memasukan urusan agama kedalam kualifikasi penyakit masyarakat.
Sementara Berdasarkan Undang Undang 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan agama menjadi urusan pemerintah Pusat. Bukan urusan pemerintah daerah.
Siapa yang dapat membatalkan perda ?
Jawabnya
Kewenangan pembatalan perda adalah kewenangan Kementerian Dalam Negeri.
Atau
Bila Kementerian dalam negeri tidak mau membatalkan perda dimaksud , maka warga yang berkepentingan dapat mengajukan Yudicial review ke Mahkamah Agung.
Di era otonomi sekarang ini, banyak sekali perda yang salah yang di terbitkan oleh kabupaten/kota termasuk perda yang diterbitkan oleh Propinsi. Kesalahan itu lebih kepada adanya memuat unsur “ kepentingan “ , sehingga tidak jarang muatan sesuatu Perda bertetangan dengan undang diatasnya , atau menjadikan biaya ekonomi tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum.
Kemendagri mencatat pada 2010, Kemendagri mengevaluasi sebanyak 3.000 perda dan 407 perda diantaranya dinyatakan batal. Pada 2011, perda yang dievaluasi bertambah menjadi 9.000 perda dan hasilnya 351 perda dibatalkan.
Sementara pada 2012, realisasi evaluasi perda mencapai 3.000 perda. Namun, hanya sekitar 173 Perda yang dinyatakan batal. Selain itu, secara kumulatif sejak 2002 sampai 2009, Kemendagri sudah membatalkan sebanyak 1.878 perda.
Seperti yang dimuat Kompas.com malam ini, (13/6) , bahwa menaggapi kasus penyitaan dagangan Mbah Eni  di Serang , Presiden Jokowi mengumumkan sampai sekarang Perda yang bermasalah yang sudah dibatalkan sebanyak 3.143 Perda dari seluruh kabupaten/kota termasuk Perda Proopinsi di seluruh Indonesia.
Perda Pemkot Serang Nomor 2 tahun 2010 berjudul tentang pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat adalah salah satu Perda yang bertentangan dengan Undang Undang No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah .Atau Perda yang bertentangan dengan Undang Undang yang lebih tinggi.
Karena muatan peraturannya ( Perdanya ) sudah salah maka praktek dilapangan yang juga menjadi salah , dan tidak jarang memakan korban seperti yang terjadi dengan Saeni wanita lanjut usia pemilik warung nasi yang dagangannya disita dan di obrak abrik aparat Pol PP kota Serang.
Salah satu cara memperbaikinya Kesalahan pelaksaan perda Nomor 2 Tahun 2010 adalah diharapkan Kementerian Dalam Negeri segera batalkan perda No 2 Tahun 2010 tersebut atau setidak tidaknya revisi pasal pasal tertentu , pasal yang mengatur urusan agama.
Kasus Mbah Eni yang kini banyak menyerap perhatian seluruh Indonesia, tiada lain karena brutalnya aparat Pol PP yang melakukan tindakan Rahazia waktu itu
Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010, tidak ada satu pasalpun yang menyebut bahwa barang barang dagangan pemilik warung yang dirahazia harus disita dan diangkut ke Pemkot Serang .
Aparat Pol PP Tidak memahami muatan Perda No 2 Tahun 2010
Sementara Aparat Pemkot Serang dengan aroganya menaikan dan menyita seluruh dagangan Mbah Eni yang yang tidak diatur dalam Perda No 2 tahun 2010.
Tindakan aparat dilapangan yang arogan, yang kurang memahami aturan dalam Perda, maka jadilah ia selaku eksekutor yang menyita dagangan pemilik warung makanan seperti warung nenek Saeni tersebut..
Karena sikap arogannya aparat Pol PP , mereka kurang memahami dan dalam pelakasanaan tugas mereka cendrung selalu melanggar aturan. Bahwa mereka tidak paham , sebenarnya setiap penyitaan benda atau barang milik warga oleh aparat yang berwenang harus mendapat persetujuan dari Pengadilan Negeri sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP
Itulah yang terjadi dengan Mbah Eni
Petugas POL PP dalam melaksanakan tugasnya , bertindak melampaui wewenanganya dan sewenang wenang
Maka untuk menghindarkan kasus Mbah Eni terulang lagi kepada orang lain , maka sebaiknya segeralah Mendagri batalkan Perda No 2 Tahun 2010 atau setidak tidak Perda No 2 Tahun 2010 tersebut direvisi dengan mengeluarkan pasal pasal yang bukan kewenangan daerah
Kembali kejudul
Segera batalkan Perda , penyita dagangan Mbah Saeni di Serang.
Sumber :
Peraturan Salah Makan Korban Dagangan Saeni Disita Satpol PP
Ini Perda yang Dijadikan Landasan Satpol PP Kota Serang Merazia Rumah Makan
Fadli Zon: Penutupan Warung Makan Tak Perlu dengan Cara Anarkis
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI