Pada Pasal 4 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa setiap orang yg menyembunyikan atau menyamarkan berdari usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yg sebenarnya atas harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya adalah output tindak pidana sebagaimana yg dimaksud pada Pasal dua ayat (1) dipidana lantaran tindak pidana pembersihan uang menggunakan pidana penjara paling usang  20 (2 puluh) tahun & hukuman  paling poly Rp. lima.000.000.000,00 (5 miliar rupiah).
Pada Pasal lima ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa setiap orang yg mendapat atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penggunaan, atau memakai harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya adalah output tindak pidana sebagaimana yg dimaksud pada Pasal dua ayat (1) dipidana menggunakan pidana penjara paling usang  lima (5) tahun & hukuman  paling poly Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dengan ketentuan Pasal lima ayat (dua) menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana yg dimaksud dalam ayat (1) nir berlaku bagi pihak pelapor yg melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur di pada undang-undang. Tindak pidana pembersihan uang dalam dasarnya bisa dilakukan sang perorangan ataupun korporasi.Â
Di pada Undang-undang No. 8 Tahun 2010 masih ada pengaturannya dalam Pasal 6 ayat (1) yg menerangkan bahwa pada hal tindak pidana pembersihan uang sebagaimana yg dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 & Pasal lima dilakukan sang korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi &/atau Personil Pengendali
Korporasi. Pada Pasal 6 ayat (dua) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pembersihan uang dilakukan atau diperintahkan sang Personil Pengendali Korporasi, dilakukan pada rangka pemenuhan maksud & tujuan korporasi, dilakukan sinkron menggunakan tugas & fungsi pelaku sinkron menggunakan pemberi perintah, & dilakukan menggunakan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Pada Undang-undang No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sudah terjadi pergeseran paradigma mengenai langkah-langkah buat melawan tindak pidana pembersihan uang. Di dalam pengaturan sebelumnya menggunakan prinsip "follow the suspect" yaitu mengikuti tersangkanya.Â
Saat ini, paradigma pemberantasan tindak pidana pembersihan uang menggunakan prinsip "follow the money" yaitu mengikuti kekayaan output kejahatan. Hal tadi dilihat lebih efektif karena bisa menghilangkan motivasi pelaku kejahatan, output kejahatan "as blood of the crime" adalah titik terlemah menurut rantai kejahatan, kesulitan membuktikan perbuatan pidana & pertanggungjawaban actor intelektual kejahatan diatasi dengan menelusuri harta kekayaan output kejahatan, dan lebih adil & jauh jangkauannya.
donasi  bagi perkembangan suatu negara terutama pada pada bidang ekonomi. Tetapi korporasi pula nir sporadis menaruh imbas negatif berdasarkan kegiatan misalnya pencemaran lingkungan, manipulasi pajak, ekploitasi terhadap buruh, penipuan & tindak pidana pembersihan uang. Oleh karena itu, dampat tadi yg sudah menjadikan aturan menjadi pengatur & pengayom rakyat wajib  menaruh perhatian & pengaturan terhadap kegiatan korporasi tadi.
Pada awalnya, penghasil undangundang berpandangan bahwa hanya insan yg bisa sebagai subjek tindak pidana. Jadi, dalam awalnya korporasi nir bisa mejadi subjek tindak pidana. Hal ini bisa kita lihat pada sejarah rumusan Pasal 59 Kitab Undang-undang aturan Pidana terutama berdasarkan cara bagaimana pelanggaran hukum  dirumuskan yg selalu didahului menggunakan frasa barang siapa.Â
Namun, fakta memberitahuakn bahwa kita nir akan menemukan pengaturan peluang menuntut korporasi ke hadapan pengadilan pidana. Meskipun demikian, penghasil undangundang pada merumuskan pelanggaran hukum  sering terpaksa buat turut memperhitungkan fenomena bahwa insan melakukan tindakan pada pada atau melalui organisasi yg terdapat pada pada aturan keperdataan juga diluarnya, ada menjadi suatu kesatuan & karenanya diakui serta menerima perlakuan menjadi badan aturan/korporasi. Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana, penghasil undangundang akan merujuk dalam pengurus atau komisaris korporasi bila mereka berhadapan menggunakan situasi misalnya itu.
 Hukum pidana Indonesia menaruh pengertian korporasi pada arti luas. Korporasi dari aturan pidana indonesia nir sama menggunakan pengertian korporasi pada aturan perdata. Pengertian korporasi dari aturan pidana lebih luas daripada pengertian dari aturan perdata. Menurut aturan perdata, subjek aturan, yaitu yg bisa atau yg berwenang melakukan perbuatan aturan pada bidang aturan perdata, misalnya menciptakan perjanjian, terdiri atas 2 jenis, yaitu orang perseorangan (insan atau natural person) & badan aturan (legal person).