Mohon tunggu...
Ana Widyaningrum
Ana Widyaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Full time writer

Ibu rumah tangga yang memilih kegiatan menulis sebagai me time nya.

Selanjutnya

Tutup

Kkn

Mutiara di Pulau Sombori

20 Juni 2024   10:44 Diperbarui: 20 Juni 2024   11:33 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berdehem profesional sebelum merespon pembicaraan Pak kepala desa.

"Kalau soal itu, tentu saja kami akan bantu, Pak. Nanti kita agendakan untuk bicara tentang permasalahan Bapak dan Ibu semua, di rapat pertama, yang tentunya bukan saat ini." Tak lupa aku menekankan kata terakhir, supaya mereka tak segera mengeksekusi ideku.

"Tentu saja, Dik. Sekarang kalian semua pasti capek. Setelah ini, Adik silakan makan siang dulu di dalam." Pak Ahid menunjuk balai desa yang sudah di bagian tengahnya berisi meja yang penuh dengan makanan dan minuman. "Istri saya, dibantu dengan ibu-ibu perwakilan PKK RW, sudah menyiapkan jamuan seadanya untuk para mahasiswa."

Anggota kelompok di belakangku bersorak mendengar ajakan makan siang dari Pak Ahid. Beberapa anak bahkan sudah berjalan ke arah balai desa. Sebenarnya wajar saja mereka bereaksi seperti itu, karena kami tidak bisa menikmati makanan yang disajikan selama perjalanan panjang tadi. Entah karena bosan dengan durasi perjalanan yang terlalu panjang atau bagaimana. Karena sependek ingatanku, rasa makanan yang disajikan masih termasuk dalam kategori enak.

Aku memelotot ke arah mereka yang masih di belakangku, memberi kode supaya lebih sopan. Aku lalu berbalik dan meminta maaf pada Pak Ahid, yang tak mempermasalahkan hal sepele dengan menggelengkan kepala.

Kemudian, aku menarik asal, lengan Radit, salah seorang mahasiswa dari beberapa mahasiswa yang kini sudah sejajar berada di barisan Pak Ahid. Tubuhnya yang tinggi, membuatku sedikit mendongak saat berbicara dengannya. 

Hal itu membuatku memicingkan mata karena sinar matahari yang sedang terik-teriknya, dengan bebas masuk ke mataku. Saat aku akan menutup dahiku untuk menghalau sinar matahari, entah sengaja atau tidak, ia memiringkan tubuhnya untuk menghalau sinar matahari mengenai wajahku.

"Setidaknya kamu nggak boleh mendahului Pak Ahid, Dit!" seruku padanya yang hanya dibalas dengan anggukan, itupun jeda beberapa detik. Aku tak tahu mengapa, setiap kali bicara dengannya, ia selalu merespon seperti itu.

"Tunggu apa lagi?" Cepet seret teman-temanmu juga!" Aku menambahkan kalimat perintah lain padanya, dengan nada sedikit keras, supaya ia tak hanya diam saja sambil menatap kosong ke arahku.

Namun usahaku sia-sia. Radit tetap diam. Ia baru tersadar saat teman-temannya menyeretnya dari hadapanku. Aku mengembuskan napas dengan keras dan berlari ke arah pak Ahid yang sejak tadi tersenyum melihat interaksi kami.

***

 Selesai melakukan pemotetran, pihak fotografer memberi kami waktu untuk berjalan-jalan sebentar sembari menikmati pemandangan yang bisa menghilangkan beban. Mengurus segara detail tentang hal yang kami butuhkan untuk acara pernikahan memang tidak mudah. Karena hal itu kami lakukan sembari tetap menjalankan bisnis yang telah kami rintis bersama sejak berkuliah S2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun