Dalam praktik terbuka, otoritas dan kekuasaan merupakan atribut sosial yang wajar, dalam masyarakat umum, kualitas-kualitas ini sebagian besar muncul. Akan tetapi, satu hal yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa kekhasan sosial yang menjadi fokus ilmu sosial selalu dilihat secara tidak memihak - tidak bias dalam arti tidak memutuskan apakah suatu kekhasan itu positif atau negatif; hal utama yang dapat dikatakan tanpa keraguan adalah bahwa kekhasan itu selalu ada di mata publik.
    Kekuasaan muncul ketika masyarakat mulai mengoordinasikan penyebaran kekuatan dan menentukan penggunaannya. Di sisi lain, tampaknya tidak ada masyarakat yang mampu secara sadar mengubah semua bentuk kekuasaan menjadi otoritas. Struktur kekuasaan masyarakat akan menjadi kaku jika setiap bentuk kekuasaan menjadi otoritas, sehingga tidak dapat beradaptasi dengan perubahan di ruang publik.
   Kekuasaan hanya mungkin terjadi jika ada hubungan antara penguasa dan yang diperintah---atau, lebih khusus lagi, antara mereka yang berkuasa dan mereka yang tidak berkuasa. Seseorang yang memegang kekuasaan biasanya disebut sebagai pemimpin, dan mereka yang mendapat manfaat dari pengaruhnya disebut pengikutnya. Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang didukung atau diakui oleh masyarakat disebut otoritas. Dalam masyarakat yang telah mengakui pembagian kerja yang terperinci, otoritas biasanya dibatasi dalam hal apa yang dicakupnya, kapan dapat dilaksanakan, dan bagaimana cara pelaksanaannya karena memerlukan pengakuan masyarakat. Inilah perbedaan antara otoritas dan kekuasaan (otoritas, juga dikenal sebagai kekuasaan yang dilegalkan).
  Kekuasaan dan wewenang yang sesungguhnya sering kali tidak berada di tangan atau tempat yang sama, tetapi wewenang hanya dapat efektif jika didukung oleh kekuasaan yang sesungguhnya. Ada area kekuatan untuk suatu kekuasaan yang secara perlahan terhubung dengan individu yang memegangnya dalam masyarakat yang umumnya kecil dan mendasar. Secara umum, kekuasaan yang dipegang oleh seorang individu atau kelompok mencakup berbagai bidang, sehingga ada area kekuatan yang besar untuk suatu kelompok. Sebaliknya, kekuasaan biasanya disampaikan di antara berbagai kelompok dalam masyarakat yang besar dan kompleks di mana kualitas, tujuan, dan kepentingan yang berbeda yang umumnya tidak sama terlihat.
  Penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan sendiri, orang lain, atau bisnis dikenal sebagai penyalahgunaan kekuasaan. Kejahatan dapat dilakukan jika tindakan tersebut berpotensi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kekuasaan pribadi adalah kekuasaan yang diberikan untuk tujuan bekerja. Akibatnya, kekuasaan ini dapat digunakan untuk kepentingan pribadi. Oleh karena itu, pejabat yang memiliki kedudukan tinggi dalam organisasi negara merasa memenuhi syarat untuk menjalankan jabatannya tanpa hambatan. Kekuasaan semakin besar seiring dengan tingginya jabatan.
  Otoritas publik suatu negara merupakan salah satu aspek pembangunan nasional yang baik. Apabila masyarakat, pemerintah, dan masyarakat saling bekerja sama sebagai fasilitator secara langsung, partisipatif, bertanggung jawab, dan berdasarkan suara terbanyak, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Negara yang memiliki tata kelola pemerintahan yang baik memerlukan perangkat untuk melaksanakan beberapa kebijakan atau peraturan pemerintah guna mencapai tujuannya. Berdasarkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2014, perangkat otoritas publik adalah aparat otoritas publik, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang saat ini dikenal dengan sebutan Aparatur Sipil Negara (ASN).
  Agar terhindar dari tindakan yang semata-mata berdasar pada kepentingan diri sendiri atau kelompok, pejabat publik harus menata moral, etika, dan disiplinnya. Penyalahgunaan kekuasaan, yang juga dikenal sebagai penyalahgunaan wewenang jabatan, terjadi ketika hal itu terjadi tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Korupsi, intrik, dan nepotisme biasanya dipengaruhi oleh indikasi penyalahgunaan wewenang jabatan
  Kadangkala, pertunjukan penganiayaan terhadap otoritas sejati dilakukan dengan metodologi terbuka yang hanya dipandang sebagai kesalahan prosedural dan administratif, namun jika hal itu dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau organisasi yang mengakibatkan kerugian negara dan keuangan, maka, pada dasarnya itu adalah tindakan kriminal.
  Penelitian ini akan membahas pengenai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang terjadi di Indonesia serta solusi yang dapat dilakukan agar permasalahan serupa tidak terjadi lagi
TINJAUAN PUSTAKA
  Kewenangan sebagai suatu gagasan pengaturan publik terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) bagian, yaitu dampak, dasar hukum dan keselarasan. Penggunaan kewenangan untuk tujuan mengatur perilaku subjek hukum merupakan komponen pengaruh. Bagian ini dimaksudkan agar penyelenggara negara tidak menggunakan kewenangannya di luar yang tidak ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Bagian dasar hukum adalah kewenangan harus selalu memiliki kemampuan untuk ditetapkan sebagai yang memiliki dasar hukum. Bagian ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan penyelenggara negara atau penyelenggara negara harus selalu memiliki dasar hukum dalam bertindak. Bagian dasar hukum mengandung makna adanya suatu norma kewenangan, yaitu norma umum (umumnya kewenangan dan norma khusus (untuk jenis kewenangan tertentu).
  Sesuai dengan asas pokok kepolisian, yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur), berdasarkan pedoman ini, kewenangan pemerintah berasal dari peraturan dan pedoman. Dalam literatur hukum administrasi, terdapat dua metode untuk memperoleh kewenangan dari pemerintah, yaitu atribusi dan delegasi serta mandat. Atribusi mengacu pada kewenangan pertama dalam pandangan pengaturan peraturan yang dilindungi. Kewenangan untuk membuat keputusan (besluit) yang secara langsung berasal dari undang-undang dalam arti materiil dikenal sebagai atribusi. Satu definisi lagi mengatakan bahwa atribusi adalah pengaturan spesialis tertentu dan pemberian wewenangnya kepada organ tertentu. Orang-orang yang dapat membentuk kewenangan adalah organ yang disetujui berdasarkan peraturan dan pedoman.
   Menurut HD Van Wijk/Willem Konijnenbelt memberikan pengertian tentang atribusi, delegasi dan mandat, sebagai berikut:
1.Pemberian wewenang oleh legislatif kepada badan pemerintah dikenal sebagai atribusi. Dalam atribusi kekuasaan, tanggung jawab yang sah oleh penerima kekuasaan bergantung pada penerima kekuasaan yang melakukan perintah atau penunjukan. Amaka mandans (pemberi atau penerima wewenang dalam atribusi) tetap bertanggung jawab jika tindakan yang diambil adalah pemberian mandat. Ini tidak terjadi jika wewenang didelegasikan, dalam hal ini pemberi delegasi memikul tanggung jawab alih-alih pemberi wewenang.
2.Pengalihan wewenang dari satu badan pemerintah ke badan pemerintah lain dikenal sebagai pendelegasian. Penerima pendelegasian (delegator) diberi tanggung jawab untuk melaksanakan sendiri pekerjaan yang didelegasikan dalam sebagian atau seluruh pendelegasian. Karena wewenang dialihkan melalui pendelegasian, maka delegator bertanggung jawab atas penyalahgunaan wewenang oleh delegator.
3.Perintah terjadi ketika suatu badan administrasi mengizinkan kekuasaannya dijalankan oleh orang lain. Masalah kewenangan merupakan akar dari akuntabilitas mandat karena kewenangan tersebut berada di tangan mandan---orang yang memberikannya---sementara mandataris---orang yang menerimanya---hanya memiliki kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama mandan. Karena tidak ada pendelegasian kewenangan dalam mandat, mandan dapat terus bertindak secara independen atas nama USTUK BAN. Orang yang bertanggung jawab secara hukum tetap berada di tangan mandan (orang yang memberikan kewenangan) jika tidak ada pengalihan kewenangan dalam mandat.
  Indriyanto Seno Adji, memberikan pemahaman tentang penyalahgunaan kekuasaan dengan mengacu pada penilaian Jean Rivero dan Waline yang menyamakan "detournement de pouvoir" dengan "Freiss Ermessen", penyalahgunaan kekuasaan dalam hukum pidana dapat diartikan dalam tiga bentuk, yaitu:
1.Menggunakan wewenang dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan umum atau melayani kepentingan diri sendiri, kelompok, atau golongan.
2.Penyalahgunaan wewenang, dalam arti tindakan pejabat tersebut menyimpang dari tujuan pemberian wewenang tersebut berdasarkan undang-undang atau peraturan lain, meskipun tindakan pejabat tersebut sebenarnya untuk kepentingan umum.
3.Penyalahgunaan terhadap hak atau menyalahgunakan strategi yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi menggunakan sistem yang berbeda untuk mencapainya.
  Penyalahgunaan wewenang, atau "detournement de pouvoir," didefinisikan oleh Sjachran Basah sebagai tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang tidak sesuai dengan tetapi masih dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan. Menurut sejumlah sudut pandang ahli, penyalahgunaan wewenang pada prinsipnya dapat terjadi baik dalam kewenangan terikat maupun kewenangan bebas (diskresi). Penanda atau tolok ukur penyalahgunaan wewenang ahli dalam bentuk kewenangan terikat adalah standar legislasi (alasan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan pedoman), sedangkan dalam bentuk kewenangan bebas (kewaspadaan) menggunakan batasan-batasan standar umum penyelenggaraan negara yang baik, mengingat aturan wenmatigheid saja tidak cukup.
  Kekuasaan adalah kapasitas individu atau kelompok untuk memengaruhi cara berperilaku orang lain atau kelompok sehingga cara berperilaku tersebut sesuai dengan keinginan dan tujuan individu yang memiliki kekuasaan. "Kemampuan untuk memengaruhi kebijakan umum (pemerintahan) baik dalam pembentukannya maupun konsekuensinya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri" adalah yang kita maksud ketika berbicara tentang kekuasaan politik.
  Kemampuan individu atau kelompok untuk menggunakan sumber daya yang dapat mendukung sektor energi mereka untuk mencapai tujuan tertentu pada dasarnya adalah kekuatan politik. Mahasiswa, elit politik, pemimpin masyarakat, militer, media massa, dan media umum adalah contoh dari sumber-sumber ini.
  Macam-macam kekuatan yang secara umum kita kenal dapat dibagi menjadi beberapa macam kekuatan sebagai berikut: (a) kekuatan pimpinan, yang dikenal sebagai kekuatan pemerintahan di mana mereka pada hakikatnya menjalankan roda pemerintahan, (b) kekuatan regulatif, yaitu sesuatu yang mempunyai kedudukan untuk membuat dan memberikan peraturan serta mengawasi jalannya pemerintahan, (c) kekuatan hukum, yaitu sesuatu yang mempunyai kemampuan untuk menetapkan peraturan, yang ditegakkan oleh kekuatan kepolisian, untuk menjamin penegakan hukum.
  Ketiga unsur rantai kekuasaan akan berdampak pada penggunaan wewenang oleh penguasa atau pemimpin. Ketiga unsur tersebut harus diikuti dan diikuti oleh para siswa, karena ketiga unsur tersebut saling terkait dalam roda kehidupan penguasa. Ketiga unsur tersebut adalah situasi, pengikut, dan pemimpin (yang memegang kekuasaan).
 Untuk mendukung dan memastikan jalannya suatu keputusan politik dalam kehidupan bermasyarakat, maka kekuasaan dibutuhkan dalam politik. Keterkaitan yang masuk akal antara masalah pemerintahan dan kekuasaan membuat setiap pembicaraan tentang masalah pemerintahan pada umumnya melibatkan kekuasaan di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa kita mengkaji sekularisasi kekuasaan. Tujuan tersirat dari sekularisasi politik adalah untuk mendesakralisasi kekuasaan sehingga tidak lagi dianggap suci atau sakral. Kekuasaan sebagai gerakan politik harus dipahami sebagai tindakan manusia yang dilakukan, dipertahankan, dan direplikasi secara terus-menerus.
  Kemungkinan untuk memengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan tujuan pelaku adalah bagaimana kekuasaan didefinisikan dalam berbagai cara. Masalah pemerintahan tanpa penggunaan kekuatan tidak memeriksa, khususnya lamanya orang berpegang pada berbagai posisi politik, jika strategi administrasi harus dipahami dan dilaksanakan, berupaya memengaruhi cara berperilaku orang lain dengan pemikiran yang mendalam. Kekuasaan pada umumnya ada di setiap masyarakat umum, baik yang masih mendasar maupun yang besar dan kompleks dalam strukturnya. Akan tetapi, kekuasaan tidak selalu dapat didistribusikan secara merata di antara anggota masyarakat."
  Kapasitas untuk melakukan atau memengaruhi apa pun disebut kekuasaan. Dalam konteks ini, kekuasaan terkait dengan agensi, atau kemampuan seseorang untuk mengubah atau membuat perubahan di dunia. Kapasitas hukum atau kewenangan untuk bertindak, khususnya saat mendelegasikan kewenangan, disebut kekuasaan. Kekuasaan dalam pengertian ini mengacu pada kekuasaan atau hak yang dibutuhkan individu tertentu untuk membuat orang lain melakukan semua yang mereka anggap sebagai posisi mereka.
METODE PENULISAN
  Metode pada penelitian ini menggunakan metode kepustakaan. Salah satu jenis penelitian jika dilihat dari sudut pengumpulan informasi adalah penelitian kepustakaan. (Sutrisno Hadi: 1990) Yang dimaksud dengan penelitian kepustakaan ialah buku-buku, ensiklopedia, kamus, jurnal, dokumen, majalah, dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk penelitian itu berasal dari perpustakaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
  Terdapat beberapa kasus penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan politik yang pernah terjadi di Indonesia menurut Juhaeni Jojo (2021), diantaranya adalah:
1.Kasus Penyalahgunaan Wewenang Mantan Staf Khusus Kepresidenan Milenial tanggal 16 April 2020 (Suaranews, 2020)
Rekan kerja luar biasa Presiden Joko Widodo (Jokowi) milenial, Andi Taufan Garuda Putra, akan diperiksa di Bareskrim Mabes Polri. Andi dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang akibat isi surat berkop Sekretariat Kabinet yang meminta camat melibatkan PT Amartha Mikro Fintek dalam penanganan Covid-19. M Sholeh menjadi pelapornya. M Sholeh saat ini berada di Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Andi Taufan.
2.Kasus Dirut PT Garuda Indonesia Penyalahgunaan Wewenang 17 Desember 2019 (Times Indonesia, 2019)
Direktur Utama PT Garuda Indonesia 1 Ngurah Askhara Danadiputra dipecat oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Karena membawa dua sepeda Brompton berkualitas sangat bagus dan suku cadang Harley Davidson, Askhara Danadiputra diberhentikan. Barang dagangan tersebut diselundupkan menggunakan pesawat Airbus A3330-900 yang awalnya terbang dari Prancis ke Indonesia. Atas inisiatif Direktur Utama Ari Askhara, berikut ini beberapa insiden yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun di Garuda Indonesia pada tahun 2019:
a.Isu Garuda Indonesia, Duopoli Garuda Indonesia dan Lion Air: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini tengah menyelidiki indikasi kartel atau praktik duopoli yang dilakukan Garuda Indonesia. Pasalnya, biaya tiket pesawat dan transportasi sudah naik. KPPU kini akan melakukan penyidikan ke tingkat penuntutan atas kasus kartel tiket pesawat tersebut.
b.Ari Askhara, Direktur Niaga Garuda Indonesia, melakukan monopoli dan rangkap jabatan bersama Bapak Pikri Ilham Kurniansyah dan Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo menjabat sebagai Pimpinan dan Staf Ahli Direktur Utama Sriwijaya Air setelah Sriwijaya Air bergabung dengan grup Garuda Indonesia. Hal ini diduga melanggar Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa seseorang tidak dapat berdiri kokoh sebagai pimpinan atau pejabat dan sekaligus bertindak sebagai pelopor dalam pasar yang sama.
c.Perkara Laporan Keuangan Garuda Indonesia: Pada 24 April 2019, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Garuda Indonesia, disampaikan bahwa terjadi perselisihan antara pengurus perusahaan terkait laporan keuangan. Chairul Tanjung dan Dony Oskaria, pimpinan maskapai, menolak laporan keuangan Garuda. Hakim berkeberatan saat Garuda Indonesia mengklaim bahwa PT Mahata Air Teknologi dan PT. Citilink Indonesia, anak usaha Garuda. Perkara laporan keuangan Garuda Indonesia telah diselesaikan melalui mediasi oleh BEI, OJK, BPK, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai pemeriksa laporan keuangan Garuda Indonesia, Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dikenakan sanksi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Garuda Indonesia harus membayar denda sebesar Rp1,25 miliar atas laporan keuangan yang dipermasalahkan tersebut.
d.Monopoli Tiket Perjalanan Umrah: Protes terhadap penyelidikan kebijakan Garuda terkait pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dilakukan dalam pertemuan dengan KPPU Balikpapan. Dugaan praktik monopoli menjadi salah satu hal yang masih dalam penyelidikan KPPU.
3.Tindak Pidana Korupsi Proyek Peningkatan Jalan Lingkar Luar Pulau Bengkalis pada 3 September 2021
Peningkatan Jalan Lingkar Luar Pulau Bengkalis pada 3 September 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan penyimpangan dalam pengerjaan proyek jangka panjang pembangunan Jalan Lingkar Luar Pulau Bengkalis, Peraturan Daerah Provinsi Bengkalis Tahun Anggaran 2013-2015. Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT WIKA (Persero) DH. TAK (PPK) dan FT (Staf Pemasaran PT WIKA). Selama 20 hari pertama, yakni pada 3 September 2021 sampai dengan 22 September 2021, mereka ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK, Rutan Cabang Pomdam Jaya Guntur, dan Rutan Kav C1. Perbuatan para tersangka tersebut diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemusnahan Barang Bukti Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemusnahan Barang Bukti Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan para tersangka tersebut terkait dengan yang diduga memiliki DH dan TAK saat melaksanakan kewajibannya. Proyek Peningkatan Jalan Lingkar Bukit Pulau Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, secara aktif memanipulasi penyusunan sejumlah dokumen proyek agar terkesan sudah rampung. Hal itu dilakukan agar pembayaran akhir dapat dilakukan pada akhir Desember 2015, padahal pekerjaan tahap I atau Serah Terima Sementara (PHO) belum tuntas. Hal ini dilakukan agar pengerjaan bisa berlanjut hingga angsuran terakhir. Perbuatan para tersangka diduga merugikan negara sekitar Rp129 miliar dari proyek senilai Rp359 miliar. Atas kejadian ini, KPK telah menetapkan sepuluh orang tersangka, termasuk pekerja kontrak PT WIKA dan PPK.
4.Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Pemkab Banjarnegara tanggal 03 September 2021.
Dalam dugaan Tindak Pidana Pengadaan Tenaga Kerja dan Barang Bekas di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) telah menetapkan BS (Pejabat Daerah Kabupaten Banjarnegara Periode 2017-2022) dan KA (swasta) sebagai tersangka. KPK telah melakukan penyidikan, menetapkan tersangka, dan menaikkan status perkara ke tahap Penyidikan pada Mei 2021 setelah mengumpulkan berbagai data dan informasi. Selain Pasal 12 huruf (i), Pasal 12 huruf (e), dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, BS dan KA disangka melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para tersangka ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak tanggal 3 September 2021 sampai dengan tanggal 22 September 2021 oleh tim penyidik dengan menggunakan metode paksaan. BS akan ditampung di Rumah Tahanan KPK, Blok C1, sedangkan KA akan ditampung di Rumah Tahanan KPK, Cabang Pomdam Jaya Guntur. BS berperan aktif dengan terlibat langsung dalam pelaksanaan pembagian paket pekerjaan pembangunan, meliputi pembagian paket pekerjaan di Dinas PUPR termasuk perusahaan keluarganya, hingga mengatur pemenangan lelang. Dalam mengatur pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik BS yang merupakan bagian penting dari grup BM, KA sebagai rekan sekerja BS senantiasa diawasi dan dikawal oleh BS. BS diberikan commitment fee sebesar 10% baik secara langsung maupun melalui KA. Atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara tersebut, kemungkinan BS telah menerima commitment fee sekitar Rp2,1 miliar.
5.Penyalahgunaan Wewenang Jaksa di Kejaksaan Agung Negeri Manado tanggal 30 Maret 2021
Jaksa Agung Muda Pengawas Kejagung Amir Yanto menyatakan pihaknya siap memanggil Kejaksaan Negeri Manado untuk melakukan penyidikan atas dugaan kasus pidana tersebut. Kasus ini bermula pada Maret 2019, saat Dana Desa Pemda Manado mensyaratkan APBD Perubahan Kota Manado 2019 untuk membeli empat insinerator sampah umum senilai Rp9,8 miliar dan satu insinerator sampah klinis senilai Rp990 juta. Untuk mendapatkan barang tersebut, pelapor yang berprofesi sebagai pengusaha itu bekerja sama dengan CV JS dan PT ANM. "Namun, mereka belum mengurusnya, jumlahnya belum tepat Rp2,5 miliar. Kasus itu pun kemudian dilimpahkan secara tiba-tiba ke Kejaksaan Negeri Manado saat itu. Pelapor yang berprofesi sebagai pengusaha itu menduga ada kerja sama antara jaksa Kejaksaan Negeri Manado dengan Pemerintah Kota Manado dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan insinerator yang saat ini ditangani Kejaksaan Negeri tersebut.
6.Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Pekerjaan Jasa Konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjerat tersangka AY, orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Perum Jasa Tirta II pada tahun 2017. Selain melanggar Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP, tersangka juga disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas perbuatannya, tersangka juga disangkakan melanggar Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP. Atas kerjasama penilaian tersebut, Tim Penilai akan melakukan upaya paksa terhadap tersangka AY selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 3 September 2021 sampai dengan tanggal 22 September 2021 di Rumah Tahanan KPK Gedung Merah Putih. Sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Rumah Tahanan KPK, tersangka akan ditahan selama 14 hari. Atas nama dua perusahaan yang telah sepakat untuk membayar honorarium, AY melakukan pengadaan pekerjaan HR Development dan Corporate Strategy. Lebih lanjut, dapat diduga bahwa pertimbangan nama-nama tenaga ahli dalam kontrak kerja tersebut hanya sebagai konvensi untuk memuaskan pihak penyelenggara penutupan. Akibat perbuatan tersangka, negara diperkirakan telah mengalami kerugian sekitar Rp3,6 miliar.
  Realitas hukum di Indonesia menunjukkan bahwa masih terjadi ketimpangan keadilan secara hukum. Kesenjangan antar narapidana memang terjadi, salah satunya temuan Ombudsman RI dalam sidang mendadak yang digelar pada 21 Desember 2019 di Lapas Sukamiskin, menemukan sel mewah milik Setya Novanto dan Nazaruddin. Kedua narapidana kasus korupsi itu ditempatkan di kamar yang lebih besar dari kamar narapidana lainnya, mirip kamar hotel. Kondisi ini berbeda dengan Lapas Bagansiapiapi yang penghuninya harus rela berdesakan karena kelebihan kapasitas hingga 800 persen (Zaenald dkk., 2021).
  Bila kasus hukum yang melibatkan orang lanjut usia, setidaknya sejak tahun 2009 hingga 2020, gambaran ketidakadilan hukum semakin ironis. Ada lima kasus yang termasuk kasus orang lanjut usia, yaitu kasus Kakek Samirin, Kakek Saulina, Kakek Asyani, Kakek Minah, dan kasus pasangan lanjut usia Anjol Hasyim dan Jamilu Nina. Menurut Teori Kelas Karl Marx, kehidupan ini adalah persoalan konflik kelas dan selamanya akan terbagi antara yang berkuasa (adidaya) dan yang dikuasai (tak berdaya), sebagaimana tergambar dari potret ketidakadilan hukum yang terjadi antara narapidana korupsi dengan narapidana lainnya (Zaenald dkk., 2021).
  Contoh kasus di atas merupakan salah satu contoh penyalahgunaan wewenang pejabat publik (detournement de pouvoir) untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang merugikan banyak pihak dan negara. Menurut Aslia (2015), untuk menanggulangi korupsi diperlukan upaya penyadaran masyarakat dengan melibatkan seluruh potensi yang ada, baik anggota birokrasi, anggota masyarakat, maupun unsur penegak hukum, serta pendekatan perubahan melalui pendekatan kriminologi, sosiologi, dan yuridis formal.
  Maka dari itu, kuantitas kejadian penyalahgunaan kekuasaan (detournement de pouvoir), baik penghinaan maupun penyalahgunaan dalam berbagai struktur, tidaklah sedikit, ilmu sosial hukum diperlukan sebagai suatu usaha untuk menegakkan hukum dan menjaga berbagai kepentingan yang ada di muka umum, khususnya dalam lingkup masyarakat tertentu, agar tidak terjadi penyalahgunaan kepentingan dan wewenang.
SIMPULAN
 Kewenangan sebagai suatu gagasan pengaturan publik terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) bagian, yaitu dampak, dasar hukum dan keselarasan. Penggunaan kewenangan untuk tujuan mengatur perilaku subjek hukum merupakan komponen pengaruh. Bagian ini dimaksudkan agar penyelenggara negara tidak menggunakan kewenangannya di luar yang tidak ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Bagian dasar hukum adalah kewenangan harus selalu memiliki kemampuan untuk ditetapkan sebagai yang memiliki dasar hukum.
 Abuse Of Power adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh suatu otoritas untuk kepentingan tertentu, baik untuk keuntungan pribadi, orang lain, maupun perusahaan. Apabila tindakan tersebut dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kejahatan. Kekuasaan yang diberikan sebagai cara untuk melakukan pekerjaan dianggap sebagai kekuasaan pribadi. Akibatnya, pejabat yang menduduki jabatan tinggi di lembaga negara merasa berhak untuk menjalankan kewenangannya secara bebas. Semakin tinggi jabatannya, semakin besar pula kekuasaannya.
  Contoh kasus yang telah disebutkan merupakan salah satu contoh penyalahgunaan wewenang pejabat publik (detournement de pouvoir) untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang merugikan banyak pihak dan negara. Upaya menanggulangi korupsi diperlukan upaya penyadaran masyarakat dengan melibatkan seluruh potensi yang ada, baik anggota birokrasi, anggota masyarakat, maupun unsur penegak hukum, serta pendekatan perubahan melalui pendekatan kriminologi, sosiologi, dan yuridis formal..
DAFTAR PUSTAKA
Aslia, A. M. (2015). Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan Terhadap Tindak Pidana Korupsi. https://media.neliti. com/media/publications/281777- penyalahgunaan-wewenang dalam- jabatan-te-f14498ce.pdf, 1.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM.
Juhaeni, Jojo. (2021). PENYALAHGUNAAN WEWENANG OLEH PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM. JURNAL KONSTITUEN Vol. 3/No. 1,
Zaenaldkk (2021). Korupsi dalam Perspektif Sosiologi Hukum oleh Zaenal Mustopa, Ramdani Wahyu Sururie, Aah Tsamrotul Pu'adah. Hermeneutika Vol 5 No 2.
Basah,Sjachran. 1985. Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi di Indonesia. Bandung
Indriyanto Seno Adji. (2006). Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana. Jakarta: CV. Diadit Media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H