Aku tersenyum menatapnya. Kini aku merasa pandanganku agak sedikit kabur, karena ada sesuatu yang akan meluncur dari sana. Dalam hati, aku mengucap syukur pada Tuhan, karena telah membuatnya menjadi calon pendamping hidup. Kebaikannya padaku tak pernah berkurang sedikit pun, meski sejak awal kehadirannya tak pernah kuanggap.
***
Tujuh tahun lalu...
Biasanya KKN menjadi momen yang paling ditunggu oleh mahasiswa. Bukan karena alasan kedinasan, seperti melalui program ini, mahasiswa jadi bisa belajar hidup bersosial dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar. Namun lebih kepada alasan klise, seperti mahasiswa bisa memiliki banyak kenalan lawan jenis, yang nantinya dijadikan sebagai target pacar baru.Â
Sayangnya, alasan klise seperti itu tak berlaku untukku. Sebagai seorang gadis penerima beasiswa pemerintah, yang harus mempertahankan IPK supaya beasiswanya tak dicabut, aku tak pernah mengizinkan diriku untuk bermain-main dengan masalah percintaan.
 Aku dan sembilan mahasiswa lain dari berbagai macam fakultas, tiba di Desa Mbokita, Kecamatan Menui, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah setelah melewati perjalanan kurang lebih selama dua hari dari Yogyakarta. Namun ternyata, lelah yang mungkin kini dirasakan oleh hampir semua rombongan tim KKN kami, terpaksa harus kami telan sendiri. Karena saat ini, kepala desa dan perangkat jajarannya, mengadakan pesta penyambutan untuk kami.
"Selamat datang di Desa Mbokita, rombongan mahasiswa KKN dari UGM!" soraknya sembari sibuk membagi-bagikan  minuman pada kami.
"Perkenalkan, nama saya Ahid, Sebelumnya saya mewakili jajaran perangkat desa, memohon maaf apabila tidak dapat menyambut kedatangan adik-adik dengan lebih meriah," ucapnya pada kalimat awal sambutan panjangnya.
Apa ada yang lebih meriah dari ini, Pak? Sekarang kami cuma butuh istirahat!Â
Aku hanya bisa berkelakar dalam hati. Sebagai ketua tim, aku wajib menunjukkan citra yang baik pada kepala desa dan masyarakat selama periode waktu KKN.
"Ini sudah lebih dari cukup, Pak. Kami malah takut kedatangan kami justru merepotkan," jawabku diplomatis.
"Tentu saja tidak, Dik. Justru kami senang sekali kedatangan tamu dari kalangan mahasiswa. Ya siapa tahu adik-adik semua nantinya bisa membantu menyelesaikan permasalahan kami dengan ilmu yang didapatkan dari kampus."