Esok setelah pulang sekolah, aku langsung bersiap untuk bertanding, pemanasan, berlatih ringan, hingga tim dari sekolah sebelah datang ke sekolah kami. Aku di tengah lapangan, dan tak melihat keberadaan Sinta Aku mencoba melihat apakah dia menonton, tapi tak ada, aku malah melihat Revi dan genknya menyoraki timku dengan kerasnya.
Prittt.. Bola dilambungkan ke atas dan pertandingan di mulai, bola dioper langsung ke aku, kuterobos lawan dengan cepat dan hap, skor 2 untuk timku,
Alur permainan memihak pada tim kami, skor 32-10 untuk tim kami, saat time up, aku melihat sekeliling, tak ada Sinta, mungkin saking ramenya penonton aku tak melihatnya. Lalu aku masuk lapangan lagi, berlaga memasukkan bola ke Keranjang lawan, skor menjadi 53-16. Lalu "subs" aku ditukar dengan pemain lain, dan saat mencoba mencari di sekitar lapangan maupun di belakangku, tak ada Sinta, ya yang ada adalah penonton lain dan Genk Revi yang semuanya bersorak untuk kemenangan timku. Di kuarter ketiga saat aku tak bermain, skor hampir tersusul 55-28, aku masuk lagi di kuarter terakhir, memasukkan banyak bola ke keranjang lawan, banyak peluang yang tercipta, skor akhir 71-30. Akhir pertandingan, banyak orang menyambut gembira kemenangan tim kami, ada yang mengangkatku dan mengelilingiku, sangat ramai, namun aku mencari Sinta, tetap tidak ada.
***
"Sin, kemana kamu seminggu ini, kok tidak masuk sekolah, kok tidak nonton aku main basket?" Tulisku di surat tissue. Dia tidak membalas, aku mengiriminya dengan surat tissue lagi, "Poni Bando?"
Ia juga tidak membalas, wajahnya dia tempiaskan ke jendela. Bahkan suratku sepertinya tidak dia baca. Aku mencoba sekali lagi, tak dibalas lagi, aku tak tahu apa sebabnya dia seperti itu. Ia mendiamkanku sangat lama,
Beberapa hari, beberapa bulan selalu seperti itu, hingga akhirnya sekolah di kelas 1 selesai, kami menjadi berbeda kelas. Dia memberikanku sebuah bingkisan dan dia tetap diam. Lalu dia pergi dengan berlari, kubuka bingkisan itu, ada sebuah foto, foto kami berdua, dan di belakang ada tulisan, "Terimakasih telah menjagaku."
Aku kemudian menghampirinya di rumahnya
"Sin, Sinta, permisi." Ku ketuk pintu itu, mbak Sari membukakannya,