"Ayo dek dimakan." Kata ibu Sinta sambil kembali masuk ke dalam, aku menegak sirup orson yang ada di depanku, Sinta kemudian duduk di sebelahku.
"Enak, makasih ya Sin." Kataku sambil tersenyum, Sinta membalas balik dengan tersenyum.
"Lho dalam rangka apa dek datang ke rumah Sinta, jarang-jarang ada yang main ke sini lho." Kata wanita berusia kuliahan itu ke aku.
"Mbak, nanti dulu aja ditanyainnya." Kata Sinta.
"Oh ya perkenalkan, saya tantenya Sinta, tapi dia selalu ngeyel manggil saya mbak terus."
"Nanti aja mbak."
"Ih, ga mau diganggu ya kasmarannya."
"Ga nganggu kog mbak, santai aja." Kataku menanggapi agar suasana mencair.
Tante Sinta ini ternyata bernama Sari, asalnya dari desa, di sini ikut ibu Sinta untuk kuliah, kebetulan Mbak Sari mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Jakarta.
"Jarang-jarang lho memang ada yang main ke rumah Sinta, biasanya jarang sekali. Ada aja biasanya Cewek. Ini baru sekali ada cowok yang dateng ke sini." Ibu Sinta mulai nimbrung dipembicaraan kami. Akupun banyak sekali ditanyai, mulai dari berapa bersaudara, pekerjaan ayahku, dan banyak sekali yang mereka tanyakan.
"Ohya, bapak mana bu?" Tanyaku ke Ibu Sinta. Semuanya tiba-tiba terdiam, aku hampir menyimpukan bahwa Sinta sebenarnya Yatim, namun Ibu Sinta langsung menyahut memecah keheningan "Ohya, dek Hamid belum ketemu bapak, sini salaman sama bapak dulu." Aku kemudian mengikuti ibu Sinta, ternyata bapak Sinta sedang duduk di kasur dengan selimut terbalut di kakinya, di sebelah kasur itu ada kursi roda.