Â
Ulama sebagaimana guru sebagai pendidik di era society 5.0, harus memiliki keterampilan dibidang digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (society 5.0) guru (baca: ulama) dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas (baca: majlis ilmu).
Â
Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik atau ulama di era society 5.0. diantaranya Internet of things pada dunia Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan oleh pelajar (baca: jamaah).
Â
"Pendidik atau ulama juga harus memiliki kecakapan hidup abad 21 yaitu memiliki kemampuan leadership, digital literacy, communication, emotional intelligence, entrepreneurship, global citizenship, team working dan problem solving. Fokus keahlian bidang pendidikan abad 21 saat ini dikenal dengan 4C yang meliputi creativity, critical thinking, communication dan collaboration," tambahnya.
Â
Tenaga pendidik (baca: ulama) di abad society 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang mengutamakan murid (jamaah) dibandingkan dirinya, inisiatif untuk melakukan perubahan pada muridnya, mengambil tindakan tanpa disuruh, terus berinovasi serta keberpihakan kepada murid (jamaah).
Â
"Akan tetapi dengan adanya perubahan ini banyak yang mempertanyakan apakah peran guru atau ulama dapat tergantikan oleh teknologi? Ternyata tidak. Â Ada peran guru atau ulama yang tidak terdapat pada teknologi di antaranya interaksi secara langsung di kelas (majlis ilmu), ikatan emosional guru atau ulama dan siswa (jamaah), penanaman karakter dan modeling/teladan guru atau ulama," pungkasnya.[7]
Â