Mohon tunggu...
Andi Ansyori
Andi Ansyori Mohon Tunggu... advokat -

selalu ingin belajar, bersahabat, menambah pengetahuan " Tidak ada salahnya baik dengan orang " dan lebih senang mendalami masalah hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membeda Bukti Polisi dalam Penetapan Jessica Sebagai Tersangka Pada Kasus Kopi Mirna

3 Februari 2016   21:38 Diperbarui: 3 Februari 2016   21:55 3199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5.    Keterangan Saksi Pelayan Café yang bercerita seolah-olah Jessica begitu dingin sikapnya pada saat kejadian Korban kejang-kejang.

6.    Jessica diasumsikan memiliki kelainan prilaku seksual. (Lesbi).

Masih menurut  Reza dari sekian asumsi itu polisi sudah melakukan penyidikan berkali-kali selama 3 minggu. Polisi sudah menanyai sekitar 20 saksi (termasuk Jessica), polisi sudah memiliki rekaman CCTV pada saat kejadian dan polisi sudah berkoordinasi dengan Polisi Australia untuk mencari tahu riwayat hidup Jessica, Mirna dan teman-teman lainnya.

Lalu untuk lebih melengkapi lagi alat bukti petunjuk ini penulis juga tertarik dan mengutip beberapa pragraf  postingan  Kompasioner Hanna Chandra berjudul “ Benarkah alat bukti dalam mempersangkakan Jessica lemah yang dimuat kompasiana (2/1) sebagai berikut :

Dalam perkara terbunuhnya Mirna lewat racun sianida, maka potensi paling besar pelaku (dalam arti yang memasukkan racun sianida ke dalam cangkir kopi) adalah pegawai penyedia kopi atau penerima pertama, dalam hal ini Jessica. .. dstnya

Apa yang diuraikan  Reza Aka Fadli Zontor dan Hanna Chandra tersebut cendrung merupakan penilaian terhadap hubungan atau persesuaian antara isi dari beberapa alat bukti lainnya dan bukanlah alat bukti yang berdiri sendiri, maka dapat dapat dimaklumi sebagian ahli menaruh sangat keberatan atas keberadaannya dan menjadi bagian dalam hukum pembuktian. Misalnya Van Bemmelen yang mengatakan bahwa kesalahan utama ialah petunjuk petunjuk dipandang sebagai alat bukti. Pada hal pada hakikatnya tidak ada.

Karena alat bukti petunjuk ini adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan dipergunakan dalam sidang pidana. Maka sifat subyektifitas hakim lebih dominan. Oleh karena itu Pasal 188 ayat (3) mengingatkan hakim agar dalam menilai kekuatan  alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu harus dilakukan dengan arif dan bijaksana setelah hakim memeriksa dengan cermat dan seksama yang didasarkan hati nurani.

Apabila kita membaca dengan teliti mengenai rumusan tentang pengertian alat bukti petunjuk dalam pasal 188 ayat (1) dan ayat (2), maka unsur atau syarat alat bukti petunjuk adalah :

a.    Unsur pertama adanya perbuatan, kejadian, keadaan yang bersesuaian.

b.    Unsur kedua ada 2 (dua) persesuaian ialah :

1.    Persesuaian antara masing masing perbuatan , kejadian dan keadaan satu dengan yang lainnnya maupun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun