Mohon tunggu...
Amalia Naura Hanifah
Amalia Naura Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Saya lahir di Surakarta, 23 oktober 2002. hobi saya membaca buku. semoga yang saya uploud didisini bisa menambah wawasan para pembaca dan jika ada kekurangan mohon kritik dan sarannya. Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

19 Februari 2022   10:45 Diperbarui: 19 Februari 2022   10:52 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Pasal 4 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa setiap orang yg menyembunyikan atau menyamarkan berdari usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yg sebenarnya atas harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya adalah output tindak pidana sebagaimana yg dimaksud pada Pasal dua ayat (1) dipidana lantaran tindak pidana pembersihan uang menggunakan pidana penjara paling usang   20 (2 puluh) tahun & hukuman  paling poly Rp. lima.000.000.000,00 (5 miliar rupiah).

Pada Pasal lima ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa setiap orang yg mendapat atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penggunaan, atau memakai harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya adalah output tindak pidana sebagaimana yg dimaksud pada Pasal dua ayat (1) dipidana menggunakan pidana penjara paling usang   lima (5) tahun & hukuman  paling poly Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dengan ketentuan Pasal lima ayat (dua) menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana yg dimaksud dalam ayat (1) nir berlaku bagi pihak pelapor yg melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur di pada undang-undang. Tindak pidana pembersihan uang dalam dasarnya bisa dilakukan sang perorangan ataupun korporasi. 

Di pada Undang-undang No. 8 Tahun 2010 masih ada pengaturannya dalam Pasal 6 ayat (1) yg menerangkan bahwa pada hal tindak pidana pembersihan uang sebagaimana yg dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 & Pasal lima dilakukan sang korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi &/atau Personil Pengendali

Korporasi. Pada Pasal 6 ayat (dua) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pembersihan uang dilakukan atau diperintahkan sang Personil Pengendali Korporasi, dilakukan pada rangka pemenuhan maksud & tujuan korporasi, dilakukan sinkron menggunakan tugas & fungsi pelaku sinkron menggunakan pemberi perintah, & dilakukan menggunakan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.

Pada Undang-undang No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sudah terjadi pergeseran paradigma mengenai langkah-langkah buat melawan tindak pidana pembersihan uang. Di dalam pengaturan sebelumnya menggunakan prinsip "follow the suspect" yaitu mengikuti tersangkanya. 

Saat ini, paradigma pemberantasan tindak pidana pembersihan uang menggunakan prinsip "follow the money" yaitu mengikuti kekayaan output kejahatan. Hal tadi dilihat lebih efektif karena bisa menghilangkan motivasi pelaku kejahatan, output kejahatan "as blood of the crime" adalah titik terlemah menurut rantai kejahatan, kesulitan membuktikan perbuatan pidana & pertanggungjawaban actor intelektual kejahatan diatasi dengan menelusuri harta kekayaan output kejahatan, dan lebih adil & jauh jangkauannya.

donasi   bagi perkembangan suatu negara terutama pada pada bidang ekonomi. Tetapi korporasi pula nir sporadis menaruh imbas negatif berdasarkan kegiatan misalnya pencemaran lingkungan, manipulasi pajak, ekploitasi terhadap buruh, penipuan & tindak pidana pembersihan uang. Oleh karena itu, dampat tadi yg sudah menjadikan aturan menjadi pengatur & pengayom rakyat wajib  menaruh perhatian & pengaturan terhadap kegiatan korporasi tadi.

Pada awalnya, penghasil undangundang berpandangan bahwa hanya insan yg bisa sebagai subjek tindak pidana. Jadi, dalam awalnya korporasi nir bisa mejadi subjek tindak pidana. Hal ini bisa kita lihat pada sejarah rumusan Pasal 59 Kitab Undang-undang aturan Pidana terutama berdasarkan cara bagaimana pelanggaran hukum   dirumuskan yg selalu didahului menggunakan frasa barang siapa. 

Namun, fakta memberitahuakn bahwa kita nir akan menemukan pengaturan peluang menuntut korporasi ke hadapan pengadilan pidana. Meskipun demikian, penghasil undangundang pada merumuskan pelanggaran hukum   sering terpaksa buat turut memperhitungkan fenomena bahwa insan melakukan tindakan pada pada atau melalui organisasi yg terdapat pada pada aturan keperdataan juga diluarnya, ada menjadi suatu kesatuan & karenanya diakui serta menerima perlakuan menjadi badan aturan/korporasi. Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana, penghasil undangundang akan merujuk dalam pengurus atau komisaris korporasi bila mereka berhadapan menggunakan situasi misalnya itu.

 Hukum pidana Indonesia menaruh pengertian korporasi pada arti luas. Korporasi dari aturan pidana indonesia nir sama menggunakan pengertian korporasi pada aturan perdata. Pengertian korporasi dari aturan pidana lebih luas daripada pengertian dari aturan perdata. Menurut aturan perdata, subjek aturan, yaitu yg bisa atau yg berwenang melakukan perbuatan aturan pada bidang aturan perdata, misalnya menciptakan perjanjian, terdiri atas 2 jenis, yaitu orang perseorangan (insan atau natural person) & badan aturan (legal person).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun