Mohon tunggu...
amir amirudin
amir amirudin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Dakwah Era Civil Society 5.0

2 Februari 2022   07:25 Diperbarui: 2 Februari 2022   07:27 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dakwah Al-Azhar Semangat Mengajak

Kita tidak bisa melupakan bagaimana upaya keras sekolah-sekolah Al-Azhar selama ini sampai yang kita lihat sekarang, sehingga menjadi sekolah yang diminati masyarakat kelas menengah ke atas. Semangat mengajak merupakan fenomena yang paling menonjol dalam kepemimpinan Al-Azhar selama ini. Yang dikedepankan adalah yang penting masyarakat mau masuk terlebih dahulu, kemudian nanti berproses dengan pendidikan. Pendidikan tidak bisa kita analogikan seperti makan cabai. Hari ini, saat ini makan cabai, saat itu juga langsung terasa pedas di lidah. 

Al-Azhar berusaha mengajak orang agar mau mendekat. Setelah mendekat kemudian mereka mengenal Al-Azhar. Lambat laun minat tersebut akan menjadi daya tarik tersendiri untuk kemudian mengenal Islam lebih dalam. Kesadaran bahwa para konsumen Al-Azhar merasa kurang dalam memenuhi kebutuhan ruhani anak-anak mereka, kemudian disambut dengan ruuh Ad-dakwah (baca: semangat mengajak) oleh sekolah-sekolah Al-Azhar menjadi seolah gayung bersambut. Inilah yang dikedepankan para pendahulu kita, yaitu: bagaimana orang tertarik dulu masuk ke Al-Azhar, baru kemudian dibina. 

Masyarakat akan mau menyekolahkan anak-anak mereka di Al-Azhar, jika mereka tertarik dahulu, mengenal sekolah kita sebagai sekolah yang ramah terhadap mereka, kalangan menengah ke atas, yang bisa jadi masih awam mengenal Islam. Mereka mengenal sekolah Al-Azhar sebagai sekolah yang bisa menjadi pilihan masa depan pendidikan anak-anak mereka, karena mereka melihat semangat itu (ruuh ad-dakwah) di samping memang nilai jual sekolah Al-Azhar sebagai sekolah Islam yang berkualitas dan modern.

Kisah berikut dapat memberikan gambaran nyata di lapangan bagaimana sosok Buya Hamka yang berperan dalam sejarah nama besar Al-Azhar (nama sebuah masjid pada awal mulanya) menanamkan sejak awal tentang nilai-nilai ruuh Ad-da'wah di Al-Azhar.[1]

 

Ketika itu ada pengajian reguler di Masjid Agung Al-Azhar, di mana seorang jamaah adalah seorang perempuan muda datang memakai selendang, tapi dengan rok mini. Dia selalu memilih duduk paling depan, sehingga mulai mengundang bisik-bisik sebagian jamaah lain yang merasa terganggu dengan penampilannya.

 

Jamaah yang terganggu menyampaikan hal itu kepada salah seorang putra Buya, yang menyampaikan lagi kepada ulama besar tersebut ketika mereka di rumah. "Ayah, makin banyak jamaah yang protes ke seorang ustaz tentang cara pakaian ibu X itu. Kenapa ayah tidak tegur?" Buya menjawab, "Kenapa harus ditegur? Dia sudah ikut mengaji sudah baik. Kalau belum apa-apa ditegur, nanti dia menghilang, bagaimana? Kita harus sabar." Pendek kata, Buya Hamka membiarkan cara pakaian jamaah perempuan itu, tanpa menegurnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun