Â
 [caption caption="Sumber photo Tempo.co"][/caption]
    Pasca penetapan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka dalam kasus kopi Mirna (30/1) menimbulkan pro dan kontra di publik. Kelompok pro yang dimotori oleh Polisi menyatakan Polisi yakin dengan alat bukti yang dimiliki polisi
     "Kami tentu sudah memiliki minimal dua alat bukti ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka. Dalam kasus ini, kami justru memiliki lebih dari dua alat bukti," kata Kabid Humas Polda Metro jaya Kombes M. Iqbal di jakarta , Minggu, 31 Januari 2016.
Sementra itu kelompok yang kontra penetapan Jessica sebagai tersangka dalam kasus kopi Mirna di motori oleh Yudi Wibowo ‎Kuasa Hukum Jessica Kumala Wongso. Yudi tegas tegas  membantah  hingga saat ini polisi masih belum bisa menghubungkan antara kliennya dengan racun sianida. Tidak hanya itu, pihak kuasa hukum dan keluarga Jesicca juga menganggap penetapan status tersangka terhadap alumnus Billy Blue Collage tersebut lemah.
Berapa pakar hukum juga mengakui memang kasus kopi yang merengut nyawa Mirna untuk pembuktiannya cukup rumit. Perang opini antara pihak Polisi dan Jessica terus berlanjut. Keluarga Jessica Kumala Wongso bersikeras bahwa anaknya tak mungkin berada di balik kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin. Alhasil, mereka pun enggan meminta maaf.
"Nggak ada kalau untuk minta maaf, karena Jessica tidak melakukan apa yang dituduhkan ya," sindir Kuasa Hukum Jessica, Yayat Supriatna saat mengunjungi Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (1/2/2016).
ÂÂDari kronologis perang opini itu , nampaknya baik polisi maupun keluarga Jessica merasa sama sama benar.
Sebenarnya banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam kasus Kopi Mirna ini. Namun untuk membedah apakah benar polisi sudah memiliki bukti yang lebih dari cukup sebelum menetapkan Jessica sebagai tersangka dalam kasus kopi Mirna ? . Untuk tidak menimbulkan perang opini yang berkepanjangan penulis mencoba mendekati kasus ini dari sudut praktek peradilan dalam persidangan kasus pidana.
Ada beberapa tahap yang harus di bayangkan dan dilakukan polisi ketika kasus Kopi Mirna ini nanti sampai ke tingkat peradilan.
Tahap pertama  polisi harus membayangkan untuk dapat membentuk keyakinan Hakim dengan alat bukti yang dimilikinya bahwa memang benar telah terjadi tindak pidana pembunuhan dalam kasus kopi Mirna. Ditahap ini dengan bukti bukti yang dimilikinya, sepertinya polisi tidak begitu sulit  untuk meyakinkan Hakim , bahwa memang benar telah terjadi tindak pidana pembunuhan. Buktinya antara lain adanya racun sianida dalam kopi yang diminum oleh almarhumah Mirna.
Tahap kedua polisi harus membayangkan untuk dapat membentuk keyakinan Hakim dengan alat bukti yang dimilikinya bahwa memang benar tersangka Jesssisca lah pelakunya. Pada tahap kedua ini antara polisi dan Jessica terjadi perang opini. Polisi berkeyakinan bahwa polisi sudah memilki bukti lebih dari cukup dalam menetapkan Jessica sebagai tersangka. Sebaliknya Keluarga Jessica berkeyakinan bahwa tidak ada benang merah antara sianida dalam kasus Mirna dengan Jessica.
Perang opini antara Polisi dan Jessica pada hakikatnya hanyalah perbedaan penafsiran alat pembuktian sebagaimana diatur dalam pasal 184 (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP)
Alat bukti yang sah dan boleh dipergunakan untuk pembuktian kasus pidana dalam sidang pengadilan sebagaimana diatur pada pasal 184 (1)Â KUHAP ialah :
1.   Keterangan saksi
2.   Keterangan ahli
3.   Surat
4.   Petunjuk
5.   Keterangan terdakwa
Â
1.   Alat bukti keterangan saksi.
KUHAP telah memberikan batasan pengertian saksi ialah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu ( Pasal 1 angka 26Â KUHAP).
Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya ( Padal 1 angka 27 KUHAP)Â
Pada tahap ini penetapan Jessica sebagai tersangka dalam kasus Kopi Mirna oleh Polisi sepertinya “ lemah “. Tidak ada satu saksi pun yang dapat bersaksi bahwa Jessica lah pelaku yang memasukan sianida kedalam Kopi yang diminum almarhumah Mirna. Tidak ada satu saksi pun yang melihat bahwa Jessica pernah membeli sianida atau memiliki sianida.
Rekaman CCTV pun tidak dapat membuktikan bahwa Jessica lah pelaku yang memasukan sianida kekopi Mirna. Beberapa karyawan Cafee yang dimintai keterangan oleh polisi pun tidak ada yang melihat langsung bahwa Jessica lah yang memasukan sianida ke kopi Mirna
Berpegang alat bukti keterangan saksi ini , maka kuasa Hukum Jessica bersikukuh bahwa tidak ada hubungan hukum antara Jessica dengan sianida dalam kopi yang diminum almarhumah Mirna.
Pada tahapan ini  sepertinya Polisi akan gagal membentuk keyakinan Hakim bahwa pelakunya adalah tersangka Mirna. . Bahwa polisi harus melengkapi lebih lengkapi lagi alat bukti keterangan saksi ini. Tidak tertutup kemungkinan   bila alat bukti keterangan saksi ini tidak dilengkapi oleh polisi , bisa terjadi di pengadilan nanti, menurut keyakinan hakim tindak pidana yang didakwakan kepada tersangka Jessica tidak terbukti.
2.   Alat bukti keterangan ahli.
Berbeda dengan alat bukti keterangan Saksi dengan alat bukti keterangan saksi ahli atau keterangan ahli. Bahwa isi keterangan yang disampaikan saksi adalah segala sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP). Pada keterangan saksi haruslah diberi alasan dari sebab pengetahuannya tentang sesuatu itu. Sedangkan seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal hal yang menjadi atau bidang keahliannya. Keterangan ahli tidak perlu di perkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi.
Pada kasus Kopi Mirna, polisi tidak main main. Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Krisna Murti, bahwa Polisi sudah meminta keterangan lima orang saksi ahli berasal dari kedokteran forensik (dokfor), seorang dari laboratorium forensik (labfor), dan tiga psikolog.
Salah seorang saksi ahli yang dimintai bersaksi adalah Prof. Dr. Sarlito Wirawan yang merupakan Guru Besar Psikologi UI menjadi saksi ahli dalam kasus tewasnya Wayan Mirna (27). Sarlito dimintai pendapat soal kasus Mirna. Sesuai dengan keahliannya , Sarlito  menyampaikan bahwa kasus Mirna sudah memiliki bukti yang siginifikan untuk menetapkan tersangkanya.
"Terkait alat bukti menurut pendapat saya sudah cukup baik dan signifikan," jelas Sarlito usai menjadi saksi ahli di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (28/1/2016). Pendapat Sarlito disampaikan sebelum polisi mengumumkan Jessica sebagai tersangka.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP , ada dua syarat keterangan seorang ahli.
1.   Bahwa apa yang diterangkan haruslah mengenai segala sesuatu yang masuk dalam ruang lingkup keahliannya.
2.   Bahwa yang diterangkan mengenai keahliannya itu adalah berhubungan erat dengan perkara pidana yang sedang di periksa
Karena merupakan syarat maka apabila ada keterangan seorang saksi ahli yang tidak memenuhi salah satu syarat atau kedua syarat maka keterangan ahli itu tidaklah berharga dan harus diabaikan.
Kekuatan alat bukti keterangan ahli secara khusus adalah terletak pada 2 syarat tersbut. Tetapi secara umum pembuktian di pengadilan alat keterangan saksi ahli ini harus bersesuaian dengan fakta fakta yang didapat dari alat bukti yang lain. Berdasarkan Pasal 183 jo Pasal 185 ayat (2) maka satu satunya alat bukti keterangan ahli tidak dapat membentuk keyakinan hakim. Nilai kekuatan keterangan ahli sama dengan alat bukti yang lain adalah mengandung kekuatan bukti bebas. Hakim bebas dalam menilainya . Keterangan saksi ahli bukan mengandung nilai sempurna seperti akta otentik bagi pihak dalam perkara Perdata ( 1868 BW)
Pada kasus Kopi Mirna saksi Ahli Prof. Dr. Sarlito Wirawan yang merupakan Guru Besar Psikologi UI, berpendapat bahwa "Terkait alat bukti menurut pendapat saya sudah cukup baik dan signifikan," jelas Sarlito usai menjadi saksi ahli di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (28/1/2016). Pendapat Sarlito disampaikan sebelum polisi mengumumkan Jessica sebagai tersangka.
Inilah kelebihan alat bukti keterangan ahli. Seperti pendapat Prof. Dr. Sarlito Wirawan dalam kasus Kopi Mirna. , walaupun Sarlito hanya mengamati dan berbicara sesaat ( gestures ) dengan Jessica ,   sesuai dengan keahliannya dan walaupun alat bukti lainnya belum menemukan siapa pelaku sebenarnya yang memasukan sianida ke gelas kopi yang diminum Mirna, Sarlito sudah dapat berpendapat bahwa saksi Jessica sudah cukup bukti dan signifikan untuk di tingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
Hanya saja perlu dingat , Hakim bebas menilai apakah akan menggunakan keterangan saksi ahli tersebut atau mengabaikannya tergantung Hakim. Jika keterangan saksi ahli tersebut ada persesuaian dengan alat bukti lain, maka keteragan saksi ahli tersebut bernilai. Sebaliknya jika keterangan saksi ahli tersebut ujug ujug memiliki kesimpulan tersendiri dan tidak bersesuaian dengan alat bukti yang lain, maka Hakim akan mengabaikan kesaksian ahli tersebut..... Kita tunggu hingga kasus ini bergulir sampai kepengadilan.
Pada tahapan alat bukti keterangan ahli ini, sepertinya polisi bisa membentuk keyakinan hakim bahwa tersangka/terdakwa Jessica lah pelakunya sepanjang polisi dapat menghadirkan alat alat bukti lain yang mendukung keterangan para saksi ahli. Tapi sebaliknya bila polisi tidak dapat menghadirkan alat bukti lain yang bersesuaian dengan keterangan para saksi ahli atau bahkan betertentangan satu sama lain , maka tidak tertutup kemungkinan  di pengadilan nanti,  bisa terjadi  menurut keyakinan hakim tindak pidana yang didakwakan kepada tersangka Jessica tidak terbukti.
 3.   Alat Bukti Surat
 KUHAP sedikit sekali mengatur alat bukti surat. Yakni hanya dua pasal yaitu Pasal 184 dan secara khusus Pasal 187. HIR juga demkian secara khusus diatur dengan tiga pasal yakni Pasal 304,305,306 walaupun hanya tiga pasal isinya hampir sama dengan Pasal 187 KUHAP. Bahwa dalam Pasal 304 HIR disebutkan nilai kekuatan dari alat bukti surat pada umunya dan surat surat resmi (openbaar) dalam hukum acara perdata harus diturut dalam hukum acara pidana.
Didalam kasus kopi Mirna , alat bukti surat seperti Berita Acara  Pemeriksaan Polisi (BAP) terhadap para saksi dan tersangka atau Biil pembayaran kopi yang di pesan Jessica .atau juga surat keterangan ahli yang memuat pendapatnya berdasarkan keahliannya mengenai Kasus kopi Mirna.
Dalam kasus ini alat bukti surat tersebut tidak bisa berdiri sendiri. Dalam hukum pembuktian pidana jika hanya ada satu surat saja akan lumpuh kekuatan buktinya apabila tidak ditunjang alat bukti lain.
Walaupun Hakim yakin bahwa yang memesan kopi untuk diminum Mirna adalah Jessica. Karena dalam hukum pembuktian perkara pidana diikat lagi dengan beberapa ketentuan antara lain ; adanya syarat minimal pembuktian . Satu alat bukti saja tidaklah cukup dalam perkaran pidana. Melainkan harus minimal dua alat bukti (Pasal 184 jo 185 ayat (2).
Dalam tahapan alat bukti surat ini  (nota pembeyaran) hanya menerangkan bahwa yang memesan kopi yang diminum Mirna adalah Jessica. Bukti surat ini berharga bagi polisi untuk membentuk alat bukti petunjuk . jika hanya berpegang kepada alat bukti surat . Alat bukti surat ini belum dapat membuktikan siapa pelaku yang memasukan sianida ke gelas kopi yang diminum Mirna. Bukti nota pembayaran hanya dapat membuktikan benar bahwa yang memesan kopi untuk diminum Mirna adalah Jessica.
 4.   Alat Bukti petunjuk
 Jika kita bandingkan dengan 4 alat bukti yang lain dalam pasal 184 , maka alat bukti petunjuk ini bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan berdiri sendiri. Melainkan suatu alat bukti bentukan hukum. Hal ini terlihat dalam batasan Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa
 “ Petunjuk adalah perbuatan , kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya “
Berkaitan  dengan alat bukti petunjuk ini, Penulis tertarik dan mengutip   postingan Kompasioner Reza Aka Fadli Zontor yang dimuat Kompasiana tertanggal (30/1) sebagai berikut : yang  menyebutkan ada beberapa asumsi Jessicalah sebagai pelaku tindak pidananya dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi:Â
1.   Jessica yang pertama datang di Café,
2.   Jessica yang memesan Kopi Vietnam tersebut dan langsung membayarnya,
3.   Jessica (sengaja) menaruh handbag di meja minuman sehingga gelas minuman tidak terpantau CCTV.
4.   Jessica membuang Celana yang dipakai sesaat setelah kejadian itu berlangsung.
5.   Keterangan Saksi Pelayan Café yang bercerita seolah-olah Jessica begitu dingin sikapnya pada saat kejadian Korban kejang-kejang.
6.   Jessica diasumsikan memiliki kelainan prilaku seksual. (Lesbi).
Masih menurut Reza dari sekian asumsi itu polisi sudah melakukan penyidikan berkali-kali selama 3 minggu. Polisi sudah menanyai sekitar 20 saksi (termasuk Jessica), polisi sudah memiliki rekaman CCTV pada saat kejadian dan polisi sudah berkoordinasi dengan Polisi Australia untuk mencari tahu riwayat hidup Jessica, Mirna dan teman-teman lainnya.
Lalu untuk lebih melengkapi lagi alat bukti petunjuk ini penulis juga tertarik dan mengutip beberapa pragraf  postingan Kompasioner Hanna Chandra berjudul “ Benarkah alat bukti dalam mempersangkakan Jessica lemah yang dimuat kompasiana (2/1) sebagai berikut :
Dalam perkara terbunuhnya Mirna lewat racun sianida, maka potensi paling besar pelaku (dalam arti yang memasukkan racun sianida ke dalam cangkir kopi) adalah pegawai penyedia kopi atau penerima pertama, dalam hal ini Jessica. .. dstnya
Apa yang diuraikan Reza Aka Fadli Zontor dan Hanna Chandra tersebut cendrung merupakan penilaian terhadap hubungan atau persesuaian antara isi dari beberapa alat bukti lainnya dan bukanlah alat bukti yang berdiri sendiri, maka dapat dapat dimaklumi sebagian ahli menaruh sangat keberatan atas keberadaannya dan menjadi bagian dalam hukum pembuktian. Misalnya Van Bemmelen yang mengatakan bahwa kesalahan utama ialah petunjuk petunjuk dipandang sebagai alat bukti. Pada hal pada hakikatnya tidak ada.
Karena alat bukti petunjuk ini adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan dipergunakan dalam sidang pidana. Maka sifat subyektifitas hakim lebih dominan. Oleh karena itu Pasal 188 ayat (3) mengingatkan hakim agar dalam menilai kekuatan alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu harus dilakukan dengan arif dan bijaksana setelah hakim memeriksa dengan cermat dan seksama yang didasarkan hati nurani.
Apabila kita membaca dengan teliti mengenai rumusan tentang pengertian alat bukti petunjuk dalam pasal 188 ayat (1) dan ayat (2), maka unsur atau syarat alat bukti petunjuk adalah :
a.   Unsur pertama adanya perbuatan, kejadian, keadaan yang bersesuaian.
b.   Unsur kedua ada 2 (dua) persesuaian ialah :
1.   Persesuaian antara masing masing perbuatan , kejadian dan keadaan satu dengan yang lainnnya maupun
2.   Bersesuaian dengan perbuatan, kejadian atau keadaan   dengan tindak pidana yang didakwakan.
c.   Unsur ketiga dengan adanya persesuaian yang demikian itu menandakan ( menjadi suatu tanda ) atau menunjukan adanya 2(dua) hal in casu yalah :
1.   Pertam menunjukan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan
2.   Menunjukan siapa pembuatnya.
d.   Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui3 (tiga) alat bukti yaitu keterangan saksi, Surat dan keteragan terdakwa. Â
Â
Kembali ke kasus kopi Mirna,sepertinya alat bukti petunjuk ini penting bagi polisi.
Sebagaimana diyakini pihak Jessica,  alat bukti yang dimiliki polisi seperti belum dapat membentuk keyakinan hakim tentang Jessica pelaku dalam kasus kopi Mirna sebagaimana disangkakan pihak polisi.
 Dari uraian Reza Aka Fadli Zontor dan Hanna Chandra tersebut  mari kita mencoba membentuk rangkaian alat bukti petunjuk ini :
 1.   Jessica yang pertama datang di Café, 40 menit lebih dahulu dari Mirna. Â
 2.   Lalu Jessica yang memesan Kopi Vietnam untuk Mirna dan langsung membayarnya
 3.   Secara hukum ada bukti surat berupa Biil pembayaran kopi untuk Mirna,
 4.   Bukankah yang tahu pemesanan kopi tsb hanya Mirna, Jessica dan Hani berdasarkan percakapan mereka via WA? Mengapa Hani berusaha mencoba mencicipi sementara Jessica menolak, kebetulan?
 5.   Mengapa Hani terlihat panik dan berusaha menolong (dengan menepuk-nepuk punggung Mirna) sementara Jessica tidak menunjukkan usaha menolong alih-alih menjauh dari korban (Mirna) dan Hani?
 6.   Berikut beberapa hal yang di catat Hanna : Jess hadir 40 menit lebih dahulu dari korban dan langsung membayar bill kopi tsb, hal yang tak lazim. Awalnya Jess mengaku kepada ayah korban kalau dia minum air mineral, namun belakangan dibantah pengacara Jess bahwa Jess minum cocktail yang dibeli buy one get one. Jika alasan Jess masuk akal, bukankah ybs pernah menyampaikan tidak ikut mencicipi kopi Mirna karena punya masalah lambung/maag, tidak boleh minum kopi yang strong, tapi anehnya berani minum cocktail yang mengandung alkohol, apa bedanya?  Padahal waktu diperiksa di kantor polisi pasca penangkapan Jess justru minum kopi hitam.
7.   Pasca meninggalnya Mirna, Jess mempersilahkan asisten rumah tangganya membuang celana panjang yang digunakan di hari kejadian dengan alasan sobek, apakah Jess tidak tahu bahwa semua bukti sekecil apa pun dapat menjadi alasan menolak tudingan keterlibatan? –
 8.   Jess menyiapkan pengacara selagi menjadi saksi dan sibuk ‘roadshow’ ke berbagai media massa sambil menampilkan senyum terbaik dan ketenangannya. Alasan yang dikemukakan bahwa ia bukan pelaku mengapa harus takut dengan mengurung diri?
 9.   Tentu saja bukti CCTV peristiwa menjadi salah satu alasan yang sah-sah saja jika tidak dibuka oleh polisi sebagai bagian dari strategi penyelidikan. Dari CCTV yang kemungkinan tidak seutuhnya/komplit diungkapkan beberapa peristiwa yang tercatat sbb; - Jess tidak langsung duduk ketika datang di kafe Olivier, ia menoleh ke kiri kanan mencari CCTV dan memutuskan duduk di dekat tanaman untuk berlindung dari intaian CCTV. - Soal paper bag juga di luar kelaziman. Begitu duduk, paper bag semula berada di bawah. Namun, beberapa saat kemudian, Jess justru menaruh tas itu di atas meja. –
 10. Dari 51 menit antara kopi disajikan sampai akhirnya kopi diminum Mirna, Jess "menguasai" kopi tersebut selama 45 menit. - Sejumlah saksi (termasuk Jess sendiri) mengatakan setelah dibuat dan saat disajikan/diantar pelayan, kopi berwarna hitam. Setelah kejadian warna kopi menguning seperti diberi kunyit. Ini menandakan racun dimasukkan ke dalam kopi setelah disajikan, bukan saat diracik, bukan pula sebelum disajikan.
 11. Setelah disajikan, Jess menguasai kopi selama 45 menit, dari total 51 menit sebelum kopi diminum Mirna. - Dari CCTV terlihat : "ada waktu ketika Jess memegang kopi dan pada saat bersamaan melihat kondisi sekitar, berkali kali memegang rambut, dan setelah melakukan sesuatu pada kopi, dia mengembalikan kopi ke tempat semula. Setelah itu Jess memindahkan tas kertas dari meja ke tempat duduk".
 Dari uraian uraian Reza Aka Fadli Zontor dan Hanna Chandra nomor 1 sampai dengan nomor 11 tersebut dari sudut alat pembuktian cendrung merupakan penilaian terhadap hubungan persesuaian antara isi fakta dari beberapa alat bukti.
 Pertanyaannya apakah uraian Nomor 1 s/d Nomor 12 tersebut diatas dapat membuktikan atau menujukkan siapa  Pelaku yang memasukan sianida kedalam gelas Kopi Mirna ?
 Apakah alat bukti bukti Nomor 1 s/d 12 tersebut, akan dapat membentuk keyakinan Hakim bahwa memang benar Jessica lah pelakunya sebagaimana disangkakan oleh Polisi ?
 Sementara sebagaimana yang dimaksud dengan pasal 188 ayat (1) dan ayat (2) Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui 3 alat bukti yaitu Keterangan saksi, Surat dan keterangan terdakwa.
Pada kasus ini  tidak ada seorang saksi pun yang melihat bahwa Jessica lah yang memasukan sianida kopi Mirna. Bahwa tegas tegas Jessica membantah bahwa ia tidak ada hubungan hukum dengan sianida dalam kopi Mirna.
Maka berdasarkan Pasal 188 ayat (1) dan ayat (2) , bukti petunjuk yang kita bahas sebagaimana tercantum dalam nomor 1 s/d 11 tersebut diatas terbantahkan.
Maka bila polisi hanya mengandalkan atau menganggap sudah memiliki dua alat bukti yang cukup berasal dari alat bukti petunjuk dan kesaksian para saksi Ahli.  Maka penulis menyarankan kiranya polisi lebih melengkapi lagi alat bukti yang dimilikinya. Seperti Polisi harus menemukan celana robek yang dikenakan Jessica saat reuni dengan teman temannya sesama alumnus Billy Blue Collage tersebut . Siapa tahu dari celana robek Jessica itu polisi akan apat lebih mengembangkan alat bukti yang dimilikinya.
 Penulis masih menunggu polisi akan membuka lebih banyak lagi alat bukti yang dimilkinya ... sehingga kajian terhadap kasus kopi Mirna ini kedepan akan lebih berisi.
 5.   Keterangan terdakwa
 Dari lima alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti keterangan terdakwa lah yang acap kali diabaikan oleh Hakim.
 Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian. Dari ketentuan pasal 189 didapatkan syarat syarat yang harus dipenuhi agar keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian ialah
a.   Keterangan tersangka/ terdakwa haruslah dinyatakan dimuka persidangan
b.   Isi keterangan tersangka/terdakwa haruslah mengenai 3 (tiga) hal ialah (1) perbuatan yang dilakukan terdakwa (2) segalan hal yang diketahuinya sendiri (3) kejadian yang di alaminya sendiri
c.   Nilai keterangan terdakwa hanya berlaku sebagai bukti untuk dirinya sendiri.
d.   Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahqa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan harus ditambah dengan alat bukti lain.
 Kembali kekasus Kopi Mirna hingga saat ini baik Jessica maupun kuasa hukumnya menyangkal bahwa tidak benar sangkaan polisi bahwa Jessica sebagai pelaku  yang memasukan sianida ke kopi Mirna.,. Penetapan Jessica oleh Polisi sebagai tersangka dalam kasus kopi Mirna terlalu dini dan tergesah gesah. Kuasa hukum Jessica Yudi wibowo menyatakan bahwa  tidak ada hubungan hukum antara sianida dengan jessica. Bahkan Yudi Wibowo  menantang Polisi untuk membuka rekaman CCTV kopi Mirna ke Publik.
Sebagai akhir tulisan untuk memenangi perang intelektual ini , Ada tiga keyakinan Hakim yang harus dibentuk insttusi polisi
 1.   Pertama keyakinan hakim bahwa benar telah terjadi tindak pidana pembunuhan dalam kasus Kopi Mirna.
2.   Kedua keyakinan Hakim bahwa benar Jessica pelakunya.
3.   Hakim yakin bahwa benar Jessica dalam melakukan tindak pidana itu dapat dipersalahkan kepadanya.
Â
Selamat berjuang
Sumber :
      Â
1. satu
2. dua
3. tiga
4. empat
5. lima
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H